Share

Tantangan Awal

Penulis: yourbby
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-01 10:29:50

“Selamat pagi, semua,” Isabelle menyapa teman-teman satu departemennya depan ceria.

“Heh, kemana aja baru muncul?” tanya Kak Nindya heboh.

“Biasa kak, liburan dulu kita. Biar ga pusing, ya. Kan?” jawab wanita yang masih menggunakan coat berwarna coklat itu.

“Gayaan banget, liburan nggak ngajak-ngajak,” protes Rendra.

“Mana oleh-oleh?” todong Kak Jordan.

Isabelle lantas membagikan masing-masing satu paperbag kepada ketiga temannya itu.

“Ada gosip apa, nih?” bisik Isabelle sambil menyalakan komputernya.

“Si bu kepala departemen beberapa hari ini tantrum,” jawab Rendra yang duduk di samping Isabelle dengan suara sangat pelan.

“Kok bisa?” wanita itu kembali bertanya.

“Laporan keuangan numpuk. Kewalahan dia,” bisik Kak Jordan.

“Mana si pak CEO lagi keluar negeri katanya. Makin pusing dah minta acc pending mulu,” lanjut laki-laki yang ada di depannya ada.

Mendengar hal itu, Isabelle terkekeh.

Ke luar negeri apanya. Orang dia lagi nikahan. Sama gue, batin Isabelle.

***

Seperti biasa, cafe samping perusahaan selalu menjadi tempat favorit dari keempat penghuni departemen keuangan. Sebenarnya pilihan mereka hanya tiga, kantin perusahaan, cafe, atau bawa bekal.

Kali ini mereka berempat memutuskan untuk ke cafe saja. Apalagi tujuannya jika bukan untuk kopi dan matcha. Jangan lupakan suasana cafe yang cocok untuk melepas penat setelah berkutat dengan angka-angka.

Mereka memilih duduk di salah satu meja yang letaknya di samping jendela dekat dengan pintu. Isabelle duduk bersebelahan dengan Kak Nindya. Sedangkan Kak Jordan dan Rendra di depannya.

Keempatnya menikmati minuman dan kudapan manis yang sudah dipesan. Sesekali berbagai cerita mengenai hal-hal yang terjadi belakangan ini. Apalagi Isabelle yang libur selama 3 hari. Perempuan itu tidak ingin ketinggalan berita terbaru.

Tiba-tiba Rendra menyodorkan selembar tisu ke arah Isabelle. Tepat bersamaan dengan itu, Dario memasuki cafe dan melihat ke arah meja mereka. Isabelle berusaha meraih tisu itu sebelum mengenai ujung bibirnya yang ternyata ada sisa coklat.

Di depan pintu sana, Dario masih menatap ke arahnya. Tajam dan dingin. Tanpa ekspresi. Isabelle tersenyum tipis, mencoba menyapa suaminya. Ketiga rekannya yang menyadari ara pandangan Isabelle, langsung mengalihkan perhatian mereka.

“Siang, Pak,” sapa mereka bertiga kepada Dario.

Dario hanya hanya membalas anggukan tanpa sepatah katapun keluar dari mulut laki-laki tu. Ia lalu mengalihkan pandangan tajamnya ke arah Isabelle dan melangkah pergi. Sedangkan Isabelle yang ditatap seperti itu hatinya menjadi tak karuan.

Apa dia lihat, ya? Apa dia marah? tanya Isabelle dalam hati.

Nggak mungkin, ah. Emang ekspresinya selalu datar gitu aja kali, ia mencoba menghilangkan pikiran negatif.

***

Isabelle mencoba mengedarkan pandangan ke arah sekitarnya. Ketika dirasa sudah aman dan tidak ada satupun yang melihat, ia masuk ke kursi penumpang sebuah BMW hitam. Di sana sudah Dario yang sedang mengotak-atik sebuah iPad di pangkuannya, menunggu wanita itu.

