Memiliki teman yang selalu ada ketika sedang berada di titik terbawah, membuatku selalu bersyukur bisa akrab dengan mereka. Sejak kecil kita memang selalu main bersama, mungkin karna rumah kita yang tidak terlalu jauh, dan mungkin juga karna kesamaan perekonomian yang kita alami. Tapi mendapatkan teman seperti mereka bertiga adalah anugrah yang tidak henti-hentinya aku syukuri, walaupun kita berempat selalu berbeda pendapat, apalagi soal mimpi.
Pagi ini, wulan dan dea datang ke rumahku, hanya untuk sekedar mengobrol, akan tetapi ria tidak ikut karna dia sedang pergi ke kota bersama kakak perempuannya. Kita janjian pukul 10 pagi, dan seperti rakyat pada umumnya, janjian jam 10 datangnya habis dzuhur.
“Hallooo sayang.. lama banget ya pasti nunggunya hahaha” Sapa wulan mengagetkanku, aku saat itu sedang menjemur jagung di depan rumah sambil menulis sebuah cerpen.
“Astaga kaget” Jawabku spontan.
“Ini belum malem lo, kok udah mimpi lagi jadi penulis hahaha” Ejek wulan kepadaku.
“Duduk sini, mau jagung rebus?aku ambilkan ya” Tawarku kepada wulan dan dea.
“Boleh, bawa sini semua harta yang kamu punya ya sayangkuhh!! Teh manis boleh deh, panas banget ini cuaca, kayak hatinya dea pas habis liat reno boncengan sama nita” Celetuk wulan menyuruhku sambil mengejek dea yang sedang patah hati. Dea memang mengagumi reno sejak kami duduk di bangku smp, akan tetapi dea selalu cuek ketika reno mengajak ngobrol. Cintanya memang tidak pernah tersampaikan sejak 4 tahun lalu. Tapi entahlah, dea terlalu unik untuk ku pikirkan nasibnya.
“kau jaga mulut mungilmu itu ya! Jangan sampai ku buat pala kau pindah ke kaki” Omel dea ke wulan sambil mengancam.
“Dih... galak banget sayangku yang baru patah hati ini” Canda wulan ke dea, sambil mencubit pipi dea yang tembem itu. Wulan memang temanku yang paling kuat menghadapi kerasnya nasib kehidupan ini. Dia selalu terlihat bahagia di depan teman-temannya, akan tetapi di balik bahagianya itu, dia memiliki banyak luka akan keluarganya. Ayahnya meninggal saat sedang bekerja, sedangkan ibunya pergi bersama suami barunya. Wulan hidup di desa bersama neneknya yang sudah sangat tua, yang menjadikan wulan mau tidak mau harus bekerja setiap pulang sekolah.
Aku masuk ke dalam mengambil jagung rebus, karna jika aku terus-menerus mendengarkan mereka berdebat, keburu berteriak cacing-cacaing mereka. Wulan dan dea memang selalu bully-membully, tapi mereka sangat akur. Bahkan sering sekali mereka memakai baju dengan warna yang sama, sudah seperti anak kembar. Ibu guru di sekolah kamipun selalu mengira mereka bersaudara, karna muka yang hampir mirip (Katanya, padahal sebenarnya tidak sih) , tingkah laku, dan selalu kemana-mana bersama.
“Taraaaaaa.... jagung rebus ala chef clara arlita xenasya. Manis seperti nasib kita, dan empuk seperti pipinya dea” Ucapku sambil menaruh jagung rebus ke meja.
“Kau diamlah!! Dari pada kau urusin pipiku, mending kau urus mimpimu saja itu” Omel dea denganku. Logat dia memang paling berbeda di antara kami, karna ibunya asli medan. Walaupun dia belum pernah pergi ke medan.
“Aduhh... sayang, kerjaan kau mengomel mulu, heran! Cepat.. kau makan saja ini jagung rebusnya, biar kenyang perutmu” Ejek wulan lagi, sambil memberikan jagung rebus ke dea.
