Share

63. Kisruh.

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2025-06-02 16:12:21

Marwa mengintip dari sela-sela pintu gudang yang sedikit terbuka. Dadanya naik turun, napasnya tersengal karena panik yang belum sepenuhnya reda. Ia menyandarkan tubuhnya ke pintu besi, merasakan dinginnya besi yang merayap ke kulit. Dari balik celah sempit pintu pagar, ia mengamati warga yang mulai berpencar, perlahan-lahan meninggalkan halaman gudang dengan langkah berat.

"Syukurlah, akhirnya mereka semua bubar juga," ucapnya lega.

Tadi, ia sempat yakin gudang ini akan digeruduk habis-habisan. Ia melihat sendiri ada warga yang menggenggam kayu, batu, bahkan linggis. Wajah-wajah warga tampak beringas karena benar-benar mengira ada maling di dalam gudang.

"Ya ampun, Wa. Jantungku nyaris lepas tadi. Aku pikir kita semua akan jadi bulan-bulanan warga." Siska mengelus-elus dadanya. Sementara Tino-anak teman Pak Sudin terduduk lemas di pojok gudang. Anak remaja itu tampak masih shock karena nyaris dikeroyok massa.

Sementara itu, Pak Sudin terduduk di kursi tua dekat dinding gudang. Waj
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Di Antara Aku, Ibuku, dan Mantan Suami Musuhku   68. Salah Sasaran.

    “Tidak apa-apa, Wa. Hidup memang tidak bisa diprediksi. Selalu penuh kejutan. Dan siap tidak siap, tetap harus kita hadapi.” Haryo merangkul Marwa hangat, mencoba menenangkan. Ia sangat memahami apa yang Marwa rasakan karena ia juga pernah mengalaminya.“Tapi kali ini kamu tidak sendiri. Ada aku yang menemanimu. Ayo, kita lihat dulu keadaan Siska,” bujuk Haryo lembut.“Iya. Tapi bagaimana caranya aku mengabari Tante Euis dan Tony? Mereka pasti cemas di Bandung sana.”“Pasti mereka cemas. Tapi mereka berhak mengetahui keadaan Siska. Ayo sekarang telepon mereka,” pungkas Haryo. Tanpa banyak bicara, Marwa segera menelepon Tony. Tony yang panik langsung mengatakan akan ke rumah sakit bersama sang ibu.“Sekarang kamu tarik napas dalam-dalam, tenangkan dirimu. Siska pasti akan baik-baik saja.” Haryo meminta Marwa menenangkan diri terlebih dahulu. Marwa pun mengikuti instruksi Haryo. Ia menarik napas panjang tiga kali dan menghembuskannya perlahan.“Sudah lebih lega?” tanya Haryo lembut. Mar

  • Di Antara Aku, Ibuku, dan Mantan Suami Musuhku   67. Duo Lebay.

    "Ya Tuhan, Marwa!" seru Siska sambil berdiri di ambang pintu kamar sahabatnya. "Ini kamar atau zona bencana alam?"Marwa menoleh dari depan cermin, tak merasa bersalah sama sekali. Di belakangnya, ranjang nyaris tak terlihat oleh tumpukan baju-gaun-gaun, blus, celana, dan scarf yang menggunung. Separuh pakaian itu miliknya, dan separuh lagi milik Siska. Ia tadi sudah meminta izin Siska untuk membongkar lemarinya."Aku harus tampil paripurna, Sis. Kamu seperti tidak pernah jatuh cinta saja," jawab Marwa santai."Ya, aku tahu." Siska masuk dan duduk di sudut ranjang. "Tapi kamu sudah mencoba... sembilan gaun, lima kulot, dan tujuh blus, lho." Siska menghitung tumpukan pakaian di ranjang. "Lho, kok diganti lagi?" seru Siska saat melihat Marwa melepas gaun fuschia-nya."Yang ini warnanya terlalu mencolok mata, Sis. Aku pasti sudah terlihat dari radius satu kilometer karena warna gonjrengnya," ucap Marwa sambil menatap tumpukan pakaian di ranjang. Ia kemudian menyambar gaun berwarna hitam

  • Di Antara Aku, Ibuku, dan Mantan Suami Musuhku   66. Curiga.

