Share

Bab 4

“Aku selalu bersikap sopan dan perhatian padanya , tapi dia nggak pernah menganggapku sama sekali selama ini,” ujar Panji sambil membelai janggutnya.

Kemudian dia kembali berkata sambil menyeringai, “Aku nggak bisa melakukan apa pun padanya sebelumnya. Tapi, hari ini ….”

Panji dengan cepat menggerakkan tangannya seakan hendak memanggil Lucy sambil menepuk pahanya seraya berkata, “Kemarilah! Duduklah di sini! Aku sangat menyukaimu.”

Dring ….

Irama piano tiba-tiba saja terdengar berantakan. Lucy buru-buru melepaskan tangannya dari tuts piano lalu berdiri dan meminta maaf kepada para penonton di ruang istirahat. Kemudian dia kembali memaksakan senyumannya ke arah Panji lalu membuat beberapa gerakan dengan jarinya tepat di depan dada.

Lucy dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri berusaha menyelamatkan seseorang dalam kecelakaan mobil yang membuatnya kehilangan pita suaranya. Gas bersuhu tinggi itu membakar pita suara Lucy dan membuat perempuan itu tidak lagi bisa mengeluarkan suara dari mulutnya.

Gerakan jari yang dilakukannya adalah bahasa isyarat yang sudah dipelajarinya selama bertahun-tahun.

“Pak Panji, mohon maaf. Saya harap Bapak mendapatkan pengalaman yang menyenangkan di tempat ini. Sekarang saya harus pulang untuk mengurus putri saya,” ujar Lucy dengan bahasa isyaratnya.

Lucy menunduk lalu buru-buru berjalan menuju pintu keluar. Namun, Panji tiba-tiba saja menarik gaunnya tepat ketika Lucy berjalan melewati Panji menuju pintu keluar.

“Mau ke mana, sih? Kenapa buru-buru?” tanya Panji sambil terkekeh.

“Kamu pasti belum tahu kan kalau anakmu yang bernama Elena itu sudah dibawa oleh Yura ke keponakanku. Kamu pasti tahu keponakanku, kan? Walaupun dia itu nggak terlalu pintar, tapi dia tuh suka banget main sama anak-anak kecil cantik. Tapi, sayangnya anak kecil yang waktu itu sempat main sama dia harus mengalami nasib nahas. Karena keponakanku nggak sengaja mendorong gadis kecil itu sampai jatuh dari atas balkon,” lanjut Panji sambil terkekeh.

Tubuh lembut Lucy tiba-tiba bergetar. Dia menatap Panji dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Matanya perlahan mulai berkaca-kaca. Tidak lama kemudian, dia pun menangis tanpa suara. Lucy tahu kalau Panji tidak berbohong kepadanya. Dia juga tahu kalau Yura pastinya mampu melakukan hal gila seperti itu pada anaknya.

Tubuhnya gemetar dengan air mata yang sudah menggenang di matanya. Namun, dia tidak bisa mengeluarkan suara apa pun.

Kenapa Nasib putrinya harus seperti ini?

“Kenapa? Kamu sedih, ya?” tanya Panji.

Kemudian dia kembali berkata sambil mencibir, “Kamu mau melindungi nyawa putrimu, kan? Gampang saja, kok! Kamu kan tahu gimana aku memperlakukanmu selama ini. Aku sih cuma mau kamu bermesraan sama aku di sini di hadapan orang-orang ini. Dengan begitu, anakmu pasti akan aman dan sehat.”

Wajah Lucy seketika memucat dingin seakan saat ini dirinya berada di sebuah gunung es.

Binatang ini!

Panji Batara selalu saja berusaha untuk menggodanya dan melakukan berbagai cara agar Lucy mau diajaknya naik ke tempat tidur sejak Lucy pertama kali bekerja di tempat ini. Namun, Lucy selalu berusaha menghindar dengan berbagai cara. Bahkan dia sampai bersembunyi di sana dan di sini untuk melindungi kesuciannya dari manusia-manusia biadab seperti Panji.