“Maaf aku lama, Kak,” ujar Isabelle merasa bersalah.

“Hmm,” Dario hanya menanggapi dengan deheman tanpa menolehkan pandangannya sama sekali.

Suasana di dalam mobil menjadi canggung. Tidak ada satupun di antara keduanya yang membuka percakapan selama perjalanan. Isabelle sudah was-was akan terkena amarah Dario atas kejadian di cafe tadi.

Dario memasuki mansion mewahnya dengan langkah lebar. Isabelle sampai merasa kewalahan itu mengikuti langkah suaminya itu. Namun, Dario tidak langsung masuk ke kamar mereka, melainkan ke ruang kerja.

Melihat hal itu, Isabelle hanya bisa menghela napas pasrah. Sudah dipastikan suasana hati suaminya sedang buruk. Sebab, sebelumnya Dario tak pernah sedingin itu saat di rumah. Jangan lupakan sorot matanya yang menyimpan amarah.

Isabelle memasuki kamar tidurnya dengan Dario dan memilih langsung membersihkan diri saja. Mungkin guyuran air dingin akan membuatnya sedikit lebih rileks dan bisa menghadapi suaminya dengan tenang.

Selesai membersihkan diri, Isabelle memutuskan untuk menghampiri Dario ke ruang kerja. Perempuan itu mengetuk pintu berkali-kali. Tidak ada jawaban. Ia memutuskan memutar knop pintu perlahan untuk langsung membukanya.

Didapatinya Dario sedang membaca sebuah buku di meja kerjanya.

“Mandi dulu, Kak. Biar fresh,” ucap Isabelle dengan lembut, lebih tepatnya berhati-hati.

Ia takut Dario makin marah padanya. Suaminya itu menutup buku yang ada di hadapannya dan beranjak pergi. Dario memasuki kamar mandi yang ada di kamar tidur mereka dan membersihkan diri, menuruti perkataan Isabelle.

Namun, setelahnya laki-laki itu tetap diam. Ia memilih duduk di sofa sambil memainkan ponsel. Isabelle yang tidak nyaman dengan hal itu lantas menghampiri suaminya.

“Kak, kamu marah?” tanya Isabelle sambil mencoba mengeringkan rambut suaminya yang masih basah menggunakan handuk.

“Pria tadi satu departemen denganmu, Saras?” Dario berbalik bertanya.

“Iya, Kak. Namanya Rendra,” jawab Isabelle dengan hati-hati.

“Apakah dia selalu memperlakukanmu seperti itu?” tanya Dario lagi dengan pandangan masih fokus ke ponsel.

“Tidak, Kak. Dia emang friendly orangnya,” Isabelle mencoba jujur sebisa mungkin.

Dario merubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Isabelle. Lelaki itu mengikis jarak di antara keduanya hingga punggung wanitanya itu bersandar pada sofa. Tanpa aba-aba, Dario melumat bibir Isabelle. Kali ini cukup kasar, tak seperti biasanya.

Tangan kanannya memegang tengkuk istrinya itu untuk menahan pagutan di antara keduanya. Dario seakan ingin melampiaskan seluruh amarahnya. Sementara Isabelle cukup kewalahan hingga merasa kesulitan untuk bernafas.

“Apa dia salah satu alasan kamu ingin merahasiakan pernikahan kita?” tanya Dario setelah melepaskan bibirnya dari Isabelle.

“Tentu saja tidak, Kak,” Isabelle berusaha meyakinkan.

“Aku tidak ingin melihat hal seperti itu lagi,” tegas Dario.

“Maaf, Kak,” Isabelle memelas.

