Meilani menatap penuh tanya pada sosok wanita anggun yang berdiri dengan elagan dan angkuh. Tatapan wanita itu seakan sedang menelanjanginya.
"Pria siapa yang Anda maksudkan, Nona?" tanya Meilani. Wanita itu mengerutkan dahi melihat penampilan wanita di depannya yang lusuh dan terlihat miskin. Lalu kepalanya menggeleng seakan menolak akan identitas Meilani. "Dewa Naga Langit!" "Dia ayahku, siapa kamu dan perlu apa mencari ayahku?" ucap Leonard cepat. Wanita itu membola saat pria kecil mengaku bahwa dewa Naga langit adalah ayahnya. Kembali dia menolak itu. "Kalian manusia rendahan mana mungkin dewa Naga mau dengan kalian. Cuih! Cepat katakan dimana dia?" Meilani hanya diam saja, tangannya masih mengusap lengan putranya. Bibir wanita cantik itu tertutup rapat dan dia sama sekali tidak merespon apapun yang dikatakan oleh wanita itu. Hanya Leonard yang sejak tadi menanggapi pertanyaan wanita angkuh. Dia masih percaya bahwa ayahnya adalah seorang pria yang berkuasa atas dunia. Namun, Meilani masih kekeh menolak identitas suaminya. "Pria kecil, apakah ayahmu adalah pria yang ada di gambar ini?" tanya wanita itu sambil menunjukkan selembar kertas bergambar pria. Leonard melihat gambar pria yang berdiri gagah bersandar pada mobil mewah dengan memegang pedang bergagang kepala naga, dahinya berkerut lalu kepalanya menggeleng. Melihat reaksi pria kecil wanita itu seketika tertawa sumbang. Apa yang ada dipikirannya ternyata benar. Tidak mungkin juga jika pimpinan pusat akan memilih wanita sembarangan hingga menghasilkan anak yang cacat. "Benar dugaanku, kalian bukan lah keluarga Dewa Naga Langit. Begitu miskin dan cacat, sedangkan dia adalah sosok pria yang kuat," hina wanita itu. "Putraku tidak cacat, dia tumbuh sehat dan kuat. Mungkin Anda salah masuk kamar, silakan keluar dan pintunya di sana!" usir Meilani. Tanpa ragu lagi wanita itu berbalik badan dan segera melangkah meninggalkan ruangan itu. Namun, saat hampir sampai di pintu tiba-tiba pintu tersebut terbuka dan menampilkan sosok pria dingin dengan pakaian biasa saja hanya jubah hitam. Kedua nya saling menatap, tetapi wanita itu segera memutus pandangannya dengan gelengan kepala. "Siapa Anda dan perlu apa hingga datang ke ruang ini?" "Aku Angeli putri sekte bulan sabit. Datang mencari calon suamiku--Dewa Naga," jawab Angeli. Sosok pria dingin yang tidak lain adalah Jaquer hanya menatap datar dan menggeser tubuhnya. Kemudian dia berjalan meninggalkan sosok perempuan itu. Apa yang dilakukan oleh Jaquer membuat wanita menggeram kesal. Dia merasa dihina dan direndahkan. Baru pertama ini dia melihat pria yang begitu tidak tertarik akan penampilannya. "Hai, selangkah lagi kau menjauh maka hidupmu akan hancur!" ancamnya. Namun, suara wanita itu tidak mampu menghentikan langkah Jaquer menuju ke brankar putranya. Pria itu tersenyum sambil mengulurkan lengannya untuk menggapai dahi Leonard. "Tunggu sebentar lagi, kamar ini tidak sesuai untuk kemajuan kesehatanmu. Aku sudah memesan kamar yang lebih baik untuk menunjang kesehatanmu, Jagoan!" "Jangan buang uang kamu, cukup ini saja. Tunggu hingga esok, kesehatan pasti datang," ucap Meilani. Jaquer menatap lembut pada manik mata cokelat madu milik istrinya. Wanita dengan surai hitam panjang itu terlihat begitu