Wushh!!! Wushh!!!
Bayangan manusia berkelebat dengan cepat. Lima Harimau Gunung telah mengambil tindakan. Mereka mengirimkan serangan berupa pukulan dan tendangan yang cepat sekaligus ganas.Melihat betapa hebatnya serangan lawan, mau tak mau Caraka Candra dibuat terkejut juga. Dia sungguh tidak menyangka bahwa Lima Harimau Gunung ternyata mempunyai kemampuan setinggi ini.Kelima orang itu menyerang dari segala sisi. Mereka benar-benar seperti kawanan harimau buas yang sedang kelaparan. Serangannya tidak pernah berhenti. Bahkan makin lama, mereka makin ganas dalam melancarkan jurusnya.Dalam pada itu, Caraka sedang berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankan dirinya dari jurus-jurus lawan.Pemuda itu bergerak ke sana kemari. Kadang kala dia pun mengangkat kedua tangannya untuk memberikan tangkisan.Pada awal pertarungan, Caraka memang masih mampu meladeni Lima Harimau Gunung. Tetapi setelah lewat dari enam jurus, posisinya perlahan-lahan berubah.Dia mulai terdesak hebat. Pukulan dan tendangan lawan berhasil mengenai tubuhnya dengan telak. Caraka mulai merasakan sakit yang teramat sangat. Darah segar keluar cukup banyak dari mulut dan hidungnya.Pemuda itu semakin menderita. Bahkan penderitaan yang dia rasakan saat ini bukan hanya itu saja. Luka dalam yang sempat dirasakan beberapa hari lalu, sekarang telah terasa kembali.Caraka sudah tidak bisa apa-apa lagi. Selain berusaha menahan sakit akibat serangan lawan, rasanya tiada hal lain yang mampu dia lakukan.Wutt!!! Bukk!!!Sebuah tendangan dengan telak menghantam wajahnya. Disusul kemudian dengan sebuah pukulan yang mengarah ke ulu hatinya.Bukk!!!Caraka Candra terlempar sejauh tujuh langkah ke belakang. Begitu tubuhnya menyentuh tanah, pemuda itu sudah tidak berkutik lagi. Sedikit pun tidak.Sementara itu, begitu melihat pemuda sombong tersebut tergeletak, Lima Harimau Gunung tiba-tiba tertawa lantang."Hei bocah ingusan, kenapa kau tidak berkutik? Apakah kau sudah mampus?" teriak seorang anggota sambil mengejek."Apakah sekarang kau baru mengakui, bagaimana kehebatan Lima Harimau Gunung?" sahut anggota lainnya.Sementara di sisi lain, kakek tua yang tadi tergeletak, ternyata sekarang dia sudah berdiri dengan tegak. Sepasang matanya memandang ke arah Lima Harimau Gunung dengan tajam.Entah kenapa, tatapan mata kakek tua itu sangat berbeda jika dibandingkan dengan sebelumnya. Kalau tadi tampak lelah dan sayu, maka sekarang tampak kejam dan penuh dendam.Lima Harimau Gunung juga dapat melihat hal tersebut. Mereka sebenarnya merasa sedikit heran, tapi hal itu hanya terjadi sekejap mata. Karena detik berikutnya, mereka sudah kembali ke sifat asalnya yang garang dan bengis."Kakek tua, aku tanya sekali lagi, benarkah kau tidak mau menyerahkan buntalan itu?" tanya salah satu anggota Lima Harimau Gunung sambil menunjuk ke sebuah buntalan yang dibawa oleh si kakek."Bukankah sudah aku katakan sebelumnya, kalau aku tidak akan menyerahkan buntalan ini?" kata kakek tua itu menjawab. Suaranya terdengar kalem, tapi di dalamnya jelas mengandung wibawa yang sulit dijelaskan."Kenapa kau tidak mau memberikan buntelan butut itu? Padahal buntelan itu bukanlah barang berharga,""Nah, kalau begitu, kenapa kalian sendiri sangat menginginkan buntelan butut ini? Kalau tahu bukan barang berharga, kenapa pula kalian terus memaksa diriku agar mau memberikannya?"Kakek tua itu bicara dengan lantang. Sepertinya dia tidak mau kalah begitu saja.Sementara di posisi lain, kemarahan Lima Harimau Gunung juga semakin meningkat. Mereka kembali mengambilnya posisinya masing-masing. Dan tanpa banyak berkata, lima orang tersebut lalu langsung menyerang si kakek tua.Wushh!!! Wushh!!!Kelima orang itu menyerang lagi. Serangan mereka lebih cepat dan ganas. Entah sejak kapan, ternyata Lima Harimau Gunung sudah mengeluarkan senjatanya yang berupa cakar besi.Wutt!!! Wutt!!!Kilatan