Se connecterSetelah beberapa hari berlalu, Aaron dan ILHAM merasa bahwa perjalanan mereka ke rumah Hendra Wijaya dan pelaporan kepada Ustadz Abdullah telah membawa mereka lebih dekat pada tujuan mereka. Namun, ketenangan mereka tidak bertahan lama. Sebuah berita buruk segera datang, membuat mereka kembali menghadapi situasi yang menegangkan.
Pada pagi hari yang tenang, ketika matahari baru saja muncul di balik horizon, Aaron dan ILHAM menerima pesan mendesak dari Pak Harjo. Pesan tersebut dikirim melalui salah satu dari beberapa perewangan yang pernah menjadi pengikut Harjo, yang sekarang tampaknya bekerja sama dengan mereka dalam misi untuk melawan kejahatan. Pesan itu tiba melalui seorang utusan berbadan manusia, namun dengan wajah yang tampak sedikit tidak biasa, seolah-olah ada sesuatu yang lebih dari sekadar manusia biasa.
Pak Harjo, mantan dukun sakti yang sekarang telah memeluk Islam sepenuhnya, telah melakukan perubahan besar dalam hidupnya. Setelah pertemuannya dengan Aaron dan ILHAM, dia menyadari kekeliruan jalannya yang lama dan bertekad untuk menggunakan ilmunya untuk kebaikan. Namun, dia sekarang berada dalam situasi yang sangat sulit.
"Assalamu’alaikum, Aaron dan ILHAM," kata utusan tersebut dengan suara lembut dan penuh rasa hormat. “Saya adalah utusan dari Pak Harjo. Beliau meminta saya untuk menyampaikan kabar mendesak kepada kalian.”
Aaron dan ILHAM duduk di ruang tamu rumah mereka, memandang serius kepada utusan tersebut. ILHAM mengangguk dan berkata, "Silakan sampaikan pesan dari Pak Harjo."
Utusan itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam jubahnya—sebuah batu kecil yang bersinar lembut. “Pak Harjo sedang menangani kasus yang sangat sulit saat ini. Beliau telah menyembuhkan beberapa orang dari keluarga yang terkena santet, tetapi masalah utama adalah gadis cantik yang memiliki kekuatan turunan. Jiwanya telah diculik ke alam lain, dan tubuhnya sekarang penuh dengan banyak makhluk kuat yang merasuki dirinya.”
Aaron terkejut mendengar informasi ini. “Apa maksudnya, makhluk-makhluk itu? Dan di alam mana jiwa gadis itu diculik?”
Utusan itu melanjutkan, “Pak Harjo sedang berusaha keras untuk menyembuhkan gadis tersebut, tetapi banyak makhluk jahat telah memasuki tubuhnya. Beliau sudah terluka parah karena usaha menyembuhkan dan melawan makhluk-makhluk itu. Beliau meminta bantuan kalian karena situasinya semakin buruk, dan beliau merasa kewalahan.”
ILHAM memandang Aaron dengan cemas. “Apa yang harus kita lakukan? Jika Pak Harjo sampai terluka parah, itu berarti kita juga harus bertindak cepat.”
Aaron mengangguk serius. “Kita perlu pergi ke tempat Pak Harjo berada dan melihat bagaimana kita bisa membantu. Jika gadis itu memiliki kekuatan turunan yang kuat, kita harus mencari cara untuk membebaskan jiwanya dari penculikan dan mengusir makhluk-makhluk itu.”
Utusan itu mengangguk setuju. “Pak Harjo telah memberikan petunjuk lokasi tempat beliau sedang bertempur. Lokasi itu terletak di sebuah desa terpencil di pinggiran kota, di mana terdapat sebuah rumah tua yang telah lama ditinggalkan.”
