Share

Anggota Perkumpulan Iblis Merah

Betapa terkejutnya si Naga Hitam Dari Selatan itu ketika dia menyaksikan adanya puluhan orang berpakaian merah. Semerah darah. Orang-orang tersebut berdiri dengan tegak. Wajahnya sangat sangar melambangkan kebengisan. Sorot matanya memancar dengan tajam. Seperti layaknya mata pedang.

Ketua Adiyaksa mencoba menenangkan dirinya. Dia mulai melihat ke tempat sekeliling Perguruan Naga Langit. Dan orang tua itu lebih terkejut saat dia menyadari bahwa para penjaga perguruan ternyata sudah tewas. Malah ada pula beberapa puluh murid yang juga sudah meregang nyawanya.

Waktu terus berjalan. Entah sejak kapan, tahu-tahu di halaman itu sudah semakin banyak orang-orang yang mengenakan pakaian serba merah darah.

Mereka semua mempunyai penampilan yang serupa benar. Terutama sekali dari warna pakaian dan senjata mereka.

Warna pakaian merah. Senjata juga berupa golok bersarung merah.

Siapa mereka? Kenapa orang-orang itu membantai Perguruan Naga Langit?

Ketua Adiyaksa mencoba untuk tetap tenang. Meskipun saat ini dia sangat panik dan marah, namun dirinya masih berusaha untuk menahan kemarahan tersebut.

Tidak berapa lama kemudian, dari belakangnya muncul pula puluhan murid Perguruan Naga Langit yang tersisa.

Para murid sudah memasang wajah angker. Mereka juga mengenakan ikat kepala berwarna putih.

Ternyata semua murid juga sudah siap. Siap untuk bertempur sampai ke titik darah penghabisan.

Sekarang, di belakang Ketua Adiyaksa juga sudah berkumpul puluan orang. Termasuk pula istri dan anak tunggalnya, Caraka Candra.

"Ayahanda, siapa mereka?" tanya Caraka Candra sambil melirik sekilas ke arah puluhan orang berpakaian serba merah.

"Ayahanda juga tidak tahu. Hanya saja, mereka datang kemari dengan niat buruk. Tak kurang dari dua puluh murid sudah tewas di tangannya," jelas Ketua Adiyaksa.

Darah dalam dada Caraka Candra langsung naik ke ubun-ubun ketika dia mendengar jawaban tersebut. Sepasang matanya memandang tajam. Dari balik bola mata itu, seolah-olah muncul satu kekuatan yang sulit dikatakan.

"Keparat jahanam! Kalau begitu, kawanan tikus ini harus membayar semuanya!" geram Caraka Candra.

"Ayahanda juga berharap begitu. Tapi, sepertinya mereka bukan lawan yang mudah ditundukkan,"

Ketua Adiyaksa bicara dengan jujur. Sebagai orang persilatan, apalagi sebagai Ketua dari sebuah perguruan ternama, tentu dirinya bisa menilai mana lawan yang lemah, dan mana lawan yang kuat.

Terkait orang-orang serba merah itu, menurut penilaiannya, mereka termasuk ke dalam jajaran pendekar kelas satu.

Lawan yang kuat dan sulit untuk dihadapi!

"Kakang, apakah kau punya masalah dengan orang lain?" tanya Nyai Diah Ayu kepada suaminya.

"Hemm, seingatku tidak. Bahkan, rasanya aku baru melihat orang seperti mereka ini," jawab Ketua Adiyaksa.

Si Naga Hitam Dari Selatan itu merasa sangat asing dengan puluhan orang serba merah tersebut. Jangankan punya masalah, bahkan rasanya, bertemu dengan mereka pun baru sekarang ini.

Kalau baru pertama bertemu, lalu bagaimana mungkin bisa punya masalah?

Sementara itu, kini puluhan orang serba merah tersebut semakin dekat jaraknya. Mereka mengepung seluruh wilayah Perguruan Naga Langit dengan ketat. Sedikit pun tidak ada celah.

Jangankan manusia, rasanya lalat pun sulit untuk menerobos keluar masuk kepungan itu.

Melihat ini, Ketua Adiyaksa terkejut juga. Posisi pihaknya sudah terpojok. Jalan keluar sudah tertutup. Tetapi karena belum tahu apa masalahnya, maka dia tidak mau menyerang lebih dulu.

Sebaliknya, Ketua Adiyaksa justru malah bertanya kepada pihak lawan. "Maaf sebelumnya, tolong jelaskan siapa dan apa maksud kedatangan saudara sekalian ini," pintanya.

Salah seorang dari mereka tiba-tiba maju ke depan. Orang itu mempunyai perawkan tinggi kekar. Kulit mukanya garang dan penuh dengan luka codetan. Otot-otot tangannya merongkol keluar. Pertanda bahwa orang tersebut mempunyai tenaga yang besar.