Ia lantas memeluk suaminya itu dan mengelus punggungnya. Mencoba untuk membuat lelaki di hadapannya itu lebih tenang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Di Bawah Kekuasaan sang Mafia   Sebuah Kerjasama

    Senja mulai mencuri masuk lewat daun jendela kaca kafe kecil itu; lampu temaram menciptakan bayangan hangat di atas meja kayu, sementara aroma kopi hitam dan kue almond menyelimuti udara.Isabelle melangkah masuk dengan langkah hati-hati, menutup mantel terang yang berkibar pelan. Leon sudah duduk di pojok, wajahnya tegang namun tenang, membuka tas kulitnya perlahan.Leon menghela napas dalam sebelum menyodorkan setumpuk dokumen — laporan keuangan, cetak biru proyek, dan email internal — terhampar di atas meja. "Aku menemukan ketidakwajaran di laporan triwulan ketiga…" suaranya rendah, matanya menyapu dokumen. Isabelle meraih salah satu lembar, pandangannya tertuju pada angka yang saling bertolak belakang.Dia mengangkat alis. "Ini... terlalu banyak kejanggalan." Ada jeda. Isabelle mengusap bibir bawah, menarik napas. "Kamu percaya ini sabotase?" tanyanya tenang, sambil matanya tak lepas dari angka.Leon mengangguk, memutar kursi sedikit untuk memastikan tidak ada yang menguping. "Aku

  • Di Bawah Kekuasaan sang Mafia   Sebuah Skandal

    Rapat internal Dynamic Group pagi itu berubah menjadi arena ledakan emosi. Dario, sang CEO, duduk di ujung meja dengan wajah gelap, matanya menatap tajam ke arah lima orang yang duduk di hadapannya: Bu Nikki, Leon, Kak Nindya, Renda, dan Kak Jordan. Suasana hening, tegang, seolah udara pun enggan bergerak.“Dua puluh persen!” Dario membanting dokumen ke meja.“Kita kehilangan dua puluh persen dari anggaran keuangan proyek ini, dan tak satu pun dari kalian bisa memberi penjelasan yang masuk akal!”Kelima orang itu terdiam. Tidak ada yang berani angkat bicara. Masing-masing menunduk, entah karena merasa bersalah, bingung, atau takut. Dario menatap mereka satu per satu, mencoba membaca sesuatu dari ekspresi wajah mereka. Namun yang dia dapat hanya kebisuan.“Ini bukan kesalahan kecil,” katanya, nadanya tajam.“Ini adalah pengkhianatan. Dan saya akan cari tahu siapa yang bermain curang.”Tanpa menyelesaikan rapat, Dario berdiri dan pergi. Suara langkah sepatunya menggema di ruang rapat, l

  • Di Bawah Kekuasaan sang Mafia   Permainan Dario

    Dario membuka sebuah ruangan yang tersembunyi di bawah tanah mansionnya. Sebuah ruangan yang sudah lama tidak dibuka oleh lelaki itu. Dario menyalakan lampu ruangan yang temaram untuk memberikan sedikit penerangan.Lelaki berkaos hitam itu menatap seorang perempuan dengan rambut acak-acakan. Kedua tangan wanita itu terikat secara terentang di kanan dan kiri. Dario lalu mendekat ke sebuah lemari yang ada di sudut ruangan.Ia menarik kain yang menutupi benda tersebut. Di dalam lemari kaca tersebut terpampang berbagai senjata tajam yang mampu membuat orang yang melihatnya merinding. Dario memandangi benda yang sudah lama tidak digunakannya itu.Pandangan Dario beralih dengan perempuan yang ada di hadapannya. Perempuan itu sudah berlinang air mata. Dario dengan langkah pastinya mendekat ke arah perempuan tersebut.“Maafkan saya, Tuan,” Sera memohon dengan tangisannya.Sedangkan Dario hanya memandang perempuan tersebut dengan tatapan dinginnya. Ia hanya melihat apa yang sedang dilakukan ol

