Home / Romansa / Di Antara Keajaiban / Pisang Goreng Tepung

Share

Pisang Goreng Tepung

Author: frianniya
last update Huling Na-update: 2021-09-08 15:12:18

Memiliki teman yang selalu ada ketika sedang berada di titik terbawah, membuatku selalu bersyukur bisa akrab dengan mereka. Sejak kecil kita memang selalu main bersama, mungkin karna rumah kita yang tidak terlalu jauh, dan mungkin juga karna kesamaan perekonomian yang kita alami. Tapi mendapatkan teman seperti mereka bertiga adalah anugrah yang tidak henti-hentinya aku syukuri, walaupun kita berempat selalu berbeda pendapat, apalagi soal mimpi.

Pagi ini, wulan dan dea datang ke rumahku, hanya untuk sekedar mengobrol, akan tetapi ria tidak ikut karna dia sedang pergi ke kota bersama kakak perempuannya. Kita janjian pukul 10 pagi, dan seperti rakyat pada umumnya, janjian jam 10 datangnya habis dzuhur.

“Hallooo sayang.. lama banget ya pasti nunggunya hahaha” Sapa wulan mengagetkanku, aku saat itu sedang menjemur jagung di depan rumah sambil menulis sebuah cerpen.

“Astaga kaget” Jawabku spontan.

“Ini belum malem lo, kok udah mimpi lagi jadi penulis hahaha” Ejek wulan kepadaku.

“Duduk sini, mau jagung rebus?aku ambilkan ya” Tawarku kepada wulan dan dea.

“Boleh, bawa sini semua harta yang kamu punya ya sayangkuhh!! Teh manis boleh deh, panas banget ini cuaca, kayak hatinya dea pas habis liat reno boncengan sama nita” Celetuk wulan menyuruhku sambil mengejek dea yang sedang patah hati. Dea memang mengagumi reno sejak kami duduk di bangku smp, akan tetapi dea selalu cuek ketika reno mengajak ngobrol. Cintanya memang tidak pernah tersampaikan sejak 4 tahun lalu. Tapi entahlah, dea terlalu unik untuk ku pikirkan nasibnya.

“kau jaga mulut mungilmu itu ya! Jangan sampai ku buat pala kau pindah ke kaki” Omel dea ke wulan sambil mengancam.

“Dih... galak banget sayangku yang baru patah hati ini” Canda wulan ke dea, sambil mencubit pipi dea yang tembem itu. Wulan memang temanku yang paling kuat menghadapi kerasnya nasib kehidupan ini. Dia selalu terlihat bahagia di depan teman-temannya, akan tetapi di balik bahagianya itu, dia memiliki banyak luka akan keluarganya. Ayahnya meninggal saat sedang bekerja, sedangkan ibunya pergi bersama suami barunya. Wulan hidup di desa bersama neneknya yang sudah sangat tua, yang menjadikan wulan mau tidak mau harus bekerja setiap pulang sekolah.

Aku masuk ke dalam mengambil jagung rebus, karna jika aku terus-menerus mendengarkan mereka berdebat, keburu berteriak cacing-cacaing mereka. Wulan dan dea memang selalu bully-membully, tapi mereka sangat akur. Bahkan sering sekali mereka memakai baju dengan warna yang sama, sudah seperti anak kembar. Ibu guru di sekolah kamipun selalu mengira mereka bersaudara, karna muka yang hampir mirip (Katanya, padahal sebenarnya tidak sih) , tingkah laku, dan selalu kemana-mana bersama.

“Taraaaaaa.... jagung rebus ala chef clara arlita xenasya. Manis seperti nasib kita, dan empuk seperti pipinya dea” Ucapku sambil menaruh jagung rebus ke meja.

“Kau diamlah!! Dari pada kau urusin pipiku, mending kau urus mimpimu saja itu” Omel dea denganku. Logat dia memang paling berbeda di antara kami, karna ibunya asli medan. Walaupun dia belum pernah pergi ke medan.

“Aduhh... sayang, kerjaan kau mengomel mulu, heran! Cepat.. kau makan saja ini jagung rebusnya, biar kenyang perutmu” Ejek wulan lagi, sambil memberikan jagung rebus ke dea.

Kami tertawa sampai sakit perut, memang lucu sekali jika kami sedang berkumpul. Ada-ada saja bahasan yang bisa di tertawakan. Tidak pernah ada batasan untuk kita menertawakan segala hal, bahkan ketika salah satu dari kita sedang sedih, bisa-bisanya kita masih bercanda. Kita bercanda cukup lama, dan akhirnya kita memutuskan untuk masak-masak.

“Masak-masak yuk”  Ajak dea.