putih keperakan mewarnai kegelapan malam. Di tengah hujan lebat yang terus menggelora, cahaya putih keperakan itu persis seperti kilat yang menyambar datang.Si kakek tua masih tampak berdiri tegak di posisinya. Bukan saja tidak bergerak, bahkan dia terlihat seolah-olah tidak peduli sama sekali. Terhadap serangan Lima Harimau Gunung itu, sepertinya dia memandang ringan.Apakah dia sudah bosan hidup?Wutt!!! Trangg!!! Trangg!!! Trangg!!!Cahaya putih keperakan lainnya tiba-tiba memancar ke seluruh penjuru. Cahaya itu hanya terlihat sekejap. Tapi hawa pembunuhan dan hawa kematian yang datang bersamanya, jauh lebih mengerikan daripada serangan gabungan Lima Harimau Gunung.Benturan keras terjadi. Suara nyaring langsung terdengar menggelegar ke seluruh penjuru mata angin.Setelah suara-suara itu terdengar, keadaan langsung sunyi senyap seperti sedia kala. Tiada lagi serangan ataupun jurus yang mengancam nyawa. Tiada pula bentakan nyaring.Yang ada hanyalah rintik air hujan yang terus membasahi muka bumi. Yang ada hanyalah rasa dingin menusuk tulang.Di tempat itu, Lima Harimau Gunung ternyata sudah berada dalam keadaan jatuh terduduk. Masing-masing tubuh mereka bergetar cukup hebat. Keringat dingin bercampur dengan air hujan. Senjata berupa cakar besi yang selama ini selalu mereka diandalkan, kini telah patah bahkan hingga ke pangkalnya.Wajah mereka tampak sangat pucat.Apakah wajah-wajah itu, pucat karena kedinginan? Atau pucat karena ketakutan?Lima Harimau Gunung diam tidak bergerak. Mereka benar-benar terpukul dengan apa yang baru saja dialami olehnya.Sebenarnya, cahaya keperakan milik siapa yang baru saja menghancurkan semuanya itu? Apakah cahaya itu milik si kakek tua? Lalu, berasal dari benda apakah cahaya tersebut?Tiada yang mampu menjawab pertanyaan tersebut. Sebab jangankan orang lain, bahkan Lima Harimau Gunung sendiri tidak mampu menjawabnya."Pergi sekarang juga!" ucap si kakek tua dengan dingin."Ba-baik, baik. Kami … kami akan pergi sekarang juga," kata salah satu anggota Lima Harimau Gunung.Selesai berkata demikian, kelima orang itu membalikkan tubuh lalu mereka segera beranjak dari sana.Mereka ternyata benar-benar pergi. Bahkan kepergiannya tanpa menengok ke belakang sama sekali.Kalau tidak melihat kejadiannya secara langsung, niscaya tidak akan ada orang yang percaya bahwa Lima Harimau Gunung telah dibuat ketakutan oleh seorang kakek tua.Siapa sebenarnya kakek tua tersebut?Sementara itu, ketika bayangan tubuh Lima Harimau Gunung tidak kelihatan lagi, si kakek tampak menghela nafas panjang. Bahkan dia juga sempat menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali.Kakek tua itu kemudian berjalan ke arah Caraka Candra. Dia berjongkok lalu memeriksa keadaan pemuda tersebut."Hemm, ternyata dia masih hidup. Sungguh hebat, walaupun tubuhnya sudah mengalami luka cukup parah, ditambah lagi dengan luka yang diakibatkan oleh serangan Lima Harimau Gunung tidaklah ringan, ternyata pemuda ini benar-benar mampu mempertahankan selembar nyawanya," gumam si kakek tua sambil menghela nafas."Siapa pemuda ini sebenarnya?"Pertanyaan itu tiba-tiba saja muncul dalam benaknya. Dia tidak kenal kepada pemuda tersebut. Jangankan begitu, malah bertemu pun baru kali ini saja.Tapi kenapa dia mau menolongnya?Tanpa banyak membuang waktu, si kakek tua pun pada akhirnya segera membopong tubuh Caraka Candra. Dia langsung pergi dari sana.Wushh!!!Hanya satu kali kakinya menjejak tanah, bayangan tubuhnya sudah berada tiga sampa empat tombak dari tempatnya tadi.Sungguh ilmu meringankan tubuh yang sudah sangat tinggi!Rintik air hujan sudah berhenti. Berhenti seluruhnya. Kegelapan malam pun sudah menghilang. Sekarang sudah tiada lagi rasa dingin menusuk tulang, yang ada hanyalah kehangatan yang memberikan kenyamanan. Pagi hari telah tiba. Sinar mentari di pagi ini terlihat begitu cemerlang. Awan