Beberapa hari setelah perang besar yang mengguncang benua Yunzhu, keadaan perlahan mulai stabil. Puing-puing kehancuran mulai dibersihkan. Para penduduk yang selamat bergotong royong membangun kembali rumah-rumah mereka yang hancur. Di langit, awan putih menggantung tenang, seolah ikut menghembuskan napas lega.Kabar kemenangan Kekaisaran Tianyang tersebar cepat ke berbagai penjuru. Kekaisaran Zhengtang, Heifeng, dan Changhai mengirim utusan dan persembahan sebagai bentuk ucapan selamat, ikut merayakan akhir dari kegelapan yang sempat menyelimuti dunia. Lentera-lentera dibiarkan tergantung di depan rumah-rumah, bendera kemenangan berkibar pelan tertiup angin musim semi.“Ayo! Kita bangun kembali rumah kita bersama-sama!” seru seorang jenderal memberikan semangat. Di sebuah klinik pengobatan yang terletak tak jauh dari istana kekaisaran, Zhao Xueyan tampak sibuk. Mengenakan jubah putih bersih dengan rambut diikat sederhana, ia memeriksa beberapa prajurit yang duduk berjajar menanti pe
Mentari pagi perlahan naik dari balik cakrawala, cahayanya menembus kabut tipis dan sisa-sisa asap di medan perang. Kilau keemasan itu menyinari tubuh-tubuh yang tergeletak kaku, juga wajah-wajah para prajurit yang masih berdiri, meski lutut mereka gemetar dan napas mereka tersengal.Pasukan kekaisaran akhirnya pulang membawa kemenangan telak. Mereka bersorak gembira meski ada kesedihan karena rekan mereka yang gugur, dan mata-mata yang sembab menahan tangis.Kaisar Tian Ming yang masih terbaring lemah di atas tandu, dikelilingi para tabib dan dijaga ketat oleh pengawal serta Zhao Xueyan, membuka matanya perlahan. Suaranya serak, tapi tegas.“Zhao Yun …jenderal Zhang … semua jenderal .…”Mereka segera berlutut di samping tandu, menunduk penuh hormat.“Bawa pulang jasad para pahlawan kita .…” lanjut Tian Ming dengan nada berat, “kuburkan mereka dengan hormat. Jangan ada satu pun yang tertinggal.”“Siap, Yang Mulia,” jawab Jenderal Zhao Yun dengan mata berkaca-kaca. “Kami akan pastikan
Di tengah medan perang yang mulai sunyi, hanya suara angin dan tangis lirih Zhao Xueyan yang terdengar. Aroma darah dan debu masih melekat di udara, namun tidak ada lagi suara pedang maupun sihir. Para prajurit kekaisaran Tianyang berdiri diam, menunduk dalam hening, memberi penghormatan untuk sang kaisar mereka, Tian Ming yang kini terbaring diam di pelukan Zhao Xueyan.Tubuh Zhao Xueyan bergetar, tangisnya belum berhenti. Di pelukannya, tubuh Kaisar Tian Ming masih tampak pucat, meski nyawanya masih berdenyut lemah. Darah membasahi zirah kekaisaran di tubuhnya, dan pelipis Zhao Xueyan sendiri sudah dipenuhi luka dan debu, namun dia tidak peduli."Kenapa kau begitu bodoh .…" bisik Zhao Xueyan lirih, jemarinya menyentuh wajah Tian Ming. "Kau seharusnya tidak menggantikanku .…"Tak jauh dari sana, Kaisar Zheng Yu berdiri tegap. Matanya tertuju pada Zhao Xueyan, dan raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran serta rasa bersalah yang dalam. Ia akhirnya melangkah pelan, ingin menghampiri.Na
Kaisar Tian Ming melesat cepat, menghantam tanah dan batu di jalurnya. “Bodoh! Jangan kau pikir aku akan membiarkanmu mati sendirian!”Dalam satu hentakan cepat, Kaisar Tian Ming memeluk Zhao Xueyan dari belakang, lalu memutar tubuh mereka dan melempar Zhao Xueyan sejauh mungkin dengan seluruh kekuatan spiritual yang tersisa.“Tian Ming! Tidak!!” jerit Zhao Xueyan ketika tubuhnya terhempas menjauh, jatuh di atas tanah dengan keras.Ledakan besar mengguncang langit.Boom!Duar! Cahaya hitam dan emas meledak bersamaan. Suara ledakan membelah langit, membuat seluruh medan perang terdiam. Tanah bergetar, gunung di kejauhan pun tampak bergetar, dan cahaya hitam itu akhirnya menghilang … bersama tubuh kaisar iblis.Zhao Xueyan langsung bangkit meski tubuhnya gemetar. Debu masih mengepul tebal, dan hawa panas menyengat kulitnya. Tapi dia tak peduli. Dia berlari, terhuyung, memanggil nama yang terus bergetar di bibirnya.“Tian Ming! Di mana kau?! Jawab aku!”Akhirnya, di balik reruntuhan beb