anggun dan tegas. Jari jemarinya yang panjang dan lancip tampak indah meskipun terdapat beberapa gurat otot yang kencang. Namun, Jaquer merasakan adanya perubahan suhu di ruangan itu. Suhu yang begitu panas yang mampu membakar seluruh raganya. Sesaat pria itu malayangkan pandangannya pada sosok lainnya. Tatapan tajam menusuk jantung Jaquer ketika pandangannya bertemu pada mata hitam pekat milik Angeli. Wanita itu menekan Jaquer, tetapi pria itu bergeming. "Pulanglah pada ketua mu, di sini tidak ada orang yang seperti itu!" "Bangsat, tutup mulutmu!" Bersamaan akhir kalimat itu sebuah pisau kecil dengan mata tajam melesat menuju ke jantung Jaquer. Ternyata tidak hanya satu melainkan ada tiga pisau dengan tujuan yang berbeda. Dengan santai Jaquer menggeser tubuhnya, lalu gerakan ringannya berhasil menangkap ketiga pisau terbang itu dan langsung menyimpannya dalam gerak tanpa terlihat oleh anak istrinya. Apa yang dilakukan masih mampu dilihat oleh Angeli, membuat wanita itu membeliak kaget dan melangkah mundur. Dia pun langsung berbalik badan berjalan meninggalkan ruangan itu. "Apa yang Anda bawa itu, Ayah?" "Hanya makanan ringan untuk ibu, pasti kalian belum makan sedari pagi." Jaquer berkata sambil menyerahkan bungkusan plastik hitam pada istrinya. Wanita itu menerima dan membukanya langsung. Kedua matanya seketika berminat kala terlihat dua burger dalam ukuran sedang di dalam sana. Tangannya terulur masuk lebih dalam untuk mengeluarkan salah satunya. Kemudian di serahkan pada putranya dan berkata, "makanlah ini, Leon!" Leonard menerima dengan mata berbinar lalu pandangannya beralih pada Jaquer, "terima kasih, Ayah!" Belum sempat burger itu masuk ke mulut, terdengar langkah beberapa orang mendekati brankar sambil mendorong kursi roda. "Ruang khusus sudah siap, silakan duduk di sini agar lebih mudah kami pindahkan!" kata seorang perawat dengan nada rendah. Tanpa menjawab, Jaquer segera bertindak untuk memindahkan Leonard pada kursi roda. Sementara istrinya membereskan beberapa barang yang sempat dibawanya. Setelah semua siap, perawat itu segera membawa tubuh Leonard dan yang lainnya ke tempat rawat baru. Ruang rawat VVIP yang dipesan Jaquer. Sebuah ruangan yang terlihat begitu mewah dengan adanya beberapa fasilitas yang memanjakan mata membuat Meilani membuka mulutnya lebar. Bahkan tangannya menarik lengan Jaquer dengan gelisah. "Tenang saja, semua untuk putraku, Sayang," kata Jaquer lembut. Jantung Meilani berdetak lebih kencang, panggilan itu mengingatkan masa indahnya dulu saat keduanya masih dalam masa jaya. Masa sebelum semua hancur akibat ulah seseorang yang tidak bertanggungjawab dan hingga kini orang tersebut belum mampu terkuak. Tidak hanya jantungnya yang over dosis, kedua pipinya pun berubah memerah. Jaquer mengulum senyum lalu memajukan kepalanya sedikit lebih rendah agar mencapai ujung telinga wanita cantik itu. "Jangan menggodaku di sini jika masih ingin aku sehat!" bisik Jaquer lembut. Mendengar kalimat Jaquer seketika wanita muda mengangkat kepalanya dan menatap tajam pada pria itu. Bibirnya yang tipis mengumpul bak bunga mawar yang merekah sempurna. "Turunkan sedikit kecantikan ini, Meime. Aku tidak tahan lagi," ucap Jaquer masih berniat menggoda istrinya. Namun, interaksi indah