putih berarak mengikuti arah mata angin. Burung-burung berterbangan ke sana kemari dengan lincah. Di pinggir hutan itu ada sebuah sebuah gubuk reot berukuran kecil. Gubuk itu beralaskan tanah dan beratapkan daun kelapa yang dianyam. Walaupun terlihat jelek, tapi jelas, gubuk itu membawa suatu kenyamanan tersendiri. Di sebuah pendopo kecil yang ada di depannya, seorang kakek tua sedang duduk seorang diri. Di depannya ada kopi hitam yang diseduh dalam cangkir bambu. Tidak lupa juga, kakek tua itu pun membakar tembakau yang sudah hampir habis. Wushh!!! Asap tembakau yang berwarna putih menggulung tebal ke depan ketika kakek tua itu menghembuskan nafasnya dengan panjang. Tidak lama kemudian, dari dalam g
Pemuda tampan yang selalu mengenakan pakaian serba hitam itu segera membalikkan tubuhnya. Tanpa banyak bertanya lagi, dia langsung saja melesat menggunakan ilmu meringankan tubuhnya. Di tengah perjalanan, Caraka Candra merasa sedikit terkejut. Sebab sekarang ini, tubuhnya tidak lagi terasa ngilu dan sakit seperti hari kemarin. Sekarang, tiba-tiba dia merasa lebih segar bugar daripada biasanya. Bahkan menurut anggapannya pribadi, ilmu meringankan tubuhnya seperti meningkat. Meskipun peningkatannya tidak terlalu banyak, tapi hal itu saja jelas bukan kejadian biasa. Caraka baru mengalami kejadian seperti ini. Dan dia benar-benar merasa aneh kepada dirinya sendiri. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Kenapa pula dia merasa tenaganya makin meningkat? Pemuda itu sebenarnya ingin terus memikirkan hal tersebut. Sayangnya, hal itu tidak bisa dia lakukan secara terus menerus. Selain daripada itu, secara tiba-tiba sepasang telinganya juga mendengar adanya dentuman keras yang berasal dari ara
Saat itu, Caraka Candra sedang memusatkan perhatiannya ke depan sana. Dan pemuda serba hitam itu sangat terkejut ketika melihat si kakek tua telah kalah di tangan tujuh orang yang menginginkan kematiannya. Tapi, dia jauh lebih terkejut ketika menyadari ada sebuah bayangan yang sedang melesat ke arahnya. Caraka ingin menghindar, tapi sayangnya dia terlambat! Bayangan yang dimaksud sudah tiba di depan matanya! Wutt!!! Sebatang tongkat tahu-tahu melayang dan mengincar batok kepalanya. Serangan itu datangnya sangat cepat. Siapa pun tidak ada yang sanggup membayangkannya. Seluruh tubuh Caraka bergetar. Nyawanya di ujung tanduk. Untunglah pada saat-saat yang menentukan itu, dia masih dapat mengingat keadaan dirinya. Dalam kekagetan, tubuhnya tiba-tiba melayang mundur sejauh enam langkah. Ancaman dari tongkat sirna saat itu juga. Dia pun selamat dari maut! "Siapa kau?" tanya si Tongkat Dua Jalan yang kini telah berdiri tepat di hadapannya. "Aku bukan siapa-siapa. Aku hanyalah orang y
Apakah kakek tua itu adalah seorang tokoh pendekar yang selama ini bersembunyi dan mengasingkan diri dari dunia luar? Ataukah ia adalah seorang Dewa yang turun dari langit sana? Tiada yang tahu akan jawaban dari semua pertanyaan tersebut. Yang pasti, ia adalah kakek tua yang bernasib malang. Bagaimana tidak? Ia menjadi korban keganasan tujuh orang manusia lainnya. Siapa pun yang melihat peristiwa tersebut, pasti akan merasa marah. Akan pula merasa kasihan karena melihat betapa kejamnya mereka menghajar orang tua itu. Ternyata apa yang dikatakan oleh orang-orang tua jaman dulu memang benar adanya. Orang tua jaman dahulu sering mengatakan bahwa manusia adalah makhluk hidup paling kejam yang terdapat di muka bumi ini. Sepertinya ungkapan tersebut tidak salah. Bahkan sepenuhnya benar. Di dunia ini, adakah binatang yang rela membunuh keluarga sendiri hanya demi sebuah ambisi? Di muka bumi, sudah tentu banyak manusia yang pernah melihat seorang maling menjebol jendela atau pintu rum