  • Di Bawah Kekuasaan sang Mafia   Sisi Asli Dario Mulai Terbuka

    Isabelle masih bersimpuh di depan kanvas lukisannya yang sudah rusak. Karya yang sudah dibuatnya dengan sepenuh hati itu bahkan sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Perasaannya campur aduk.Dario memasuki ruang lukis Isabelle itu dengan langkah besarnya. Di belakangnya sudah ada orang-orang berbadan besar yang merupakan suruhannya. Dario ikut bersimpuh di samping Isabelle.Emosi lelaki itu berada di atas ubun-ubun. Amarahnya membara karena mengetahui ada orang yang berani melakukan hal ini terhadap istrinya. Namun, Dario berusaha untuk bersikap tenang-tidak ingin membuat Isabelle merasa takut.“Saras,” panggilnya lembut.Isabelle dengan wajah masih berlinang air mata menoleh ke arah suaminya. Ia menyandarkan kepalanya ke lengan kekar Dario. Lelaki dengan kaos hitam itu mengganti posisinya menjadi memeluk Isabelle dari samping.“Aku sudah menemukan pelakunya,” ujar Dario dengan tenang.“Menurutmu apa yang harus aku lakukan untuk pelakunya?” tanya.“Apapun, Kak. Buat dia jera,” Isabelle be

  • Di Bawah Kekuasaan sang Mafia   Tangisan Isabelle

    “Sarapan dulu, Kak,” ujar Isabelle pada Dario yang sedang duduk bersandar di sandaran tempat tidur mereka.Wanita itu datang dengan membawa nampan berisi satu set makanan di atasnya. Ia membawakan semangkuk bubur yang disiapkan oleh juru masak mereka. Isabelle menyodorkan mangkuk tersebut kepada Dario. Namun, laki-laki itu tidak bergegas menerimanya.Isabelle mendengus kecil. Ia mengerti maksud suaminya itu. Isabelle mengambil sesendok bubur dan menyuapkannya kepada Dario. Lelaki itu tersenyum tipis dan menerimanya.“Sepertinya aku harus tetap bekerja hari ini, Saras,” ujar Dario di sela menikmati sarapannya.“Apa ga bisa libur dulu,Kak? Kamu itu masih belum pulih loh, Kak,” protes Isabelle“Kau tahu sendiri Saras, sedang ada masalah keuangan di kantor. Aku harus turun tangan sendiri,” jelas Dario.“Bagaimana kamu bisa cepat sembuh kalau sedang sakit masih banyak pikiran?” wajah Isabelle berubah sendu, tetapi sedikit.“Aku hanya demam, Saras,” Dario menoel pipi Isabelle sekilas.Namun

  • Di Bawah Kekuasaan sang Mafia   Dario Sedang Tidak Baik-Baik Saja

    Isabelle sedang menikmati waktunya dengan membaca buku di ruang tengah. Kegiatan itu sengaja dipilih untuk mengisi waktu luang.“Saras,” suara yang sangat familiar terdengar di telinga Isabelle.Panggilan itu membuat Isabelle menoleh. Wanita itu cukup terkejut melihat suaminya sudah kembali ke rumah. Padahal hari masih siang, jarum pendek jam dindingnya baru menunjuk ke angka 11.“Kak, tumben udah pulang?” tanya Isabelle penasaran.Dario tidak menjawab. Pria itu berjalan menuju ke arah Isabelle. Lalu merebahkan diri di sofa yang sedang diduduki istrinya itu. Dario mendaratkan kepalanya di pangkuan Isabelle dan memejamkan kedua matanya.Isabelle heran melihat tingkah suaminya tersebut.“Kamu kenapa, Kak?” tanya Isabelle sembari membelai rambut Dario dengan jemarinya.Isabelle tersentak kaget ketika tangannya tak sengaja menyentuh kulit wajah Dario.“Kamu demam, Kak,” seru Isabelle khawatir.“Cuma agak pusing aja,” jawab Dario pelan.“Ayo pindah ke kamar, Kak. Istirahat di kamar,” Isabe

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status