    Marwa menghela napas panjang, menahan rasa lelah yang menyeruak begitu tirai ruang operasi ditarik kembali. Lampu sorot masih menyala terang di atas meja bedah, tapi tubuh pasien di hadapannya kini telah stabil. Operasi usus buntu yang barusan ia tangani berjalan sukses, meski tak bisa dibilang mudah.Pasiennya kali ini seorang pemuda berusia dua puluh tahunan, yang terlalu mengabaikan sinyal dari tubuhnya. Sakit perut yang awalnya ia pikir hanya masuk angin ternyata berkembang menjadi peradangan akut. Baru ketika nyeri itu membuatnya berguling di lantai dan muntah berkali-kali, orang tuanya panik membawanya ke UGD. Hasil USG darurat menunjukkan bahwa usus buntunya sudah pecah.“Bagus. Semua stabil,” ucapnya sambil melepas sarung tangan bedahnya. Ia memeriksa ulang monitor dan mencatat perkembangan pasien. Sejenak, ia berdiri di samping tempat tidur, menatap pemuda itu yang masih tertidur di bawah pengaruh anestesi. “Kamu beruntung, Anak Muda. Sedikit lagi saja, infeksinya bisa menyeb

  • Di Antara Aku, Ibuku, dan Mantan Suami Musuhku   65. Hilang Satu.

    Pagi baru saja mulai bergulir ketika Marwa tiba di rumah sakit. Sinar matahari masih hangat, belum terlalu menyengat. Sehangat hati yang baru saja menerima pesan dari Haryo. Bahwa dia sudah ada di Jakarta dan akan mengajaknya makan malam nanti. Ia baru turun dari mobil saat matanya menangkap cuplikan kecil di lorong depan menuju Unit Gawat Darurat. Ia mendesah kecewa saat melihat ternyata Doddy lagi yang mendatangi UGD. Wajahnya babak belur dengan mata hampir tertutup karena bengkak. Ia berjalan setengah digendong oleh Pak Adam. Tidak tampak kehadiran Mbak Irna di sana. “Kamu ini kenapa sih, Dod? Bukannya pergi ke sekolah, ini malah tawuran pagi-pagi begini. Kapan sih kamu berubah?” gerutu Pak Adam sambil menggandeng lengan Doddy yang tampak limbung. "Ibumu sudah cukup pusing di rumah. Kamu malah menambahi beban pikiran. Kamu mau bikin sakit?"“Sudah, Pak. Jangan ceramah lagi. Saya muak mendengarkan!” seru Doddy lantang, meski suaranya agak serak karena hidungnya berdarah. “Semakin

  • Di Antara Aku, Ibuku, dan Mantan Suami Musuhku   64. Siapa Dia ?

    Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Di luar, lampu-lampu jalan di kompleks perumahan elite itu mulai redup satu per satu, menyisakan cahaya temaram dari taman kecil di sudut jalan. Angin malam bertiup lembut, membuat daun-daun palem di halaman depan bergoyang perlahan.Di dalam rumah dua lantai bergaya minimalis modern itu, suasana justru terasa tegang. Marwa berdiri di dekat pintu kaca yang menghadap taman depan, mondar-mandir tanpa suara. Sementara Siska duduk sambil membaca buku. Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat Marwa yang tidak bisa duduk diam.“Kenapa temanmu belum datang juga ya, Sis? Katanya jam sepuluh," gumam Marwa sambil memindai jam dinding. “Sabar, Wa. Ini dia chat. Katanya sebentar lagi dia sampai kok. Tadi dia ada urusan di kepolisian. Sedang mengurus barang bukti,” jawab Siska menenangkan. Marwa mengangguk tapi ia tetap gelisah.Tepat pukul setengah sebelas malam, suara bel berbunyi. Siska segera membukakan pintu. Seorang pria bertubuh kurus dengan jaket

  • Di Antara Aku, Ibuku, dan Mantan Suami Musuhku   63. Kisruh.

    Marwa mengintip dari sela-sela pintu gudang yang sedikit terbuka. Dadanya naik turun, napasnya tersengal karena panik yang belum sepenuhnya reda. Ia menyandarkan tubuhnya ke pintu besi, merasakan dinginnya besi yang merayap ke kulit. Dari balik celah sempit pintu pagar, ia mengamati warga yang mulai berpencar, perlahan-lahan meninggalkan halaman gudang dengan langkah berat. "Syukurlah, akhirnya mereka semua bubar juga," ucapnya lega.Tadi, ia sempat yakin gudang ini akan digeruduk habis-habisan. Ia melihat sendiri ada warga yang menggenggam kayu, batu, bahkan linggis. Wajah-wajah warga tampak beringas karena benar-benar mengira ada maling di dalam gudang. "Ya ampun, Wa. Jantungku nyaris lepas tadi. Aku pikir kita semua akan jadi bulan-bulanan warga." Siska mengelus-elus dadanya. Sementara Tino-anak teman Pak Sudin terduduk lemas di pojok gudang. Anak remaja itu tampak masih shock karena nyaris dikeroyok massa. Sementara itu, Pak Sudin terduduk di kursi tua dekat dinding gudang. Waj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status