Beranda / Rumah Tangga / Di Antara Dua Hati / Cemas Memikirkannya

Share

Cemas Memikirkannya

Penulis: Novi Yanti
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-01 20:38:26

Part 2

Sudah genap seminggu, Malik pergi seminar ke Kalimantan. Selama seminggu berada di sana, pria berhidung mancung itu cuma beberapa kali memberi kabar pada Madina. Keesokannya, Madina kembali mencoba menghubungi nomor ponsel pria tercintanya, tetapi masih belum juga aktif. Perasaan khawatir pun terus melanda hati ibu beranak dua tersebut.

"Umi, Mi,” panggil Akbar pada sang ibu yang tampak tengah melamun.

Madina tersadar dari lamunannya. Sekarang, dia sedang menemani Akbar di dalam kamar milik sang putra tercinta. Akbar, putranya, meminta kepada Madina untuk menemaninya tidur.

"Iya, Sayang. Kenapa putra Umi, hmm?" tanya Madina penuh kasih sayang pada putra pertamanya.

"Umi sedang merindukan Abi, ya, Mi? Akbar juga sama, Mi, rindu sama Abi. Kapan Abi pulang, Mi? Akbar rindu salat berjamaah dan juga mengaji ditemani oleh Abi lagi, Mi," cerocos Akbar penuh harap pada Madina.

"Insyaallah, kemungkinan besok Abi pulang, Nak. Ya, sudah, sekarang Abang tidur dulu, ini sudah malam, Nak. Besok, kan, Abang sekolah. Besok pagi, Abang berangkat sekolahnya sama Ayah lagi, ya, Nak? Nanti, kalau Abi sudah pulang, Umi dan juga abimu yang kembali akan mengantar Abang ke sekolah seperti biasanya," tutur Madina lembut pada putranya.

"Iya, Mi." Akbar menuruti titah Madina, Umi tercintanya.

Setelah Akbar terlelap, Madina kembali ke kamar pribadinya. Usia kehamilan Madina sudah memasuki bulan ke delapan, buah cintanya dengan Malik. Madina merebahkan tubuhnya di atas peraduan, tempatnya bermanja dan meluahkan rasa bersama sang suami tercinta. Madina masih belum bisa terlelap, pikirannya masih berkelana jauh ke sana, ke tempat suaminya pergi seminar.

"Sayang, kamu rindu belaian hangat dari tangan abi kamu, ya, Nak? Umi juga sama rindu pada abi kamu, Nak. Ke mana perginya abi kamu, ya, Nak? kenapa nomor ponselnya enggak bisa Umi hubungi. Umi sangat mengkhawatirkan abi kamu di sana, Nak. Semoga abimu di sana selalu dalam lindungan Allah," ucap Madina lirih seraya membelai lembut perut buncitnya. Madina mengelus perutnya sambil berselawat hingga akhirnya bisa terlelap walaupun masih menyimpan perasaan gelisah memikirkan sang suami.

****

Malam telah berganti pagi. Usai menunaikan salat Subuh, Malik kembali lagi ke kamar Jihan. Dia ingin memastikan keadaan wanita itu, apakah sudah membaik atau belum.

"Mas, terima kasih karena semalaman kamu sudah mau menjagaku," ucap Jihan pelan pada Malik.

"Kamu sudah mendingan? Kamu itu seorang dokter, harusnya bisa menjaga kesehatanmu dengan baik, Jihan ... juga harus bisa mengatur pola makanmu," sahut Malik dingin.

Dokter ahli bedah itu sangat mengetahui kalau dahulu Jihan adalah sosok wanita yang sangat menjaga pola hidup dan kesehatannya dengan baik. Oleh sebab itu, Malik terkejut saat mengetahui Jihan mempunyai riwayat penyakit mag akut.

"Iya, sudah agak mendingan. Itu semua berkat perhatian dari kamu semalam, Mas. Jadi, rasa sakitku cepat sembuh. Maaf kalau semalam aku sudah merepotkan, Mas Malik," ucap dokter bermata sendu itu. Rasanya dia ingin waktu berhenti sejenak, agar bisa menikmati momen kebersamaannya dengan pria tersebut.

"Jangan lupa nanti sarapan kamu di atas meja dimakan, ya, Jihan. Saya kembali ke kamar saya dulu. Saya harus segera bersiap-siap karena pukul delapan nanti, jadwal penerbangan saya ke Jakarta."