Kini empat lawan satu, kaisar iblis tidak terlihat kewalahan. Dia bahkan terus memprovokasi keempatnya. Namun, baik Kaisar Tian ataupun Zhao Xueyan dan kedua naga itu tidak terpengaruh sama sekali. Kaisar iblis kemudian meledakkan auranya membentuk pusaran energi, membuat Bai Zhi dan Bai Long yang ingin menyerang dari samping langsung terhempas jauh. “Kalian benar-benar pengecut, berani keroyokan,” ejek kaisar iblis. Bai Long dan Bai Zhi terlihat memegangi dada mereka yang sakit. “Dasar iblis jelek!” gerutu Bai Long. Sementara itu.Di tengah pusaran energi yang mengguncang tanah dan langit, Zhao Xueyan bergerak lincah seperti bayangan perak. Matanya tajam, mencermati tiap celah dalam pertahanan lawan. Saat kaisar iblis meluncurkan serangan berat ke arah Tian Ming, Zhao Xueyan melihatnya, sebuah titik lemah di bawah dada kanan.Tanpa ragu, dia melesat.Pedangnya menyala dengan energi spiritual murni. Dalam sekejap, dia menebas lurus ke arah celah itu.Srettt!"Aaargh!!" kaisar ibli
Di langit yang mulai memerah oleh cahaya fajar dan percikan Qi yang membakar udara, pertarungan antara Bai Long dan Bai Zhi melawan naga monster milik Kaisar Iblis mencapai puncaknya. Dua naga legendaris itu melayang gagah, tubuh mereka dipenuhi luka, namun tatapan mereka tetap tajam dan penuh semangat.Bai Long melesat ke depan, menghantam sayap naga monster dengan cakarnya. Bai Zhi segera mengikuti, membelit tubuh lawan mereka, menahannya di udara. Naga monster itu meraung, menggeliat keras, berusaha melepaskan diri, namun cengkeraman Bai Zhi terlalu kuat.“Bai Zhi, sekarang!” seru Bai Long lantang.Keduanya saling berpandangan sesaat, lalu menggabungkan energi Qi milik mereka. Satu cahaya putih suci dan satu cahaya emas menyala terang di langit, menyatu membentuk pusaran kekuatan dahsyat. Energi itu melesat dan menghantam tepat ke dada naga monster.Groaaarrrhh! Naga monster itu menggelepar keras. Suara jeritannya menembus langit, tubuhnya mulai retak oleh ledakan energi, sebelum
Di atas langit yang mendung dan bergemuruh, Bai Long terus melayang tinggi, tubuhnya penuh luka saat bertarung sengit dengan naga hitam milik kaisar iblis. Asap hitam mengelilingi monster naga lawannya, membuat serangan Bai Long tak mudah menembus pertahanan makhluk itu.Tiba-tiba, dari arah belakang, ekor naga hitam melingkar cepat dan menggigit tubuh Bai Long dengan keras."Aaaarrrghhh!" Bai Long meraung keras, tubuhnya bergetar menahan sakit. Gigi tajam makhluk itu menancap dalam ke sisiknya, darah emas menetes di langit.Naga hitam tertawa dalam suara parau, suaranya menggema menembus awan, "Kau lemah, Bai Long. Seharusnya kau sudah punah dari dulu."Namun sebelum tawa iblis itu sempat lama terdengar, langit bergetar hebat. Tiba-tiba sebuah raungan keras mengguncang cakrawala. Cahaya putih menyilaukan menerobos awan gelap, dan dari balik kabut, muncul sesosok naga putih yang bersinar Bai Zhi, naga suci milik Kaisar Tian Ming.Dengan kecepatan luar biasa, Bai Zhi menukik tajam dan
Di medan perang, suasana semakin mencekam. Pasukan kekaisaran yang sebelumnya tampak gagah berani kini mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Tubuh mereka yang sudah terluka, dicabik oleh pasukan mayat hidup yang terus-menerus bangkit dari kematian, mulai kehilangan tenaga. Terlebih lagi, mayat-mayat hidup dari bangsa iblis yang tewas dalam pertempuran kini kembali muncul untuk menyerang dengan lebih brutal.Salah satu jenderal, Zhang, yang memimpin barisan di sisi kiri medan pertempuran, menatap pasukannya yang mulai goyah. Dengan langkah cepat, ia mendekati Jenderal Zhao Yun yang tengah memimpin di garis depan."Jenderal Zhao Yun, prajurit kita sudah terlalu kelelahan. Jika keadaan terus seperti ini, kita bisa kalah dalam waktu yang tidak lama. Saya takut kita tidak akan bisa bertahan lebih lama," ujar Jenderal Zhang dengan nada cemas.Jenderal Zhao Yun menatap pasukannya yang penuh luka, terengah-engah setelah bertempur begitu lama. Sebagian dari mereka telah jatuh, sementara yan
Di ruang bawah tanah tempat pengungsian yang gelap namun hangat oleh cahaya lentera dan dupa yang menyala, doa-doa lirih memenuhi udara. Para wanita hamil, anak-anak, para gadis muda, dan orang-orang tua duduk bersimpuh, menunduk dalam khusyuk, memanjatkan doa pada para dewa.“Lindungilah mereka yang kami cintai ....” suara seorang wanita tua gemetar, “kembalikan mereka dalam keadaan utuh, menang, dan hidup ....”Seorang gadis kecil memeluk boneka lusuh di pelukannya, bibirnya bergetar saat ia mengikuti ibunya berdoa. “Ayah ... cepat pulang ya...”Sementara di sisi lain dari ruang pengungsian yang disekat khusus untuk kalangan bangsawan udara terasa sangat berbeda. Beberapa gadis bangsawan tampak duduk gelisah di atas alas empuk, wajah mereka kesal dan tidak sabar.“Aku tidak tahan lagi,” gerutu salah satu dari mereka sambil memutar bola matanya. “Berhari-hari kita dikurung di tempat gelap begini. Ini menyiksa.”“Benar,” sahut yang lain, memainkan ujung rambutnya. “Aku bahkan tidak bi