itu harus berhenti kala terdengar derit pintu terbuka. Tampak sepasang suami istri dengan kesombongannya. Lalu di belakangnya menyusul wanita cantik dengan gaun merah menyala sepanjang lutut. Wanita yang menampilkan keanggunan dan keseksian yang begitu memanjakan mata. "Mei, bagaimana kamu akan membayar semua biaya rumah sakit ini. Apa kamu tahu berapa uang yang dibutuhkan untuk ada di ruang ini, Hah!" "Punya suami kok tidak ada otak. Sudah miskin bergaya mewah! Segera pindahkan pria kecil ke ruang sempit di sana!" kata Richard Hurt--ayah Meilani.Belum sempat Jaquer bertanya lebih jauh, tiba-tiba angin bertiup kencang membawa aura yang berbeda.Tidak hanya angin yang berganti, beberapa desing pisau kecil terbang menuju ke arahnya membuat Jaquer bergerak cepat.Akan tetapi semua di luar kendalinya, salah satu pisau itu berhasil menancap pada dada kanan Meilani, dia hanya diam tanpa menoleh sedikitpun atau memanggil nama suaminya.Tubuh Meilani jatuh ke tanah tanpa daya, dadanya bersimbah darah. Aroma anyir menyeruak menyapa hidung Jaquer membuat pria itu seketika berlari mendekati tubuh itu."Mei, apa yang terjadi, katakan!"Meilani menatap Jaquer dengan senyum tersungging di bibir, dia mengerjap sesaat mengumpulkan seluruh kekuatannya yang tersisa.Jaquer masih mendekap kepala istrinya dan diam menatap datar pada sosok wanita itu. "Pergilah menjauh dari kota ini bawa serta putraku bersamamu sebelum berita ini menyebar!" Suara Meilani keluar sedikit tersendat.Jaquer termangu, "katakan padaku siapa yang menyetir otakmu, Mei, a
"Sudahlah, Tuan, semua hanya menyisakan luka buat apa selalu diingat," kata Xandria. "Kau tidak mengerti semua kisahku, Xandria." Jaquer berkata masih menatap bangunan tua dimana dia dulu menghabiskan malam. "Iya memang benar, saya tidak berada di sana saat itu, tetapi saya masih bisa merasakan kesakitan Tuan Jaquer sekian tahun itu." Xandria berkata dengan nada rendah.Xandria memahami apa yang dirasakan oleh atasannya itu, tetapi dia tidak mau menghakimi sang atasan. Semua baginya sudah kisah silam yang hanya pantas untuk dikenang dan ambil hikmahnya. "Apakah kau lupa saat kau meringkuk di tumpukan jerami dalam keadaan terburuk?"Xandria mengulum senyum tipis, "itu kisah lalu yang harus kulupa, Tuan. Saya harus bisa bangkit, menunjukkan pada mereka bahwa Xandria bisa hidup tanpa campur tangan mereka.""Tapi kenyataannya?"Xandria tersenyum lebih tepatnya berusaha tersenyum meskipun dalam hati luka itu masih ada, dia berjalan meninggalkan Jaquer yang berdiri di ujung jurang. Meli
Jaquer diam saja di punggung kuda putih, dia hanya memerhatikan pertempuran mereka. Setiap sabetan pedang datang ke arahnya, Jaquer hanya menghentakkan lengannya hingga muncul kilatan merah menangkis pedang itu. Kilatan merah terlihat nyata membuat Xio termangu. Apa yang tersirat selama ini dalam mimpinya terbukti sudah. "Maafkan sikapku, Tuan Xio. Ini terjadi secara mendadak," kata Jaquer. "Kau tidak salah, Jaquer. Semua sudah tersirat dalam mimpiku, jadi kali ini kau harus mau menjadi pemimpin klan naga."Untuk sesaat Jaquer terdiam, dia menjadi bingung dengan kalimat Xio. Namun, belum sempat semua terjadi kembali terjadi sabetan pedang yang datang tanpa bisa dihentikan lagi. Banyak anggota yang terluka, Xio membawa seratus anggota Klan Naga berkuda menyisakan sepuluh orang terpilih. "Awas, Tuan Xio!" Suara Jaquer terdengar pilu saat sabetan pedang menyentuh punggung Xio. Apa yang terjadi pada Xio membuat angota lainnya menjadi ciut nyali. Melihat semangat pasukan menurun, ma
