Ekspresi Rudy terlihat membeku. "Ini ... ini pasti ada kesalahpahaman. Aku sudah menegurnya. Dia, dia mau meminta maaf kepadamu.""Tidak perlu." Peter melambaikan tangannya. "Aku tidak membutuhkan permintaan maaf.""Ah, begitu. Hmm, baiklah, aku akan mengantarmu turun." Rudy berusaha untuk membujuk Peter.Peter mengangguk sambil memandang ke arah meja perawat. Dia melihat beberapa perawat yang berdiri sambil tersenyum ramah. Selain beberapa perawat yang tersenyum ramah, hanya Citra sendiri yang meringkuk di sudut dan menangis tersedu-sedu.Citra tidak tahu karma apa yang sedang menimpanya. Kenapa dia begitu bodoh sampai menyinggung orang sepenting Peter?Peter hanya mendengus dingin, lalu pergi dan masuk ke dalam lift. Rudy sangat sigap, dia bergegas mengikuti dari belakang.Sesampainya di dalam lift, Rudy baru menghela napas lega. "Siapa orang yang kamu temui tadi? Aku tidak pernah mendengar kamu membahasnya?""Dia?" Peter bertanya kembali."Iya, pemuda yang bernama Nicholas itu," bis
Menurut Nicholas, Karen tidak cocok mengenakan beberapa helai pakaian yang dipegangnya ini.Nicholas berjalan ke meja perawat, lalu berkata sambil tersenyum, "Ini untuk kalian, pilih saja sendiri. Semoga suka ....""Sungguh?" tanya beberapa perawat yang sedang berjaga, mereka terlihat sangat senang.Berbeda dengan perawat yang lain, Citra meringkuk di sudut sambil menangis tersedu-sedu. Dia sedang berusaha keras untuk mengendalikan emosinya. Kedua tangannya bergetar hebat, jantungnya berdetak cepat, dia bahkan tidak memiliki keberanian untuk menatap Nicholas.Setelah melihat sikap Peter yang begitu menghormati Nicholas, Citra tidak dapat membayangkan orang seperti apa yang telah direndahkannya. Citra sangat menyesali perbuatannya terhadap Nicholas. Setiap membayangkan ucapan yang telah dilontarkan, rasanya Citra ingin menghilang saja.Nicholas memberikan pakaian-pakaian itu, lalu kembali ke kamar Karen."Kak Citra, kamu nggak mau lihat? Semua ini pakaian mahal, satu helainya saja 16 ju
"Aku menakutkan, ya?" Nicholas tertawa terbahak-bahak."Ti ... tidak." Karen sontak menundukkan kepalanya. Nicholas tidak menyeramkan, tapi Karen terkejut melihat senyumannya barusan. Senyuman itu membuat Karen tidak nyaman."Begini saja, kebetulan aku menyewa rumah sendiri. Kamu juga masih lemah, perlu istirahat yang cukup. Kamu boleh tinggal di rumah yang aku sewa, di sana ada banyak kamar," jawab Nicholas."Hah? Tidak, tidak perlu!" Karen menolak tanpa ragu."Tenang saja, aku bukan orang jahat, kok. Kalau kamu mengkhawatirkan biaya sewa bulanan, bayar aku 10% saja. Aku juga nggak minta banyak."Karen berpikir sejenak. Kalau Nicholas hanya meminta 10% biaya sewa, Karen mungkin bisa menerimanya.Nicholas hanya tersenyum kecil. Setelah taksi tiba, mereka masuk ke dalam mobil dan pergi.Meskipun bukan kota paling besar, Kota Mano cukup berkembang. Transportasi Kota Mano sangat mudah, pemandangan dan udaranya juga bagus. Kota ini sangat nyaman untuk ditinggali sehingga banyak orang asing
Nicholas tertawa melihat reaksi Karen. Dia tidak memedulikan Karen dan beranjak masuk."Kalau kamu nggak sanggup bayar, utang saja dulu. Bayarnya setelah kamu punya uang, nanti aku catat." Nicholas berbicara sambil membuka pintu rumah, "Tapi jangan kabur, ya! Aku bisa menuntutmu."Karen sangat ingin meninggalkan tempat ini. Walaupun kondisi asrama tidak terlalu bagus dan banyak yang menindasnya, dia lebih nyaman tinggal di sana.Rumah ini memang bagus, tapi Karen tidak sanggup membayarnya. Dia tidak memiliki uang sebanyak itu. Berutang terlalu banyak juga bukan solusi yang bagus."Aku tinggal di lantai 3. Kamu boleh tinggal di lantai 3 atau lantai dua ...." Nicholas memandangi rumah ini dengan tatapan penuh rindu. Saat memasuki sekolah, ibunya Nicholas mempersiapkan rumah ini untuknya. Namun, setelah Nicholas dan Felita pacaran, Keluarga Winata menyegel rumah ini.Sesekali, memang ada pelayan yang datang untuk membereskan rumah ini sehingga kelihatannya tidak terlalu berantakan. Setela