"Iya, Mas. Jadwal penerbangan kita berarti sama, ya, Mas? Gimana kalau kita berangkat bersama saja ke bandaranya, Mas. Boleh, kan, Mas?" tanya Jihan dengan binar penuh harap. Wanita itu memohon pada Malik.

"Oke," jawab Malik singkat.

****

Setelah melakukan penerbangan selama kurang lebih dua jam, Malik tiba di Bandara Soekarno Hatta. Malik hendak pulang ke rumahnya dengan menggunakan taksi online. Namun, Jihan berhasil menahannya. Setelahnya, dokter bertubuh sintal itu menawarkan Malik agar pulang bersamanya. Kebetulan Jihan menitipkan kendaraan roda empatnya di area parkir khusus yang letaknya masih di kawasan Bandara Soekarno Hatta.

"Biar saya saja yang menyetir mobil ini. Wajah kamu masih terlihat pucat," ujar Malik datar pada Jihan.

"Baiklah, Mas. Aku ikut saja apa kata Mas Malik." Hati dokter berparas jelita itu merasa berbunga-bunga karena mendapat perhatian kecil dari Malik, sosok pria yang namanya masih bertakhta di dalam hatinya.

Malik mengendarai kendaraan Honda Jazz itu dengan kecepatan sedang. Mobil mewah itu bergerak pelan membelah jalan raya di depannya. Rasanya Malik sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan sang istri tercinta. Sudah dua hari dokter ahli bedah itu tidak menghubungi sang kekasih hati karena kesibukannya mengikuti seminar di Kota Samarinda.

'Maafkan suamimu ini, sayang,' batin Malik.

****

Sedangkan di tempat lain, di sebuah kawasan hunian mewah, Madina sedang menyuapi putranya. Akbar sudah siap dan terlihat sangat rapi dengan setelan seragam sekolahnya. Putra Madina dan Farzan sudah memasuki sekolah dasar pertama. Akbar satu sekolah dengan Maya, putri almarhumah Misha.

"Assalamu'alaikum. Akbar, ini Ayah, Nak! Kamu sudah siap, Sayang?" tanya Farzan pada putra satu-satunya.

Pria yang masih terlihat tampan itu baru saja tiba di rumah mantan istrinya. Tujuannya datang ke rumah wanita yang pernah menjadi ratu di dalam hatinya adalah untuk menjemput putra mereka berdua. Farzan menunggu di teras, dia segan masuk ke rumah ibu dari kedua anaknya.

Farzan sadar statusnya dengan Madina bukan lagi mahram, jadi tak pantas jika masuk ke rumah mantan istrinya di saat suami Madina sedang tidak ada.

"Wa ‘alaikumus-salam." Madina menjawab salam dari ayah putranya. Madina keluar bersama Akbar yang sudah rapi dengan ransel di punggung. Akbar terlihat tampan, mirip sekali dengan Farzan, ayah kandungnya.

"Masyaallah, tampan sekali putra Ayah. Kamu sudah siap berangkat ke sekolah, Nak? Maya hari ini enggak masuk lagi. Adik kamu sedang enggak enak badannya," ucap Farzan seraya mengelus sayang kepala sang putra tercinta.

"Kamu yang sabar, Mas. Syafakillah untuk Maya. Aku titip Akbar, ya, Mas. Terima kasih untuk seminggu ini karena Mas sudah meluangkan waktu untuk mengantar jemput Akbar ke sekolahnya."

"Terima kasih kembali, Madina. Kamu enggak pernah berubah, masih sangat baik dan rendah hati seperti dulu. Mas bersyukur pernah memiliki istri sebaik kamu, Dina. Kalau masalah mengantar jemput Akbar, putra kita, sudah menjadi kewajiban Mas sebagai ayahnya. Kamu enggak perlu berterima kasih pada Mas, Dina," tutur panjang Farzan pada mantan istrinya.

"Iya, Mas," jawab Madina kikuk. Suasana di antara keduanya berubah canggung. Farzan tidak enak berlama-lama di rumah mantan istrinya. Farzan langsung pamit untuk mengantar putranya ke sekolah.

"Ya, sudah. Mas pamit, Dina, takut nanti telat ke sekolah. Assalamu'alaikum," pamit Farzan.