Naga emas melesat menyerang Jaquer. Semburan api terus menekan dan menyudutkan pria itu hingga akhirnya tubuh Jaquer menempel pada dinding goa. Tubuh itu bergetar, tetapi Jaquer masih mampu menatap manik merah sang naga. "Atas kesalahan apa hingga kau menyeramgku, Naga?" "Kau telah membangunkan tidur panjangku. Aroma tubuhmu begitu membuatku gila."Jaquer terhenyak kaget, dia pun melangkah maju dengan tangan terulur. Seketika kepala sang Naga menunduk seakan dia memberi hormat. "Hai, sejak kapan kau menjadi penurut, Naga?"Lidah sang Naga terjulur dan mulai menjilat pipi Jaquer. "Akulah yang bersarang di punggungmu, Anak Muda. Segera datang ke bangunan tua barat laut goa ini.""Mengapa aku harus datang ke sana? Tubuhku masih lemah setelah dianiaya Angeli."Terdengar tawa menggelegar dengan kekuatan yang tidak biasa menyapa telinga Jaquer membuat pria itu segera menutup kedua telinganya. "Hentikan tawamu!"Seketika suara itu menghilang berganti dengan sosok pria tua berjenggot. "Buk
Jaquer memindai sekitarnya, dia merasakan adanya aliran tenaga berbeda dalam tubuhnya. Namun, dia masih bingung bagaimana cara menggunakan sumber tenaga itu. Cukup lama dia diam merasakan sebuah pergerakan yang membuat tubuhnya terasa panas dingin. Pandangannya terus berkelana mencari asal aliran tenaga itu, tetapi tidak ada petunjuk sedikit pun. "Apa kabar, Anak Muda!"Jaquer mendengar suara serak khas orang tua dan berilmu, tetapi tidak menemukan sosok itu. "Siapa Anda?""Nikmati apa yang aku beri padamu, setelah malam berjalanlah ke arah utara hingga kau temukan banguna tua. Di sanalah markasmu nanti!"Jaquer termangu mendengar kalimat panjang yang menjelaskan sesuatu yang cukup menarik baginya. Otaknya berputar memahami semua dan merasakan suhu pada tubuhnya. Lambat laun, punggungnya terasa terbakar dan seakan ada benda dingin berjalan di sepanjang punggung. Tangan Jaquer terulur mencoba meraba punggungnya, tetapi tidak menemukan apapun. "Aneh!"Lalu tubuhnya terasa makin dingi
"Simpan semua bukti ini dengan baik, Xandria. Aku ingin kau tetap diam dan memantau semua pergerakan Angeli!""Baik, Tuan. Lalu bagaimana dengan Tuan Muda yang sering bepergian sendiri?"Jaquer terdiam, ujung jarinya mengetuk meja beberapa kali hingga akhirnya dia menatap serius pada bawahannya itu. "Untuk sementara biarkan saja dulu, Angeli tidak akan berbuat lebih."Alexandria mengangguk, setelahnya dia pamit melanjutkan pekerjaan lainnya. Sepeninggalnya Alexandria, Jaquer menghela napas panjang. Pikirannya menerawang jauh pada masa silam dimana dia awal mula dibuang ke sekte Bulan Sabit. "Aku jual ini anak, Tuan Jordan." Seorang pria berkata pada ketua Sekte Bulan Sabit. "Siapa pria ini dan berapa harga yang kau inginkan, Hurt?"Jaquer yang dilempar oleh Richard Hurt hanya meringkuk tanpa daya. Semua yang terjadi pada dirinya membuatnya harus diam memendam setiap penghinaan yang ditujukan mereka padanya. "Aku ingin sebidang tanah di Dubai, juga kemakmuran tanpa batas." Kalimat