Aaron dan ILHAM segera mempersiapkan diri untuk berangkat. Mereka memastikan bahwa mereka membawa semua peralatan yang diperlukan, termasuk tasbih yang telah didoakan oleh Ustadz Abdullah, serta beberapa benda spiritual yang mereka miliki. Mereka juga memeriksa ulang doa-doa dan amalan yang telah diajarkan oleh Ustadz Abdullah untuk memastikan bahwa mereka siap menghadapi situasi yang akan datang.
Setelah mempersiapkan semua perlengkapan, mereka meninggalkan rumah mereka dan menuju lokasi yang disebutkan oleh utusan tersebut. Perjalanan menuju desa terpencil itu tidak mudah. Jalanan yang berliku dan suasana yang semakin sepi membuat perjalanan mereka terasa semakin menegangkan.
Ketika mereka akhirnya tiba di desa tersebut, suasana di sekitar rumah tua yang ditunjukkan terasa sangat menakutkan. Rumah itu berdiri dalam keadaan rusak dan sepi, dikelilingi oleh pepohonan yang tampak seperti tangan-tangan kering yang menggapai. Udara di sekitar rumah terasa dingin dan berat, menandakan adanya energi negatif yang kuat di tempat itu.
Aaron dan ILHAM memasuki rumah tua dengan hati-hati. Mereka bisa merasakan kehadiran makhluk-makhluk jahat di sekitar mereka. Suara-suara aneh dan bisikan yang tidak bisa dijelaskan membuat suasana semakin menegangkan.
Di dalam ruangan yang gelap dan lembab, mereka menemukan Pak Harjo dalam keadaan terbaring lemah. Tubuhnya dipenuhi luka-luka dan terlihat sangat kelelahan. Di sekelilingnya, mereka bisa melihat jejak energi gelap yang menunjukkan bahwa makhluk-makhluk jahat telah menguasai tempat tersebut.
“Aaron, ILHAM, kalian datang tepat pada waktunya,” ujar Pak Harjo dengan suara yang lemah. “Aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk membantu gadis itu, tetapi kekuatan makhluk-makhluk ini terlalu besar. Aku membutuhkan bantuan kalian untuk membebaskan jiwanya dan mengusir makhluk-makhluk ini dari tubuhnya.”
Aaron dan ILHAM segera menyusun strategi. Mereka tahu bahwa mereka harus bertindak cepat untuk menyelamatkan gadis itu. Dengan memanfaatkan ilmu dan doa yang mereka miliki, mereka mulai memfokuskan energi mereka untuk melawan makhluk-makhluk jahat dan mencari jalan untuk menyelamatkan jiwa gadis tersebut.
Dalam prosesnya, mereka melakukan ritual pembersihan dan penyucian yang intens. Mereka membaca doa-doa yang kuat, berusaha untuk menciptakan perisai spiritual yang dapat melindungi mereka dari serangan makhluk jahat. Selama pertarungan spiritual ini, Aaron dan ILHAM merasakan ketegangan yang sangat besar. Mereka harus berjuang melawan energi gelap yang sangat kuat, sementara Pak Harjo terus memberikan arahan dan bantuan dengan sisa tenaga yang dimilikinya.
Setelah berjam-jam bertempur melawan makhluk-makhluk jahat, Aaron dan ILHAM akhirnya berhasil mengusir sebagian besar dari mereka. Namun, mereka tahu bahwa tugas mereka belum selesai. Mereka harus memastikan bahwa jiwa gadis itu benar-benar bebas dan kembali ke tubuhnya.
Dengan bantuan Pak Harjo, mereka melanjutkan usaha mereka untuk menemukan dan menyelamatkan jiwa gadis tersebut dari alam lain. Mereka menggunakan ilmu yang telah mereka pelajari dan berdoa dengan penuh keyakinan, berharap agar usaha mereka membuahkan hasil.
Ketika akhirnya mereka berhasil menyelamatkan jiwa gadis tersebut dan mengembalikannya ke tubuhnya, suasana di dalam rumah tua itu mulai berubah. Energi gelap yang sebelumnya menguasai tempat itu perlahan-lahan memudar, digantikan oleh rasa damai dan ketenangan.
