Share

Segera Pulih, Pak

Menghabiskan waktu di sekolah tercinta, bercanda ria dengan teman sekelas, mengikuti rapat dengan anggota organisasi, mengikuti ekstrakurikuler dan berdoa agar jadi pulang pagi. Hari begitu seru jika selalu kita syukuri. Bangunan sekolah yang hanya sederhana, mungkin bisa dibilang sudah tidak layak dijadikan sekolah. Akan tetapi, inilah sekolah satu-satunya yang mampu menampung kami, anak-anak orang miskin di pelosok desa. Bahkan ketika hujan anginpun, kita selalu was-was dan berdoa agar dinding kelas tidak roboh.

“Pulang sekolah mau kemana, beibbb?” Tanya dea, ke Drimisya Girl. Terdengar sangat lucu, tapi ini nama geng kami, gabungan dari Wulan anggita Utami, Clara Arlita Xenasya, Dea Rahma, dan Bilqis Ria Ramadhani.

“Aku langsung pulang, mau belajar” Jawabku cepat.

“Dihh... masih aja berharap keajaiban pengen masuk UGM ternyata” Ejek wulan kepadaku.

“Udahlah ra, orang tuamu kita itu sama, cuman buruh kadang juga jadi petani. Buat makan aja susah, ngapain harus kuliah? Nggak bakal ngerubah nasib keluarga, sayanggg!!! Buang-buang duit doang, noh.. mending deketin Aryo putra pak lurah tuh, nasib kaluargamu pasti bakal berubah” Dea mencoba menceramahiku. Dea memanglah wanita yang selalu berpasrah dengan nasibnya, tidak memiliki kemauan untuk berkembang, dan dia wanita paling malah di antara grub kami, entahlah apa sebenarnya cita-cita dia.

“Bener kata dea, kamu kan cantik ra. Aryo kamu senyumin aja pasti luluh. Yakin deh” Ria mencoba meyakinkanku.

Sepanjang perjalanan kami hanya saling bully-membully, tidak ada kejelasan tentang mimpi selepas lulus smk. Dea, Ria, dan wulan mereka selalu kompak untuk membuatku pesimis akan impianku, mereka tidak pernah sepemikiran dengan otakku. Bahkan tidak segan mereka menertawakan mimpi-mimpiku. Aku hanya bersabar dan mencoba iklas, karna kondisi kita yang hidup di desa kecil, tidak terpungkiri jika masyarakatnya juga hanya berfikir sebatas menjadi “Petani” dan hanya menjadi lulusan “SMK”.

Sesampainya rumah aku langsung melepas seragamku dan menjemurnya di belakang rumah, agar tidak terlalu bau. Aku duduk termenung di pintu sambil berfikir bagaimana cara mengubah nasib keluargaku, tidak mungkin kami harus hidup begini terus. Bukannya tidak bersyukur, tapi aku yakin, Tuhan memiliki banyak cara untuk merubah nasib hambanya.

“Assalamualaikum (tok..tokk..tokk)” terdengar suara salam dan ketukan pintu dari pintu depan.

“Waalaikumsalam” Teriakku dari pintu belakang, aku langsung berdiri dan berjalan ke arah pintu depan.

“tok...tokk..tokkk” suara ketukan pintu itu terdengar lagi.

Aku membuka pintu, dan begitu terkejudnya aku, banyak teman kerja bapakku ke rumah, dan aku melihat bapakku sudah lemas.

“Bapak kamu tadi pingsan pas ngangkat semen, dek” Ucap pak sadiman, teman kerja bapak.

“Tidurkan disini pak” perintahku kepada bapak-bapak yang memegangi bapakku. Aku panik dan tidak tahu harus bagaimana.

“Kami pamit balik kerja dulu ya, ini ada sedikit dari kami, obatnya diminum setelah makan ya dek” Pak sadiman pamit sambil memberiku obat untuk bapak.

“Terimakasih banyak ya pak” Ucapku kepada pak sadiman, dan teman-teman bapak yang lain.

Aku langsung membuatkan bapak teh hangat di dapur, mencari-cari makanan tapi tidak ada makanan sama skali. Akhirnya aku merebus singkong yang ada di dapur. Berat rasanya melihat bapakku yang sedang sakit masih harus saja memakan singkong, tapi memang kondisi kami sedang sulit-sulitnya.

“Bapak, ini tehnya di minum dulu ya, bapak udah makan?” tanyaku sambil memberikan segelas teh kepada bapakku yang masih lemas.

“Terimakasih ya kak, udah tadi bapak sudah makan” Jawab bapakku lirih. Tapi aku yakin jika bapak berbohong denganku.

“Pak, besok kalau bapak sakit, bapak di rumah aja ya, nggak usah di paksain kerja. Dari pada bapak sakit lagi. kalau bapak sakit, kita berobat mahal pak” omelku kepada bapak, sambil memijit badannya.

“Bapak sehat kok kak, mungkin tadi baru panas-panasnya matahari di ujung kepala saja” Bapakku mencoba mengelak.

Kami mengobrol cukup lama, sambil aku memijiti badan bapak, dan bapak terus bertanya-tanya tentang mimpiku.

“Sebentar pak, tadi aku rebus singkong. Udah mateng kayaknya” Aku bergegas berdiri dan pergi ke dapur untuk mengangkat singkong.

Menaruhnya di piring dan membawanya ke kamar bapak, kami melanjutkan mengobrol sambil memakan singkong dan tertawa bersama.

“Bapak janji ke kamu kak, bapak bakal bantuin kamu buat ngeyakinin ibu, jika kamu bakal bisa merubah nasib keluarga kita, kita berjuang bareng-bareng ya kak” Ucap bapak sambil memelukku. Aku memeluk bapak sembari menangis terharu, karna bapak sudah mulai percaya denganku.

Jam menunjukkan sudah pukul 5 sore, seperti rutinitas biasa. Aku selalu menunggu ibuku pulang di depan rumah sambil membaca buku. Akhirnya yang di tunggu-tunggupun pulang juga.

“Ini ibu bawakan makanan buat kamu sama bapak, tadi di rumah majikan ibu ngadain syukuran, jadinya ibu kebagian nasi deh” Ibuku sambil menunjukkan plastik yang di bawanya, sambil tersenyum

“Alhamdulillah, makan nasi kita pak” Ucapku ke arah bapak sambil tersenyum.

Akhirnya kami makan malam bersama, dan bercerita tentang kejadian hari ini. Dan ibu sangat terkejud ketika mendengarkan bapak bercerita bahwa beliau tadi siang pingsan ketika sedang mengangkat semen. Ibu terus-menerus meminta maaf dengan bapak karna tadi pagi belum bisa memasak nasi untuk sarapan kami, dan bapak terus-menerus meminta ibu untuk tidak menyalahkan dirinya sendiri. Aku menangis sejadi-jadinya dan semakin berjanji dengan diriku bahwa aku bisa merubah nasib keluargaku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status