Share

*Cemburu*

Di kantor yang dipenuhi dengan bisikan dan pandangan sinis, Laras mulai merasakan tekanan dari rekan-rekan kerjanya. Gosip tentang kedekatannya dengan Alden menyebar seperti api di musim kemarau. Tidak peduli seberapa profesional dia bekerja, tatapan iri dan cemburu selalu mengikuti.

Suatu hari di pantry, Laras mendengar beberapa koleganya berbisik.

"Itu pasti karena dia dekat dengan bos. Siapa yang tidak mendapatkan perlakuan khusus jika dekat dengan Presdir?" kata salah satu dari mereka, suaranya penuh iri.

Laras meneguk kopinya, berusaha mengabaikan komentar tersebut. Namun, dia tidak bisa menghindari perasaan tidak nyaman yang muncul.

Di lain waktu, saat meeting departemen, salah seorang rekan kerja menyinggung, "Sebaiknya kita tanya pendapat Laras. Siapa tahu, dia punya 'informasi khusus' dari Presdir."

Semua mata tertuju padanya, beberapa menyembunyikan senyum sinis. Laras merasakan pipinya memanas. Dia tahu komentar itu bukan sekedar candaan, tetapi sebuah sindiran yang disamarkan.

Pada suatu sore, Alden memanggil Laras ke kantornya. "Laras, saya dengar ada beberapa komentar tidak menyenangkan di kantor. Apakah itu mengganggu Anda?"

Laras menghela nafas. "Saya tidak membiarkannya memengaruhi pekerjaan saya, Tuan Alden, tetapi saya tidak bisa mengatakan itu tidak mengganggu."

Alden menatapnya dengan ekspresi prihatin. "Saya tahu ini bukan situasi yang mudah. Saya menghargai profesionalisme Anda, dan saya tidak ingin Anda merasa tidak nyaman di sini."

"Terima kasih, Tuan Alden," Laras berkata, "tapi saya rasa ini adalah bagian dari dinamika kantor. Saya hanya perlu belajar mengatasinya."

Alden merenung sejenak. "Saya mengerti, tetapi jika ada sesuatu yang bisa saya lakukan untuk membantu, tolong beritahu saya. Anda adalah aset penting bagi perusahaan ini, dan saya tidak ingin anda merasa terintimidasi atau tidak dihargai."

Laras tersenyum, merasa bersyukur atas dukungan Alden. "Saya menghargai itu, Tuan Alden. Saya akan melakukan yang terbaik."

Malam itu, saat Laras mempersiapkan diri untuk pulang, dia merenung sejenak. Situasi di kantor telah menjadi lebih menantang daripada yang dia bayangkan. Dia tahu bahwa berada di posisi dekat dengan Presdir akan membawa tantangan tersendiri, tetapi tidak pernah menyangka akan sekompleks ini.

Keesokan harinya, sebuah insiden terjadi yang meningkatkan tensi. Seorang kolega secara tidak sengaja menyiram kopi ke atas dokumen penting yang sedang Laras kerjakan. Meski itu tampak seperti kecelakaan, tatapan tajam dan senyuman sinis yang disertai permintaan maaf yang setengah hati, memberi tahu Laras bahwa itu mungkin lebih dari sekedar kecelakaan.

Laras membersihkan dokumen itu sebaik mungkin, hatinya berdebar. Dia tahu dia harus tetap kuat dan tidak membiarkan hal-hal seperti ini menghalangi pekerjaannya. Namun, di dalam hatinya, dia merasa semakin tertekan.

Saat Alden mengetahui insiden tersebut, raut wajahnya berubah menjadi serius. "Ini sudah terlalu jauh," ujarnya, suaranya rendah namun tegas. "Saya akan berbicara dengan HR. Kita perlu memastikan lingkungan kerja yang sehat dan profesional."

Laras hanya mengangguk, merasakan keberanian dan kepastian dari Alden sebagai benteng bagi ketegarannya. Meski cemburu dan gosip telah menjadi bagian dari kesehariannya, dukungan Alden memberinya kekuatan untuk tetap berdiri teguh dan melanjutkan pekerjaannya dengan kepala tegak.

- -

Setelah percakapan dengan Alden, Laras merasa sedikit lega. Dia tahu bahwa mendapat dukungan dari Presdir bisa menjadi pedang bermata dua dalam lingkungan kerja yang penuh gosip ini, namun pada saat yang sama, dukungan tersebut memberikan kekuatan baginya untuk terus maju.

Keesokan harinya, Alden memanggil rapat dengan seluruh karyawan. Di ruang rapat yang penuh dengan tatapan penasaran, Alden berbicara dengan tegas, "Saya memahami bahwa setiap karyawan memiliki hak untuk merasa nyaman dan dihormati di tempat kerja. Saya tidak akan mentolerir perilaku yang merugikan lingkungan kerja kita."

Laras, yang duduk di barisan belakang, merasakan pandangan tertuju padanya. Dia menundukkan kepala, berusaha menyembunyikan perasaan campur aduknya.

Setelah rapat, beberapa rekan kerja mendekati Laras, menawarkan permintaan maaf dan dukungan. Momen itu, meski sederhana, memberikan harapan baru bagi Laras. Mungkin, hanya mungkin, lingkungan kerja ini bisa berubah menjadi lebih baik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status