Share

*Makan Malam Rahasia*

Kafe itu bercahaya redup, dengan nyala lilin di setiap meja memberikan suasana yang hangat dan intim. Laras tiba lebih dulu, memilih meja di pojok ruangan yang agak tersembunyi. Tidak lama kemudian, Alden masuk dengan langkah pasti dan matanya segera menemukan Laras. Dia tersenyum dan mendekat.

"Maaf membuat Anda menunggu," ucap Alden sambil duduk di seberang Laras.

"Tidak apa-apa. Saya sendiri baru saja tiba," jawab Laras dengan senyuman tipis.

Pelayan segera mendekat mengantarkan menu. Mereka berdua memilih makanan dan minuman, lalu menunggu pesanan datang sambil berbicara hal-hal ringan.

"Jadi, mengapa Anda mengajak saya makan malam?" tanya Laras, memulai pembicaraan yang sebenarnya.

Alden menarik napas dalam-dalam. "Sebenarnya, ada banyak hal yang ingin saya bicarakan dengan Anda, Laras. Tentang kita."

Laras mengangkat alisnya, "Kita?"

Alden mengangguk. "Saya menyadari bahwa ada ketertarikan di antara kita, dan saya tidak ingin menyembunyikannya lagi. Saya terkesan dengan dedikasi dan ketulusan Anda di tempat kerja. Dan, untuk jujur, saya merasa kita memiliki koneksi."

Laras menatap Alden dengan ekspresi campur aduk. "Saya menghargai kejujuran Anda, Tuan Alden. Tapi ini semua sangat mendadak. Saya belum pernah melihat Anda dengan cara itu."

Alden tersenyum sedikit. "Itulah sebabnya saya mengajak Anda makan malam. Saya ingin kita mengenal satu sama lain lebih dalam, di luar pekerjaan kita."

Pelayan tiba membawa pesanan mereka, memberikan jeda singkat dalam percakapan mereka. Setelah makanan tersaji, Alden kembali bicara.

"Saya tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi sejak pertama kali saya melihat Anda, saya merasa ada sesuatu yang berbeda tentang Anda. Ada energi yang Anda bawa, sesuatu yang saya belum pernah rasakan sebelumnya."

Laras tersenyum malu. "Saya... saya tidak tahu harus berkata apa. Ini semua sangat baru bagi saya."

Mereka terus berbicara, membahas berbagai hal, dari masa kecil mereka, hobi, mimpi, hingga keinginan mereka di masa depan. Mereka tertawa, mendengarkan, dan saling berbagi, menyadari bahwa ada banyak kesamaan di antara mereka.

Ketika makan malam berakhir, Alden menawarkan untuk mengantarkan Laras pulang. Di depan apartemen Laras, Alden berkata, "Terima kasih atas malam ini, Laras. Saya sangat menikmatinya."

Laras tersenyum. "Saya juga, Tuan Alden. Terima kasih sudah mengajak saya."

Alden mendekat, menatap mata Laras dalam-dalam. "Bolehkah saya mengajak Anda makan malam lagi?"

Laras menarik napas dalam-dalam, merasakan detak jantungnya berpacu. "Saya akan berpikir," katanya sambil tersenyum.

Mereka berpisah dengan senyuman di wajah mereka, menyadari bahwa sesuatu telah berubah di antara mereka. Sesuatu yang mungkin akan membawa mereka ke jalan yang belum pernah mereka bayangkan sebelumnya.

- -

Sebelum masuk ke apartemennya, Laras berhenti sejenak di luar pintu. Dia merasakan gejolak emosi di dalam dirinya. Makan malam dengan Alden bukanlah sesuatu yang dia harapkan, tetapi menjadi salah satu momen terindah dalam hidupnya. Tetapi ada keraguan di benaknya. Bagaimana jika hubungan ini merusak profesionalisme mereka di kantor? Bagaimana jika orang-orang mulai berbicara?

Dia memutuskan untuk menelepon sahabatnya, Rina. "Hei, aku baru saja makan malam dengan Alden," kata Laras begitu Rina menjawab.

Rina terdengar terkejut. "Presdir Alden? Serius? Ceritakan semuanya!"

Laras bercerita tentang semuanya, dari awal hingga akhir. "Aku bingung, Rin. Dia benar-benar pria yang baik dan kami memiliki koneksi yang kuat. Tapi aku khawatir tentang apa yang akan orang pikirkan."

Rina tersenyum lebar, meskipun Laras tidak bisa melihatnya. "Kau tahu, kadang-kadang kita harus mengambil risiko. Jangan terlalu khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan. Ikuti hatimu."

Mereka berbicara hingga larut malam, dan Laras merasa lega setelah berbagi perasaannya. Dia memutuskan untuk memberi kesempatan pada hubungan ini, tetapi dengan hati-hati. Dia tidak ingin hal-hal menjadi rumit di tempat kerja, tetapi dia juga tidak bisa mengabaikan perasaan yang tumbuh di antara mereka.

Sebelum tidur, Laras menulis di jurnalnya, "Mungkin inilah awal dari sesuatu yang indah. Atau mungkin sebuah pelajaran. Apapun itu, saya siap menghadapinya." Dia menutup jurnalnya dengan senyuman penuh harap.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status