“Boleh, tapi di rumahku cuman ada pisang” Jawabku sambil menunduk, karna aku merasa tidak memiliki apa-apa saat tamuku datang ke rumah.

“Tepung ada?” Tanya dea lagi.

“Ada, tapi tinggal sedikit” Jelasku sambil malu-malu.

“Pisang goreng tepung kayaknya enak deh ra, kamu pisangnya aja. Biar aku belikan tepung sama susu coklat, aku nonton di tv tadi. Pisang di kasih susu kok enak sekali” Dea mencoba menjelaskan, dan memberikan uangnya ke wulan, agar wulan pergi ke warung membeli tepung.

Aku dan dea masuk ke rumah dan langsung menuju dapur, sedangkan wulan pergi ke warung untuk membeli tepung. Aku dan dea lalu mengupas kulit pisang dan mengirisnya menjadi dua. Saat wulan sudah kembali dari warung, kami bertiga langsung berbagi tugas. Aku menggoreng, dea menepungi pisangnya, dan wulan yang membuat adonan cairnya. Sambil menggoreng pisang, kami bertiga bercerita tentang reno, lelaki yang di sukai oleh dea. Muka dea seketika langsung merah dan menunduk malu-malu. Wulan tidak henti-hentinya mengejek dea sampai mereka bertengkar lagi, sementara aku, harus melihat mereka bertengkar sambil tertawa sampai sakit perut.

“Aduh maaf ya, dapurnya nggak sebagus dapur kalian. Tapi tahun depan, kalau aku sudah kaya, kita bakal bisa bikin masak-masak yang lebih enak dari ini kok, dan kalian nggak perlu bau asep kayak gini. Wulan nggak usah capek-capek juga niup bara api pas apinya mati hahahaha” Kataku memotong pertengkaran mereka.

“temenmu Mulai lagii nih de” Ucap wulan ke dea, dan tiba-tiba mereka berhenti bertengkar.

Aku tertawa terbahak-bahak melihat mereka yang langsung reda bertengkarnya. Misiku sukses hahaha...

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Di Antara Keajaiban   Pulang

    Aku melangkahkan kaki ku pelan-pelan menuju rumah. Sepanjang jalan aku hanya diam, menganggap diriku sangat egois. Tidak berfikir bapa yang akan tetangga ucapkan jika melihatku dan aryo di gang malam-malam.“ Kalau malam ini orang tuanya clara belum pulang, mama nginep di rumah clara ya pa” Ucap mamanya aryo meminta izin dengan suaminya.“ Ya ma, gapapa. Mama jagain clara di rumah aja ya, sambil nunggu orang tuanya pulang” Jawab papa aryo mengizinkan.Aku mendengar percakapan itu, sontak membuatku menangis. Aku merasa bersalah telah lari dari rumah malam-malam. Aku malu dengan apa yang aku lakukan, hanya memikirkan diriku sendiri, tidak memikirkan orang-orang baik di sekitarku.“ Paman, bibi. Clara minta maaf ya, clara sudah banyak merepotkan, clara nggak berfikir bagaimana harga diri keluarga paman dan bagaimana harga diri keluarga clara. Maafin clara ya, clara nyesel sudah lari dari rumah malam-malam, clara egois!!” Ucapku kepada orang tua aryo sambil meneteskan air mata lagi.Aku m

  • Di Antara Keajaiban   Egoku

    Aku mondar-mandir di halaman rumah, jam semakin berjalan ke kanan, sudah semakin larut. Tetapi orang tuaku belum juga kembali ke rumah. Berkali-kali melihat jam yang terpasang di tanganku, tapi jarumnya seakan-akan berhenti, aku membuka mataku lebar-lebar barangkali mataku yang bermasalah karna melihat jam yang tidak kunjung berpindah posisi."Mbak clara, duduklah disini!" Perintah pak darman, papa aryo.Aku hanya menengok ke arah mereka, dan terus mondar-mandir di depan rumah. Akhirnya aku memutuskan untuk berlari pergi dari rumah, yang membuat keluarga aryo panik."Clara mau kemana?" Teriak mama aryo, yang membuat Aryo dan papanya langsung melihat ke jalan.Aku tidak menggubris apa yang di teriakkan oleh mamanya aryo."Dek, kejar clara buru. Udah setengah 11 malam ini. Takut ada apa-apa" Mama aryo panik, aryo langsung mengejarku. Beberapa kali ia meneriaki namaku, tapi aku terus berlari ke gang ujung desa sambil menangis, berharap orang tuaku aka

  • Di Antara Keajaiban   Jangan menangis lagi!!!