Pak Harjo, meskipun masih lemah, terlihat lega dan bersyukur. “Terima kasih, Aaron dan ILHAM. Kalian telah melakukan hal yang sangat penting dan membantu menyelamatkan jiwa yang sangat berharga. Aku merasa sangat bersyukur memiliki kalian sebagai teman dan rekan dalam perjuangan ini.”
Aaron dan ILHAM merasa puas dengan hasil usaha mereka. Meskipun perjalanan mereka penuh dengan tantangan dan bahaya, mereka tahu bahwa mereka telah melakukan hal yang benar. Mereka merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan berikutnya, dengan tekad yang lebih kuat untuk terus menegakkan kebenaran dan melawan kejahatan.
BAB 59: Ilham Melawan Saudaranya Part 1 — Awal Konflik SaudaraAngin lembut berhembus di atas puncak sarang yang baru tenang. Cahaya lembayung menari di antara bayangan yang kini damai, seolah memberi selamat atas berakhirnya perang saudara sebelumnya. Namun, di balik kedamaian yang tampak, Ilham merasakan getaran aneh. Sebuah energi familiar namun berbeda, seperti gema dari masa lalu yang menolak menyerah.Ilham berdiri di tepi inti pusat, memandang ke arah lembah energi yang bersinar lembut. Tiba-tiba, bayangan gelap muncul, menyatu dengan cahaya, tetapi bergerak dengan ritme yang asing. Ada aura yang mengingatkannya pada masa kecil, pada saudara yang pernah ia kenal, tetapi kini berbeda.“Ilham…” suara itu terdengar samar, seperti bayangan yang mencoba berbisik melalui ruang dan waktu.Ilham menatap tajam. Energi itu terasa seperti separuh dari dirinya sendiri, namun diwarnai kemarahan dan kebingungan yang intens. Ia menyadari, dengan perasaan cam
BAB 58: Aaron Menjadi Raja KelabangPart 1 — Awal Takhta dan Gelombang PertamaSetelah kedamaian yang perlahan menyejukkan sarang, Aaron berdiri di atas puncak menara pusat, menyaksikan gelombang cahaya lembayung dan bayangan yang kini menari harmonis di seluruh sarang. Atmosfer terasa berat sekaligus ringan; energi yang dulu liar kini tersaring menjadi aliran yang jelas, menuntun setiap makhluk dan setiap bayangan menuju keseimbangan. Ia bisa merasakan setiap denyut kehidupan, bukan hanya fisik, tapi metafisik—jiwa sarang seakan bernapas bersama dirinya.Aaron memejamkan mata sejenak, membiarkan energi baru itu meresap ke dalam dirinya. Ia merasakan sensasi yang asing namun familiar—perpaduan antara kekuatan primitif T-Rex yang pernah ia warisi dan kesadaran yang kini berkembang dari bayangan-bayangan yang diterima. Ini bukan hanya kekuatan fisik, tetapi energi kosmik yang beresonansi dengan jiwa seluruh sarang.“Sekarang, ini tangg
BAB 57: Perang Saudara di SarangPart 1 — Bayangan yang Berbagi RahasiaSarang Kelabang terbentang luas di bawah permukaan bumi, jaringan lorong dan ruang yang berkilau lembayung oleh cahaya organik yang terpancar dari dinding-dinding yang hidup. Setiap lekuk, setiap pori, berdenyut seolah makhluk itu sendiri bernapas. Udara di dalam sarang kental, bercampur aroma tanah basah, resin purba, dan sesuatu yang asing tapi memikat; energi yang bergetar seiring denyut hati makhluk-makhluk yang menghuni tempat ini.Aaron berdiri di pintu masuk salah satu lorong utama, menatap gelap yang mengular seperti sungai berkelok. Ilham ada di sisinya, matanya yang kini mampu menembus bayangan, menyapu setiap sudut, menyingkap rahasia yang tersembunyi dalam gelap. Bayangan-bayangan yang dulu menakutkan kini tampak lebih jinak, berbaur dengan cahaya lembayung, tapi tetap memancarkan peringatan: ada sesuatu yang sedang bergerak di balik kegelapan.“Kau merasakannya