Karen merasa serba salah. Dia berjalan sambil menundukkan kepala.Ketika melihat dua gadis yang berjalan dari kejauhan, Nicholas mengerutkan alisnya sambil mengamati mereka.Ekspresi kedua gadis itu sangat berlebihan. Mereka menghampiri Karen sambil bertanya, "Kok kamu di sini?""Karen, kamu masih berani datang ke kampus? Nggak malu?""Kamu sudah merusak nama baik Universitas Mano. Kalau aku jadi kamu, aku nggak akan berani datang lagi.""Aku ... aku ...." Karen ingin membantah tuduhan mereka."Kenapa? Kamu sudah tahu, hari itu ada banyak polisi yang datang." Serena menatap Karen dengan jijik."Eh siapa ini? Pacarmu? Gadis sejelek kamu bisa dapat pacar?" tanya Serena sambil menatap Nicholas."Bukan ...." Karen melambaikan tangan, dia mau menjelaskan, tapi Nicholas menyelanya dan berkata, "Iya, kenapa? Setidaknya masih ada orang buta yang menyukainya. Kalau kamu ... aku rasa orang buta pun tidak tertarik.""Sialan, apa katamu?" Serena marah sambil menunjuk Nicholas."Kamu nggak ngerti m
Karen harus bisa melindungi diri sendiri. Kalau begini terus, dia tidak akan bisa bertahan di dunia yang kejam ini.Sesampainya di atas, Nicholas mengetuk kantor Rektor."Masuk!" Terdengar suara Edwin yang menjawab.Nicholas membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan Edwin. Edwin terlihat sedang sibuk merapikan dokumen-dokumennya.Ketika melihat kedatangan Nicholas, wajah Edwin terlihat berseri-seri."Nicholas? Apa kabar? Aku sudah menunggu kamu kembali, kapan mau mulai kuliah lagi?" Edwin bersikap sangat ramah. "Aku dengar-dengar, selama di rumah sakit kamu tidak betah, ya? Bapak bangga kepadamu. Kamu sangat baik hati dan menolong sesama mahasiswa. Kampus pasti akan memberikanmu penghargaan.""Pak Edwin, aku ....""Jangan sungkan-sungkan, panggil saja paman. Tidak perlu memanggilku bapak," kata Edwin sambil tersenyum manis.Karen agak terkejut, tidak disangka, ternyata Nicholas dan Pak Edwin sangat akrab?Karen sulit memahami semua yang terjadi. Sebenarnya, Pak Edwin dan Nicholas tidak
"Julian, aku yang menyuruhmu kemari!" Edwin mengernyitkan dahi tak sabar.Julian terdiam sesaat, lalu menoleh, "Pak Edwin, Anda mau apa?""Kita belum menyelidiki secara jelas tentang Karen mencuri uang aktivitas himpunan mahasiswa, jadi kita belum bisa membuat kesimpulan." Ada jeda sesaat sebelum sang rektor melanjutkan kalimatnya. "Kembali dan kumpulkan siswa kelasmu, jelaskan pada mereka situasinya. Aku sudah melaporkan masalah ini ke pihak kepolisian. Setelah hasil penyelidikannya keluar, aku akan menjelaskan pada kalian juga.""Apa ini pantas?" Semua orang tahu bagaimana uangnya hilang," ucap Julian tak senang."Sudah kubilang, jangan sembarangan menyimpulkan sebelum penyelidikannya selesai!" Edwin melambaikan tangannya sedikit kesal. "Lakukan saja apa yang kukatakan. Kamu nggak perlu mengkhawatirkan hal lainnya.""Oke!" balas Julian dingin. Dia menoleh ke arah Karen dan Nicholas, lalu melangkah keluar sambil menggelengkan kepala.Tatapan balasan Nicholas sama tampak dingin."Nicho
"Pak Edwin barusan membantu kalian menghentikan komplain-komplain itu karena takut orang-orang mencoreng nama baik universitas. Dia baik, tapi aku tidak! Setelah hasil penyelidikan dari polisi keluar, aku akan menendang kalian berdua dari universitas ini. Tidak peduli siapa dari kalian pelakunya!" ucap Julia yang kemudian melangkah memasuki ruang kelas.Arti tersembunyi kalimat itu sangat jelas. Karen adalah pencurinya. Sang rektor memberikan perlakuan khusus kepada Karen, tetapi Julia tidak akan melakukannya.Dari lubuk hati terdalam Nicholas, api amarah membara. Dia semakin kesal melihat Karen tampak sedih, menahan air mata agar tidak membanjiri pipinya."Cepat masuk! Semuanya sudah ada di sini!" Julia berdiri di panggung, memutar bola matanya ke arah Nicholas dan Karen yang berada di luar ruang kelas.Nicholas menarik Karen masuk dengan wajah kusut.Seisi ruang kelas seketika ribut saat mereka berdua masuk. Banyak yang saling berbisik membicarakan mereka. Sebagian besar memandang ke