Namun, Lucy tidak pernah menyangka kalau Yura akan tega memberikan Elena kepada salah satu anggota keluarga Batara yang memiliki keterbelakangan mental.

Apa yang dilakukan Panji saat ini bagaikan menabur garam di atas luka hati Lucy. Bisa-bisanya Panji menggunakan Elena sebagai bahan ancamannya kepada Lucy.

“Jadi, gimana? Kamu sudah mempertimbangkannya, kan?” tanya Panji sambil memandangi wajah cantik Lucy yang membuatnya hatinya terasa semakin panas.

Kemudian Panji kembali mengulurkan jarinya sebagai isyarat untuk memanggil Lucy lalu berkata, “Aku yakin kamu pasti sudah memikirkannya dengan baik. Sudahlah, nggak perlu malu begitu sama aku.”

“Kami semua di sini kan bukan orang asing bagimu, jadi nggak perlu malu-malu.”

“Layanilah aku dengan baik biar kami semua di sini bisa melihatnya dengan mata lebar.”

Prok! Prok!

Orang-orang langsung berseru dan bertepuk tangan dengan meriah sambil tertawa terbahak-bahak.

Para pemuda yang ada di ruang VIP benar-benar bersemangat. Bahkan mereka bersiul pada Lucy berusaha menggodanya seraya berkata, “Kak Panji yang menikmatimu dan kami bisa menontonnya dengan bahagia. Semua orang pasti akan dapat bagian masing-masing!”

“Lucy, kamu pasti akan dapat berkah yang tiada akhir kalau kamu bisa melayani Kak Panji dengan baik.”

“Iya, benar, tuh! Lagi pula, kamu juga sudah pernah melahirkan. Tapi, di sini kamu selalu saja berlagak suci!”

“Bukankah putrinya jatuh ke tangan keluarga Randala? Lalu kenapa juga dia masih berpura-pura menolak Kak Panji ….”

Berbagai macam lelucon dan ejekan penuh sarkasme berkumandang di seluruh ruang VIP. Lucy hanya bisa menangis dengan tubuh gemetar dan tanpa suara.

Dia tidak bisa membantah perkataan orang-orang itu. Jadi, dia hanya ingin memohon sedikit belas kasihan dari mereka semua. Dia memohon kepada Panji agar laki-laki itu bisa membantunya. Kemudian dia menggunakan bahasa isyarat untuk mengungkapkan permohonannya. Gerakan bahasa isyaratnya terlihat berantakan dan buru-buru serta tidak rapi dan teratur seperti biasanya. Air mata yang mengalir dari matanya terus menetes di pipi dan tangannya.

“Kenapa kamu nangis? Aku maunya kamu tuh tertawa!”

Panji sama sekali tidak mengerti bahasa isyarat, jadi dia tersenyum kejam seraya berkata, “Kamu dan anakmu pasti akan dapat masalah besar hari ini kalau kamu nggak mau melayaniku!”

Tubuh Lucy bergetar ketakutan. Air mata sudah memenuhi wajahnya yang cantik. Dia merasa dihina, tidak berdaya dan putus asa di saat yang bersamaan.

“Cepat! Kami semua sudah menunggu pertunjukanmu di sini!”

Panji menatap Lucy semakin erat yang membuatnya semakin merasa panas lalu dia pun berkata, “Cepat! Kamu nggak mau anakmu mati, kan? Jadi, jangan buat kami semua menunggumu!”

Lucy sudah benar-benar putus asa. Akhirnya, dia mengambil langkah berat untuk maju ke depan. Kemudian secara perlahan dia mulai berlutut.

Brak!

Tiba-tiba saja sebuah suara nyaring terdengar. Namun, suara itu bukanlah suara dari lutut yang menyentuh lantai, melainkan sebuah tangan yang kuat yang tiba-tiba menggenggam tangan Lucy. Tangan itu memegangi pergelangan tangan Lucy seakan dia berusaha menahan Lucy agar tidak berlutut di atas lantai.