    Sampai sore aku menunggu orang tuaku pulang, ternyata masih belum ada tanda-tanda sama sekali, padahal langit sudah semakin gelap, matahari sudah tidak nampak lagi di desaku. Aku masih duduk di depan rumah bersama aryo, hanya saling diam. Tidak membicarakan apapun, sudah tidak tahu juga mau membahas apa. Sedari pagi melihat mukanya yang tampan, dan sedari pagi juga ia menemaniku di rumah. Sosok lelaki yang sangat bertanggung jawab dengan wanita, walaupun hanya karna tidak sengaja lewat depan rumahku, tetapi malah ia yang menjagaku seharian ini."Sudah gelap yo, kamu tidak pulang? Nanti di cari bapakmu" Tanyaku ke dia."Aku sudah mengiriminya pesan bahwa aku pulang agak larut, menjagamu sampai orang tuamu pulang. Kalau orang tuamu masih belum pulang, ayah dan ibuku akan kesini juga. Kita bermalam disini untuk menjagamu bersama-sama, tidak apa-apa kan?'Aku terkejut bukan main, sebegitu khawatirnya dia denganku. Sungguh di luar nalarku, aku sendiri tidak ter

  • Di Antara Keajaiban   Rumah Clara

    Aku masih meratapi nasibku, masih terbawa emosi tentang kelakuanku. Sedangkan, aryo masih duduk di depan rumah menungguiku. Aku semakin tidak paham dengan apa yang aku alami, semakin di luar dugaan. Tidak pernah merasakan seperti ini, sangat mengagetkan untukku dan untuk orang-orang sekitarku. Terkesan sangat acuh, itulah yang aku rasakan hari ini. Tidak memperdulikan dan mendengarkan semua ucapan orang lain, padahal mereka ingin membantuku."Ke rumah clara yuk nanti, aku nggak enak sama dia" Wulan mengajak dea dan ria."Okay" Mereka berdua menjawab kompak.Aku melihat jam di dinding kamarku, baru jam 12 siang. Hari ini rasanya sangat lama, mungkin karna aku menunggui kedua orang tuaku pulang ke rumah. Aku berkali-kali melihat jam, rasanya tidak gerak sama skali. Aku menengok ke depan rumah, menengok aryo yang sudah merebahkan kepalanya di atas meja."Aryo, sudah jam 12. Kamu mau ke masjid tidak?" Tanyaku membangunkan aryo yang sedang tidur di meja.

  • Di Antara Keajaiban   Terimakasih

    Aku dan aryo meninggalkan persawah, kami berjalan menuju ke sekolahan lagi. Di sepanjang jalan aryo menceramahi tentang tindakanku. Tidak aku dengarkan sama sekali, aku tidak peduli."Jangan di ulangin ya ra. Kamu boleh sedih, tapi kamu harus kuat. Orang lain nggak perlu tahu kalau kamu itu baru sedih. Ra!! Nggak semua masalah harus di selesaikan dengan nangis dan teriak-teriak, coba berfikir lebih positif lagi, apa dampaknya. Kamu boleh mengeluarkan kesedihan mu, tapi ingat ra. Kamu jangan lupa bersyukur juga, di luar sana banyak yang lebih dari kamu" Aryo sudah mulai berceramah, sudah layaknya ustadz desa."Ya" Jawabku singkat, dengan suara sedikit tegas.Sesampainya di sekolah, gerbang sudah di gembok lagi. Mulailah drama part 2 nya antara aryo dan pak satpam yang sangat menaati peraturan itu."Kalian lagi, dari mana ?" Omel pak satpam yang sedang duduk di meja kerjanya sambil meminum segelas teh hangat."Kami cuman mau ambil tas pak

  • Di Antara Keajaiban   Tak Terkendali

    Setelah perdebatan yang cukup menguras waktu dan tenaga, kami di izinkan untuk masuk ke sekolah tanpa memanggil orang tua. Aku tidak tahu betul, apa yang di katakan aryo kepada guru bk sehingga kita di izinkan untuk masuk tanpa ada drama-drama keliling sekolah atau memanggil orang tua ke sekolah.Aku berjalan masuk ke kelas dengan tidak ada semangat untuk mengikuti jam pelajaran ke 3, aku sudah yakin jika bakal ada drama-drama lagi jika aku masuk saat jam itu. Tapi sudahlah, otakku sudah tidak bisa berfikir, aku hanya mengikuti kaki ku berjalan ke arah kelas, tidak berfikir untuk mengeremnya atau pindah haluan ke kantin misalnya.Aku mengetuk pintu kelas “ Tok-tok-tok” lalu membuk pintu kelas dengan hati-hati dan menutupnya kembali rapat-rapat.“Kok baru datang mbak?” Ketus guru yang mengajar di kelasku.“Maaf bu, ada masalah tadi” Jawabku cuek.“Baik, silahkan duduk mbak. Jangan di ulangi lagi” Guru

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status