Tubuh Caraka Candra sudah tidak berdaya lagi. Ia tidak bisa bergerak sama sekali. Seakan-akan seluruh tubuhnya telah mati. Rasa sakit yang berasal dari tengkuknya semakin menjadi. Rasa sakit itu tidak hanya menyerang tubuh bagian luar, bahkan bagian dalamnya juga tidak terkecuali. Caraka Candra merasakan organ dalam tubuhnya panas. Panas seperti dibakar. Keringat panas dan dingin telah merembes keluar membasahi seluruh tubuhnya. "Kau pikir dirimu bisa bersembunyi dari kami?" Sebuah suara yang berat dan serak parau tiba-tiba terdengar dari arah belakangnya. Pemuda serba hitam tersebut mencoba melirik dengan ekor mata, tapi sayangnya usaha itu sia-sia. Setelah mendengar suara barusan, ia menyadari bahwa tengkuknya ternyata telah diremas oleh seseorang. Seseorang yang mempunyai kemampuan tinggi tentunya. "Apakah ... apakah kau adalah si Tongkat Dua Jalan?" tanyanya sedikit gugup. "Hemm, bagus. Ternyata kau masih ingat," suara yang sama seperti sebelumnya terdengar lagi. Bersama
Langkah yang secara tiba-tiba tersebut tentu saja juga membuat si Tongkat Dua Jalan kaget. Ia tidak mengira kalau pemuda serba hitam yang menjadi lawannya akan mengamb tindakan seperti itu. Akibatnya, serangan beruntun yang ia lancarkan menggunakan tongkat andalannya sendiri, menjadi mengenai udara kosong. Tetapi sebagai pendekar aliran sesat yang sudah mempunyai nama besar, tentu saja ia segera bertindak dengan sigap. Gaya serangannya berubah total. Yang tadinya berputar dan lebih mengincar tubuh bagian atas, sekarang justru menotok ke bawah. Ia mengincar seluruh tubuh Caraka Candra. Walaupun gaya serangannya berubah, tapi inti dari jurusnya tetap sama. Tetap cepat dan mematikan. Caraka berpikir bahwa langkah yang dia ambil ini merupakan jalan yang terbaik. Namun yang terjadi selanjutnya justru malah sebaliknya, posisinya makin tidak menguntungkan! Ia semakin berada di bawah angin. Setiap saat, ujung tongkat lawan bisa saja mengenai tubuhnya dengan telak. Wutt!!! Kaki pemuda
"Hemm, manusia mana yang sudah berani melakukan hal itu?" Rekannya yang lain ikut bertanya. Ia pun berjalan ke depan seraya diikuti oleh rekan-rekannya yang lain. Tujuh Singa Hutan sudah berdiri sejajar kembali. Mereka semua memandang ke tempat sekelilingnya. Orang-orang itu mencari sedang siapa tahu pelaku yang sudah berani ikut campur.Sayangnya, walaupun sudah cukup lama mencari, tapi hasilnya tetap nihil. Mereka tetap tidak berhasil menemukan pelakunya. Karena sudah tidak kuat menahan rasa marah, akhirnya si Tongkat Dua Jalan kembali mengambil tindakan. Ia menyerang Caraka Candra lagi dengan gerakan dan tenaga yang sama. Namun kejadian seperti sebelumnya kembali terjadi. Sebuah batu kerikil seukuran ibu jari telah menghantam tongkatnya dengan sangat keras. Saking kerasnya, sampai-sampai tongkat pusaka itu hampir terlepas dari genggaman tangannya. "Keparat! Manusia atau setan yang telah berani menggangguku?" Si Tongkat Dua Jalan merasa lebih marah lagi. Sebagai tokoh yang su
Saat itu tengah malam. Hujan turun membasahi bumi dengan lebatnya. Ledakan guntur dan sambaran kilat, terus mewarnai malam tanpa mengenal kata berhenti.Angin malam di tengah hujan berhembus kencang. Menambah rasa dingin yang makin lama makin menjadi. Tanah becek. Genangan air tampak di sana sini. Keadaan sepi sunyi. Kecuali pepohonan, rasanya tidak ada makhluk hidup lain yang terlihat oleh pandangan mata. Pada saat-saat seperti ini, seolah-olah di muka bumi sudah tidak ada lagi kehidupan. Jangankan manusia, bahkan seekor binatang liar pun tidak terlihat batang hidungnya. Lewat setengah jam, hujan mulai mereda. Tapi sambaran kilat masih terus menyambar-nyambar. Keadaan masih mencekam. Sepi. Sunyi. Tiba-tiba, dari balik kegelapan terlihat ada manusia yang berjalan seorang diri. Semakin lama, bentuk tubuhnya makin terlihat jelas. Ternyata dia seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tahun. Pemuda itu mengenakan pakaian hitam. Wajahnya sangat tampan. Kedua matanya jeli dengan alis