Kami tertawa sampai sakit perut, memang lucu sekali jika kami sedang berkumpul. Ada-ada saja bahasan yang bisa di tertawakan. Tidak pernah ada batasan untuk kita menertawakan segala hal, bahkan ketika salah satu dari kita sedang sedih, bisa-bisanya kita masih bercanda. Kita bercanda cukup lama, dan akhirnya kita memutuskan untuk masak-masak.
“Masak-masak yuk” Ajak dea.
“Boleh, tapi di rumahku cuman ada pisang” Jawabku sambil menunduk, karna aku merasa tidak memiliki apa-apa saat tamuku datang ke rumah.
“Tepung ada?” Tanya dea lagi.
“Ada, tapi tinggal sedikit” Jelasku sambil malu-malu.
“Pisang goreng tepung kayaknya enak deh ra, kamu pisangnya aja. Biar aku belikan tepung sama susu coklat, aku nonton di tv tadi. Pisang di kasih susu kok enak sekali” Dea mencoba menjelaskan, dan memberikan uangnya ke wulan, agar wulan pergi ke warung membeli tepung.
Aku dan dea masuk ke rumah dan langsung menuju dapur, sedangkan wulan pergi ke warung untuk membeli tepung. Aku dan dea lalu mengupas kulit pisang dan mengirisnya menjadi dua. Saat wulan sudah kembali dari warung, kami bertiga langsung berbagi tugas. Aku menggoreng, dea menepungi pisangnya, dan wulan yang membuat adonan cairnya. Sambil menggoreng pisang, kami bertiga bercerita tentang reno, lelaki yang di sukai oleh dea. Muka dea seketika langsung merah dan menunduk malu-malu. Wulan tidak henti-hentinya mengejek dea sampai mereka bertengkar lagi, sementara aku, harus melihat mereka bertengkar sambil tertawa sampai sakit perut.
“Aduh maaf ya, dapurnya nggak sebagus dapur kalian. Tapi tahun depan, kalau aku sudah kaya, kita bakal bisa bikin masak-masak yang lebih enak dari ini kok, dan kalian nggak perlu bau asep kayak gini. Wulan nggak usah capek-capek juga niup bara api pas apinya mati hahahaha” Kataku memotong pertengkaran mereka.
“temenmu Mulai lagii nih de” Ucap wulan ke dea, dan tiba-tiba mereka berhenti bertengkar.
Aku tertawa terbahak-bahak melihat mereka yang langsung reda bertengkarnya. Misiku sukses hahaha...
Pagi ini aku bangun lebih awal dari biasanya, karna hari ini adalah hari libur, dan aku ingin ikut ibuku bekerja di kota. Jam 4 pagi aku sudah bangun dan membantu ibuku di dapur. Mulai hari ini, ibuku mencoba menjual donat yang akan di titipkan di warung-warung dekat rumah. Karna perekonomian keluarga kami yang sedang menurun, di tambah sudah 1 minggu bapak sakit, sehingga uang ibuku tidak cukup untuk membeli beras dan memberiku uang saku.“Hari ini clara libur bu, gurunya baru ada rapat buat persiapan ujian, hari ini aku ikut ibu ke kota ya, bantu ibu. Biar kerjaan ibu cepat selesai, terus sorenya kita bisa bikin gorengan buat di titipkan di warung mie ayam, yaa bu. Boleh yaaa!! ” rengekku dengan ibu, agar di bolehkan ikut ke kota. Aku tidak tega melihat ibuku membanting tulangnya sendirian, menanggung nafkah keluarga sendirian.“Boleh, asalkan harus bawa buku, jadi kalau kerjaan agak longgar kamu bisa belajar, deal ya” Perintah ibuku.&
