Hayo! Ada yang bisa menebak, apa yang dilakukan Bai Zhi?
Setelah tangis Zhao Xueyan mulai mereda, Kaisar Tian Ming dengan lembut mengangkat tubuh istrinya. Dia membaringkan Zhao Xueyan perlahan di atas ranjang, memastikan wanita itu nyaman. Tangannya yang besar dan hangat membelai rambut hitam Zhao Xueyan, menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah istrinya itu. Matanya menatap lembut, berbeda dengan tatapan dingin yang dulu membuat hati Zhao Xueyan hancur.Zhao Xueyan hanya menatap kosong ke atas, air matanya masih menetes perlahan. Tangannya menempel di atas perutnya, seolah berusaha melindungi calon bayinya.Melihat itu, Tian Ming menunduk, mencium kening Zhao Xueyan dengan penuh kelembutan.“Xueyan,” panggilnya pelan.Zhao Xueyan hanya diam.“Aku … aku minta maaf, atas apa yang aku lakukan padamu. Semua perkataanku … semua perlakuanku, itu tidak pernah benar-benar berasal dari hatiku.”Mata Zhao Xueyan bergerak menatap wajah suaminya, masih dengan tatapan luka dan ketidakpercayaan.Tian Ming menarik napas dalam, suaranya terdengar
Pria itu tidak melawan. Tatapannya menatap Zhao Xueyan lembut di balik kain hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Suaranya pelan, dalam, dan terdengar menahan emosi.“Zhao Xueyan.”Deg! Tubuh Zhao Xueyan menegang. Tangannya yang memegang belati sedikit bergetar, matanya membesar menatap pria itu, seolah tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Suara lembut itu suara yang dirindukannya hingga membuat hatinya sakit setiap malam.Dengan suara lirih bergetar, Zhao Xueyan berkata, “Tian Ming? Itu, kau?”Pria itu perlahan mengangkat tangannya, melepas penutup kepalanya. Rambut panjang hitam kebiruan itu tergerai, menampakkan wajah tampan dan dingin yang sangat ia kenal. Mata obsidian itu menatapnya dalam, ada rasa rindu dan luka di sana.“Ya … ini aku, Xueyan,” jawab Tian Ming pelan namun lembut. Seketika tatapan Zhao Xueyan berubah. Rasa rindu yang sempat menari di matanya berubah menjadi amarah dan kekecewaan yang membakar. Tangannya yang memegang belati semakin menekan hingga
Malam itu langit gelap gulita, hanya diterangi purnama yang menggantung di atas rumah sederhana milik nenek Hong. Angin malam berembus pelan, menyejukkan suasana desa kecil itu. Di dalam rumah, Zhao Xueyan tertidur lelap begitu juga Niuniu yang berada di kamar lain, sedangkan nenek Hong sudah terlelap di kamarnya.Namun, di luar rumah, suasana mencekam.Bayangan-bayangan hitam melesat cepat tanpa suara. Mereka mengepung seluruh penjuru rumah. Mata mereka berkilat dingin di balik penutup wajah yang hanya menyisakan sorot mata. Setiap dari mereka memancarkan aura kultivasi tingkat tanah lanjutan tiga, menandakan bahwa mereka bukan pembunuh bayaran biasa.“Bunuh dengan sekali tebasan!” perintah salah satu dari mereka dengan aura yang membunuh. Salah satu dari mereka memberi isyarat dengan tangan, menunjuk jendela kamar Zhao Xueyan. Yang lainnya mengangguk, lalu bergerak maju dengan pedang spiritual di genggaman. Aura membunuh mereka semakin menebal. Tapi tiba-tiba…Saat pedang mereka ha
Nenek itu menatap Zhao Xueyan lama, seolah menatap lebih dalam ke mata sang wanita muda yang penuh dengan luka dan kesedihan tersembunyi. Lalu nenek itu mengangguk pelan.Tak lama kemudian, nenek tua itu menunjuk ke sebuah jalan menurun kecil di pinggir hutan. “Beloklah ke sana, rumahku ada di bawah bukit kecil itu.”Kusir menepuk tali kendali kudanya, dan kereta berbelok perlahan mengikuti petunjuk nenek tua itu.Setelah beberapa menit, akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu tua. Halamannya luas, dipenuhi pohon plum dan beberapa batang kayu bakar yang tersusun rapi. Terlihat ada sumur kecil di samping rumah, serta pagar bambu rendah yang setengah lapuk.“Nek, rumahmu sangat tenang,” ucap Niuniu dengan kagum.Nenek itu tertawa pelan, suara tawanya terdengar serak namun hangat.“Ya … memang tidak ada siapa-siapa di sini… hanya aku seorang diri.”Zhao Xueyan menatap nenek itu dengan mata sendu, ikut turun dari kereta bersama Niuniu dan membantu nenek
Di dalam kereta, suara roda yang bergesekan dengan tanah berbatu terdengar berirama menenangkan. Zhao Xueyan duduk bersandar di kursi, tangannya menepuk pelan perutnya yang membuncit, sementara tatapannya kosong menatap tirai kereta yang bergoyang tertiup angin.Niuniu yang duduk di depannya menatap majikannya dengan raut khawatir.“Permaisuri,” panggil Niuniu pelan.Zhao Xueyan menoleh dengan mata yang sayu namun lembut. Niuniu menatapnya penuh rasa ingin tahu lalu bertanya hati-hati,“Permaisuri, apa anda tidak ingin kembali ke Kekaisaran Zhengtang? Bertemu Raja Zhao Yun dan Ratu Bing Qing mereka pasti mengkhawatirkan Anda.”Zhao Xueyan tersenyum tipis mendengar pertanyaan itu, senyum yang terasa getir di bibirnya.“Tidak, Niuniu,” jawab Zhao Xueyan pelan sambil menunduk menatap kedua telapak tangannya. “Aku tidak ingin membuat mereka bersedih. Jika mereka melihatku seperti ini mereka hanya akan merasa sakit hati dan khawatir. Biarlah mereka berpikir aku baik-baik saja di Kekaisaran
Keesokan paginya, suasana aula jamuan pagi dipenuhi aroma wangi sup ayam ginseng dan bubur mutiara khusus ibu hamil. Pelayan sibuk berlalu-lalang menyiapkan makanan, sementara Ibu Suri Gao duduk di kursinya dengan senyum lebar yang tak kunjung pudar, seolah baru saja sembuh dari penyakit panjang.Putri Min Ji duduk di sebelahnya, mengenakan hanfu sutra kuning gading dengan selendang hijau muda, wajahnya berseri-seri.Ibu Suri Gao mengambil mangkuk bubur hangat yang aromanya begitu harum, lalu mengaduknya perlahan dan meniupnya dengan hati-hati.“Min Ji, ayo makan bubur ini. Ibu sendiri yang memasakkannya untukmu,” ujar Ibu Suri Gao dengan nada penuh kasih sayang.Putri Min Ji tersenyum manis, menatap sang mertua dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih, Ibu … Ibu terlalu baik padaku.”Tuan Min Ho dan Nyonya Kim Na duduk sambil menatap putri mereka dengan penuh kebanggaan. Mereka tersenyum lebar melihat bagaimana Ibu Suri Gao memperlakukan Putri Min Ji bak porselen mahal, sangat berbeda