"Wa 'alaikumus-salam," jawab Madina.

Mobil Farzan sudah meninggalkan pelataran rumah Madina. Baru saja kedua kaki jenjang Madina hendak melangkah masuk ke rumah, tiba-tiba terhenti kala sepintas dia melihat ada sebuah mobil mewah yang berhenti tepat di depan halaman rumahnya.

Kemudian, Madina melihat Malik keluar dari dalam mobil mewah itu. Terlihat jelas Malik tengah menebar senyum manisnya pada sosok wanita yang masih berada di dalam kendaraan roda empat tersebut. Sepertinya, Madina pernah melihat sosok wanita itu.

♡♡♡♡

TBC

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Di Antara Dua Hati    Kedatangan Jihan Di Rumah Sakit

    Part 33"Assalamu'alaikum ...."Yusuf yang sedang menundukkan wajah di depan ruang perawatan VVIP, langsung mengangkat wajahnya ketika mendengar suara lembut seorang wanita yang sangat dia kenal. "Wa'alaikum salam, Jihan? Ini beneran kamu, kan, Ji?""Iya, Mas. Mas Yusuf apa kabar? Bagaimana keadaan Om Hasan, Mas?" tanya Jihan terdengar sangat cemas, seraya menatap wajah murung Kakak sepupunya. "Tadi Ayah sempat kolap lagi dan detak jantungnya sempat berhenti, oleh karena itu Mas nggak bisa menjemput kamu ke bandara. Maaf, ya, Ji," ucap Yusuf lirih. "Alhamdulillah, sekarang keadaan Ayah sudah kembali stabil seperti sebelumnya. Di dalam masih ada Dokter yang sedang memeriksanya.""Alhamdulillah." Jihan tampak lega setelah mendengar jawaban dari Yusuf. Wanita berparas jelita itu baru tiba di Jakarta sekitar satu jam-an yang lalu, setelah menempuh perjalanan lewat jalur udara. Dengan menggunakan kendaraan burung besi, dari Jogja langsung terbang ke ibukota. Perjalanan yang mereka lalui

  • Di Antara Dua Hati    Kembali Ke Ibukota

    Part 32"Sayang, Umma tunggu di bawah, ya. Jangan lama-lama, soalnya setelah Umma mengantar kamu ke pondokan. Umma harus segera pergi ke toko kita lho, Nak.""Iya, Umma. Maryam enggak akan lama kok, Umm. Kalau barangnya udah aku temukan, Maryam akan segera menyusul Umma ke bawah.""Baiklah, Nak."Tiba di lantai bawah, Jihan langsung membelokan kedua langkah jenjangnya menuju ruangan makan. Rumah Mbok yati memang terlihat sederhana bila di lihat dari luarnya saja, tapi siapa sangka kalau di dalam rumah sederhana itu sangatlah indah. Dua tahun yang lalu, Jihan telah membangun ulang rumah peninggalan wanita yang telah membesarkan dirinya dan Almarhumah selalu ada di sampingnya di kala sedih mau pun senang."Pagi Irma," sapa Jihan ramah pada gadis muda yang sedang mengaduk-ngaduk masakan di atas kompor."Pagi juga, Bu. Maaf, karena sarapannya belum saya siapkan semuanya di atas meja. Pagi ini saya bangunnya agak sedikit kesiangan, Bu," ucap Irma lirih merasa sangat bersalah dan juga malu

  • Di Antara Dua Hati    Setelah Sepuluh Tahun Berlalu

    Part 31Madina terbangun, kala mendengar suara isakan lirih sang suami. Di sana, di hamparan sajadah. Prianya tengah terisak seraya menadahkan kedua tangannya memohon pada Sang Maha Pengasih, dengan kedua bahu kokohnya yang tampak terus bergetar.Pemandangan seperti itu sudah berlangsung selama sepuluh tahun, sang suami selalu menangis setiap kali mengingat akan dosa-dosanya di masa lalu. Menikah dengan Jihan secara diam-diam di belakangnya, dan secara langsung mereka juga telah melakukan berbuatan zina. Mengingat semua itu, hati Madina kembali merasakan perih."Astaghfirullah," gumam Madina seraya mengelus dadanya berulang kali, ketika mengingat luka lamanya yang telah ditorehkan oleh sang suami di masa lalu."Sayang," panggil Malik lembut seraya mengelus pipi sang istri. "Mas baru aja mau bangunin kamu, tadinya Mas mau ngajakin kamu salat malam bersama. Tapi kamu kayanya lagi enak banget boboknya, jadi Mas enggak tega mau membangunkan kamu, Dek. Terpaksa Mas salat malam terlebih dah