Telapak tangan itu terasa hangat, tapi juga kuat dan bertenaga.

Raka Ganding!

Laki-laki itu muncul sambil menggendong Elena dalam pelukannya. Dia menatap perempuan itu seakan ada berbagai macam kata yang ingin diungkapkannya. Namun, apa yang keluar dari mulutnya hanyalah sebuah kalimat singkat dan sederhana.

“Aku datang!”

“Siapa orang itu?” tanya Panji dengan penuh amarah setelah sempat tertegun selama beberapa saat ketika Raka tiba-tiba muncul dan menahan Lucy.

Orang yang sudah merusak kesenangan seorang Panji harus mati!

“Pak Panji!”

Tidak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki yang terburu-buru dari banyak orang. Sekitar delapan orang penjaga keamanan masuk ke dalam ruang VIP lalu bergegas menghampiri Panji.

Kemudian salah satu dari penjaga itu berkata kepada Panji, “Pak Panji, pemuda itu tiba-tiba saja datang dan langsung menerobos masuk ke dalam tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada kami. Bahkan kami juga tidak bisa mencegah atau pun mengejarnya.”

Para pemuda kaya raya yang berada di ruang VIP langsung melirik kesal ke arah Raka. Di dekat Panji juga ada beberapa laki-laki berotot dan bertato yang kemungkinan adalah pengawalnya. Mereka bergegas maju lalu mengepung Raka.

Namun, Raka sama sekali tidak memedulikan mereka semua. Di matanya saat ini hanya ada Lucy seorang. Raka melihat mata Lucy yang dipenuhi air mata yang membuatnya terlihat takut, panik dan terkejut di saat yang bersamaan. Raka dan Lucy saling bertatapan satu sama lain. Kemudian mereka menatap putri yang ada di dalam pelukan Raka.

“Kamu mengenaliku, kan?” tanya Raka sambil membelai rambut Elena dengan lembut.

“Terima kasih karena sudah memberiku seorang putri yang sangat cantik. Aku juga ingin minta maaf karena aku datang terlambat,” lanjut Raka.

Bibir tipis Lucy bergetar dengan air mata yang kembali mengalir dari kedua matanya. Berbagai macam emosi bergejolak di dalam hatinya sampai membuat napasnya tidak beraturan.

Dia menggigit bibirnya lalu membuat gerakan dengan tangannya untuk berkomunikasi dengan bahasa isyaratnya. Namun, dia tiba-tiba menyerah karena dia sudah benar-benar tidak bisa lagi mengendalikan emosinya. Akhirnya, dia menunjuk ke arah Elena lalu menunjuk ke jantungnya. Kemudian dia melakukan gerakan memeluk lalu berjongkok di atas lantai sambil memeluk lututnya dan menangis tanpa suara.

“Aku mengerti bahasa isyarat,” ujar Raka sambil membantu Lucy berdiri.

Kemudian Raka mulai mengatakan setiap kata yang dikatakan Lucy dengan bahasa isyaratnya tadi.

“Kamu menyuruhku untuk pergi dari sini karena di sini berbahaya, kan? Kamu juga menyuruhku untuk segera pergi bersama Elena dari sini tanpa perlu memedulikanmu. Semua ini kamu lakukan untuk melindungiku dan Elena.”

“Lalu kamu merasa kalau aku nggak akan bisa melarikan diri kalau membawa Elena. Jadi, kamu memintaku untuk pergi sendiri dan meninggalkan Elena di sini.”

“Kamu juga bilang kalau kamu selalu mengingatku dan merindukanku.”

Tubuh Lucy bergetar hebat. Air matanya mengalir dengan sangat derasnya bagaikan air terjun yang jatuh di atas sungai. Jadi, laki-laki ini bisa bahasa isyarat?

Dia bisa memahami semua gerakan bahasa isyarat Lucy yang berantakan. Lalu kenapa Raka tidak segera pergi dari sini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status