BAB 56: Kebangkitan Lelana sebagai KelabangPart 1 — Getaran Pertama Kelahiran BaruSarang bawah tanah bergetar lembut, seakan dunia itu sendiri menahan napas. Setiap dinding batu yang pekat, setiap terowongan sempit, bergetar bersama dengan denyut energi yang baru terbentuk. Di tengah ruang utama, tubuh Lelana yang pernah fana terbaring diam, tapi kini cahaya lembayung mulai merembes melalui celah-celah sisik yang mengeras, menciptakan pola iridesen yang menakjubkan. Cahaya itu berdenyut, berkoordinasi dengan napas bumi, dan menghasilkan resonansi yang bisa dirasakan hingga ke dalam tulang Aaron dan Ilham.Aaron menatap dengan mata terbuka lebar, dada berdebar tidak hanya karena kekaguman, tapi juga karena rasa takut dan harapan bercampur. Energi yang terpancar dari Lelana berbeda dari apapun yang pernah mereka alami — bukan sekadar kekuatan fisik atau spiritual, tetapi kombinasi dari kesadaran purba, ingatan yang hilang, dan rasa empati yang mendalam
BAB 55: Kematian Lelana yang PertamaPart 1 — Bayangan yang Tak Mau MatiLangit sore menggantung bagai kain lembut yang basah oleh cahaya terakhir. Di tepi dataran yang dulu menjadi medan pertempuran Kelabang, kini hanya tersisa batu-batu hitam dan sisa kabut yang berbau logam. Aaron berdiri di sana dengan tangan bergetar, sementara Ilham berlutut di tanah, memeluk tubuh Lelana yang nyaris tanpa napas.Dunia sedang tenang — tapi terlalu tenang. Seolah setiap roh, setiap daun, bahkan udara menahan diri untuk tidak bergetar. Lelana terbaring dalam pelukan Ilham, wajahnya pucat, bibirnya masih menyisakan senyum tipis. Bukan senyum bahagia, melainkan semacam penerimaan halus terhadap sesuatu yang tak bisa ia ubah.“Dia… belum pergi,” bisik Aaron pelan, nyaris tanpa suara.“Aku tahu,” jawab Ilham. Suaranya retak, seperti kaca yang digores kuku. “Tapi jiwanya sudah tidak di sini.”Udara di sekitar
BAB 54: “Jagat yang Belajar Bernapas”BAB 54 — Part 1: Denyut Pertama Dunia BaruHening itu bukan sekadar ketiadaan suara — ia adalah napas pertama sebuah dunia.Setelah Putusan Jagat dilafalkan, waktu berhenti bukan karena kehabisan tenaga, melainkan karena sedang menata ulang arti keberadaannya. Di antara reruntuhan cahaya dan puing-puing realitas yang menguap seperti debu bintang, Aaron dan Ilham berdiri — bukan sebagai manusia, bukan pula sebagai anomali. Mereka adalah saksi dari sesuatu yang baru saja lahir.Tanah di bawah kaki mereka terasa lembut, seolah baru saja diukir dari doa-doa yang belum selesai. Warna-warna melayang di udara, bukan sebagai cahaya, tapi sebagai perasaan. Setiap nuansa biru menenangkan, setiap semburat jingga membawa rasa hangat yang belum pernah ada sebelumnya. Angin berhembus seperti tangan dunia yang ragu menyentuh kulit mereka — lembut, gugup, seperti bayi yang baru mengenal ibunya.