  • Di Antara Dua Hati    Mengalah Demi Cinta

    Part 30Waktu bergulir sangat cepat. Dua minggu telah berlalu pasca kecelakaan yang dialami Malik. Akan tetapi, masih belum ada tanda-tanda pria berhidung mancung itu akan sadar dari komanya."Semua ini karena kamu, Jihan! Kehidupan anak saya kembali hancur dan dia harus kehilangan istri dan juga anak-anaknya. Semua masalah yang menimpa Malik karena keegoisan kamu. Sekarang, kamu pasti merasa sangat puas melihat rumah tangga putra saya hancur!" bentak Bu Aisyah seraya menatap tajam pada wanita yang masih terisak sembari menundukkan kepala di hadapannya. "Dan, sekarang nyawa putra saya sedang dipertaruhkan di dalam sana, antara hidup dan juga mati. Puas kamu, haah?!""Istighfar, Umi. Kendalikan amarah Umi, enggak baik seperti ini, Mi. Ingat jantung Umi, Abi enggak mau kalau sakit Umi sampe kambuh lagi. Putra kita juga pasti ikut bersedih kalau dia melihat Umi terus marah-marah seperti ini. Dalam hal ini, Jihan enggak sepenuhnya bersalah, Mi. Dia juga menantu kita, sama seperti Madina.

  • Di Antara Dua Hati    Sebuah Kabar

    Part 29"Saya tahu kalau Madina ada di sini. Tolong izinkan saya menemuinya dan membawa mereka kembali pulang ke rumah Kami," ucap Malik pada mantan suami Madina.Berulang kali pria berhidung mancung itu mencoba menghubungi nomor sang istri, tetapi yang dia dapat hanya penolakan. Setelah itu, nomor Madina sudah tidak aktif lagi. Maka Malik memutuskan untuk mencari istri dan juga putrinya. Dia yakin kalau sang istri pergi ke rumah Farzan. "Madina enggak ada di sini, Dok. Anda suaminya, bukan? Kenapa Anda mencari dia sampai ke rumah saya?" tanya Farzan mendengkus sinis seraya menatap cemooh pada pria tinggi yang sedang berdiri di hadapannya. "Ternyata Anda jauh lebih brengsek bila dibandingkan dengan saya, Dok. Kasian Madina dan juga kedua anak saya karena mendapatkan suami dan seorang ayah pengganti seperti Anda. Laki-laki yang sangat mengetahui hukum agama dengan baik, tapi diam-diam melakukan hubungan terlarang dan berselingkuh di belakang istri. Dasar laki-laki munaf—"Malik mengep

  • Di Antara Dua Hati    Amarah Madina

    Part28"Lihat, bahkan sekarang Mas Malik sering meninggikan suara di depan saya ... hanya karena ingin membela wanita penggo—""Madina! Jaga ucapanmu! Jihan tidak bersalah sepenuhnya dalam hal ini. Dia tidak seburuk yang kamu pikirkan. Dia wanita baik yang rela meminjamkan rahimnya untuk memberi perlindungan kepada putri kita, Nadira. Apa kamu lupa?!" bentak Malik pada sang istri. Pria itu terpancing oleh semua kata-kata pedas dan hinaan yang dilontarkan wanita pertamanya untuk Jihan. "Mas enggak percaya kalau kamu bisa mengucapkan kata-kata sekasar itu kepada sesama kaummu sendiri. Kamu seperti bukan Madina yang sangat Mas kenal. Kamu berubah, Dek." Madina bertepuk tangan sembari tertawa sinis. "Saya berubah? Apa saya enggak salah dengar, Mas? Justru Mas Malik yang sudah banyak berubah, setelah kelahiran putri kita, Nadira. Bahkan Mas sering berkunjung ke rumah ini diam-diam tanpa sepengetahuan saya. Dan sekarang wanita yang diam-diam sudah Mas bodohi dan Mas Malik curangi ini suda

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status