"Perkenalkan, namaku adalah Ranu Brata, pemimpin dari orang-orang ini. Kami adalah anggota Perkumpulan Iblis Merah. Datang kemari untuk memberikan penawaran," ujar pemimpin yang menyebut dirinya bernama Ranu Brata.

Suara orang tersebut terdengar menyeramkan. Sama seramnya dengan wajah dia sendiri.

"Penawaran? Penawaran apa?" tanya Ketua Adiyaksa sambil mengerutkan kening.

"Kami menawarkan kerja sama kepada pihak Perguruan Naga Langit untuk bergabung bersama kami," ujar Ranu Brata tanpa tedeng aling-aling.

Ketua Adiyaksa tersenyum simpul. Senyuman itu walaupun sedikit, namun bisa membuat pihak lawan nauk darah. Sebab itu adalah senyuman ejekan, senyuman tanda tidak sudi.

"Bagaimana kalau kami menolak tawaran tersebut?" tanyanya kemudian.

"Maka anggota Perkumpulan Iblis Merah yang aku bawa ini akan menghancurkan Perguruan Naga Langit,"

Ketika mengucapkan kata-kata terakhir, Ranu Brata meninggikan nada suaranya. Seolah-olah dia sengaja melakukan hal itu agar dapat didengar oleh semua orang.

Di lain sisi, kemarahan puluhan murid Perguruan Naga Langit langsung mencuat ke ubun-ubun kepala. Nyai Diah Ayu dan Caraka Candra pun merasakan hal yang sama.

"Sombong sekali mulutmu itu, sobat," kata Caraka Candra angkat bicara.

Ranu Brata yang merupakan pemimpin gerombolan tertawa lantang. Dia ingin menjawab kata-kata pemuda tampan tadi. Namun sebelum itu, Ketua Adiyaksa malah sudah berkata lebih dulu.

"Baiklah. Kalau begitu, maka secara tegas, pihak Perguruan Naga Putih menolak tawaran tersebut," ujarnya dengan suara yang sangat lantang.

Ketua Adiyaksa mengatakan hal tersebut dengan dorongan tenaga dalam tinggi. Sehingga suaranya menjadi terdengar lebih sangar dan berwibawa. Bahkan dalam nada suara tersebut juga terkandung satu kekuatan yang mampu menyebabkan gendang telinga terasa sakit. Seperti ditusuk oleh ribuan jarum.

Sayangnya, apa yang terjadi berikutnya telah membuat dia terkejut kembali. Kali ini, yang terkejut bukan cuma dirinya seorang. Bahkan orang-orang di sekitarnya juga sama.

Ternyata anggota Perkumpulan Iblis Merah yang ada di sana, satu pun tidak ada yang terpengaruh oleh suara si Naga Hitam Dari Selatan.

Mereka masih terlihat tenang dan berdiri kokoh. Sedikit pun tidak terlihat merasa terganggu atau kesakitan.

Padahal biasanya, ketika Ketua Adiyaksa mengeluarkan jurus Suara Raja Harimau, maka orang-orang yang berada di bawah kemampuannya, pasti akan merasakan kesakitan luar biasa.

Tapi ini … ah, rasanya sulit untuk dijelaskan.

"Hahaha … percuma saja, Adiyaksa. Jurus Suara Raja Harimau milikmu tidak akan terpengaruh kepada anak buahku," kata Ranu Brata sambil tertawa lantang kembali.

"Bagaimana, setelah menyaksikan kejadian barusan, apakah kau akan berubah pikiran?" lanjutnua bertanya.

"Sekali aku berkata tidak. Maka seribu kali pun akan tetap tidak," jawab Ketua Adiyaksa dengan cepat.

"Hemm, baiklah. Kalau begitu rasakan sendiri akibatnya,"

Begitu selesai berkata, Ranu Brata langsung memberikan perintah kepada puluhan anak buahnya.

"Hancurkan perguruan ini!" ujarnya memberikan perintah.

"Baik. Perintah akan segera dilaksanakan," jawab puluhan anggotanya secara bersamaan.

Wushh!!! Wushh!!!

Puluhan bayangan manusia seketika menerjang ke depan. Bayangan merah memenuhi langit. Hawa kematian segera terasa sangat kental.

"Serang!!!" teriak Ketua Adiyaksa.

Pata murid Perguruan Naga Langit berteriak lantang guna menambah kobaran semangatnya. Secara serempak pula, mereka maju menerjang lawannya.

Pedang dan golok mulai berbenturan di tengah udara. Malam yang gelap itu, seketika berubah makin terang ketika percikan bunga api membumbung tinggi ke angkasa raya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status