Hari kedua untuk berjualan donat. Aku mencoba membujuk ibu untuk mau menitipkan donat di kantin sekolahku, dan ibu mensetujuinya. Pagi ini kami membuat adonan donat yang lebih banyak dari kemarin, karna donat yang aku titipkan di warung-warung ludes semua terjual. “Donatnya enak dek. Anak-anak tadi sampai pada kehabisan, usul saja nih dek besok bawa lebih banyak”. Begitulah salah satu respon dari pemilik warung yang aku titipi untuk menjual donatku. Hari ini, aku dan ibuku bangun lebih awal. Mungkin besok, kami akan membuat adonannya malam saja, agar bangunnya tidak sepagi ini.“Buk, donatnya di titipin sekolah kayaknya seru, coba dulu aja buk 10 pcs dulu” Usulku dengan ibu, ibuku mulai berfikir-fikir.“Boleh deh kak, kalau gitu kita tambahin bikinnya. Besok kita bikin adonan malam saja kali ya kak, kasian kamu kalau tiap hari harus bangun setengah 3, ngantuk nanti kamu di sekolah” Ucap ibuku sambil menceramahiku.“Iya s
Hari ini, aku dan teman-teman berencana untuk pergi ke pantai parangtritis untuk sekedar refreshing dan mencari suasana baru. Kita berangkat pukul setengah 6 pagi, naik sepeda. Karna rumah ke pantai hanya 45 menit jika menggunakan sepeda. Sekalian kita berolahraga, karna sudah lama tidak sepedaan bersama-sama. Pagi ini kami pergi ber 8. Aku, dea, wulan, ria, aryo, reno, tasya dan doni.“Ra...clara, udah siap belum?”Teriak aryo dari luar rumah sambil mengetok pintu.Aryo menunggu cukup lama, karna suaranya tidak terdengar sampai dalam rumah. Aryo mengulangi untuk mengetok pintu lagi.“Claraaaa!!! Udah siap belum!!” Teriak aryo lagi.Aku yang mendengar suara aryo langsung berlari ke pintu depan untuk membukakan pintu. Sambil menyambut aryo.“Selamat pagi putra kesayangan pak lurah! Saya clara arlita xenasya, sudah siap menjadi beban sepedaan anda” Ucapku dengan aryo setelah aku membuka pintu.“Hayukkk.
Sepagi ini bapak sudah mengayuh sepedanya yang sudah rusak untuk pergi ke kota. Saat matahari masih belum muncul, bahkan langit masih sangat gelap. Suasana desa masih sunyi, belum ada suara orang-orang menyapu halamannya. Dua minggu lagi adalah ulang tahunku yang ke 17, bapak menjajikanku sebuah kado yang tidak akan aku duga sama skali. Berkali-kali aku menolak untuk diberikan kado oleh beliau, akan tetapi bapak selalu berkata “Bapak akan kasih kado buat kamu, kakak harus terima pemberian bapak”.Bapak, sosok laki-laki cinta pertamaku yang tidak pernah menyakiti hatiku, walaupun aku selalu mengelak, tapi beliau selalu menganggapku sebagai putri sematawayangnya yang masih belajar merangkak. Belum di izinkan untuk pergi jauh sendirian ataupun hanya sekedar tidak diizinkan untuk memiliki pacar. 27 Desember 2004 adalah angka kelahiranku, begitupula di hari itu, orang tuaku resmi mendapat sebutan bapak dan ibu.“Ehh.. pak budi.. pagi-pagi begin
3 tahun aku menjadi murid di SMK N 2 Adiyata, detik-detik semester akhir sudah ada di depan mata. Murid-murid kelas 3 sudah sibuk mempersiapkan diri untuk mencari perguruan tinggi, dan mencari info tentang lowongan pekerjaan. Tidak berbeda denganku, di sela-sela kesibukanku menjual donat, aku juga selalu berusaha mencari info tentang beasiswa untuk masuk kampus. Aku memang bemimpi masuk di UGM tapi, jika memang rezeki beasiswaku tidak di UGM, aku tidak mempermasalahkan itu, yang paling utama aku tetap bisa melanjutkan impianku."Clara, tolong bentuk panitia untuk pensi setelah Ujian Akhir Semester 5 ya" Ibu wakil kesiswaan meminta tolong kepadaku."Baik bu, nanti saya infokan dengan teman-teman" Jawabku dengan cepat sambil menganggukan kepala, pertanda aku menerima perintah beliau dengan jelas.Di sekolah, aku memanglah pribadi yang sangat aktif di organisasi osis. Aku menjabat sebagai wakil ketua osis untuk mendampingi ardan,ketua osisku. Di kelas a
Pembelajaran sehari ini sudah selesai, bel sudah berbunyi pertanda jam pelajaran telah selesai. "Okay, kita sambung pelajaran besok kamis ya" Ucap Guru bahasa Indonesia sambil membereskan buku-bukunya. " Baik bu" Jawab sekelas. Sebelum mengakhiri pelajaran kami sekelas berdoa terlebih dahulu. "Duduk siap grak!!" Ucapku memberikan aba-aba kepada semua anak kelas. Aku menengok kanan-kiri dan belakang, memastikan semua teman-teman ku sudah siap untuk berdoa. "Sebelum kita pulang, berdoa menurut agama masing-masing, berdoa mulai" lanjutku. Kita berdoa dengan sungguh-sungguh. "Selesai, istirahat di tempat grak!!" Aku mengakhiri doa sebelum pulang. "Terimakasih untuk hari ini, hati-hati di jalan, jangan ngebut-ngebut, kalau mau main ganti baju dulu atau sragamnya di tutupin jaketnya. Sampai jumpa hari kamis dengan semangat ikut kuis, jangan lupa belajar ya" Ucap guruku sebelum meninggalkan ruangan, dan memberi wejangan
Hari minggu, hari yang selalu di tunggu-tunggu oleh pelajar maupun pekerja kantoran. Hari dimana bisa menghabiskan waktu bersama keluarga, lebih lama dibandingkan hari-hari lainnya. Itu untuk mereka, berbeda dengan keluarga. Mau hari senin,selasa, rabu, maupun minggu, semuanya sama saja. Bangun pagi, mengerjakan tugas masing-masing dan pergi ke tempat tujuan masing-masing. Pagi ini seperti biasa, bangun pukul 4 pagi dan langsung pergi ke dapur, membantu ibuku memasak dan mencetak adonan donat. Hari ini aku mencoba menjual donatku di pasar dekat rumahku, juga menitipkannya di warung-warung."Aku nanti nyoba jual di pinggir jalan dekat pasar ya buk" Izinku dengan ibu yang sedang memasukkan kayu bakar agar api makin membesar. Di rumahku, kami memasak memang masih menggunakan tungku api, tapi bukan berarti kami tidak memiliki kompor LPG. Kompor di rumahku hanya di gunakan saat menggoreng donat, maupun saat sedang terburu-buru. Agar lebih hemat saja, kata ibuku."Tapi hati-
Menjalani hari demi hari dengan segala kejutan, membuatku semakin tidak menyerah untuk menggapai semua mimpiku dan memwujudkan semua kehaluanku. Hidup di tengah keluarga yang harmonis, membuatku selalu bersyukur atas semua yang di berikan Tuhan kepadaku, walaupun memang masih ada tantangan yang harus selalu siap ku hadapi kedepannya.“Baru jam 4 kok sudah pulang pak?” Tanyaku kepada laki-laki cinta pertamaku, bapak.“Bapak pusing kak, dari pada nanti pingsan lagi makanya bapak izin pulang dulu” Jelas bapak.Aku terdiam dan mulai panik, aku langsung pergi ke dapur untuk mengambil obat dan membuatkan teh hangat untuk bapak, dan membawakan beliau nasi serta lauknya.“Bapak, ini di makan dulu, di minum obatnya” Perintahku ke bapak agar beliau cepat sembuh.“Bapak nggakpapa sayang, cuman capek aja, ini di pijitin doang sembuh” Jawab bapak tersenyum.“Ini bapak makan dulu, habis makan kakak pij