Share

Hanya Sebuah ....

Bab 5 Hanya Sebuah ....

"Astaghfirullah." Hanna tersentak ketika kedua matanya bertautan dengan kedua mata Hafiz.

Hafiz tersenyum kecil ketika melihat Hanna tersadar akan tatapannya dan bergegas lari meninggalkan tempat ia berdiri.

Dalam hati Hafiz merasa senang karena melihat wanita pujaannya itu. Namun di sisi lain ia juga merasa bersedih karena akan mustahil jika ingin mendapatkannya. Lantas, bagaimana bisa Hafiz melupakan gadis sandal jepit itu jika mereka akan bekerja di satu tempat yang sama?

***

"Hanna!"

Langkah kaki Hanna mendadak berhenti ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Dan ketika gadis berjilbab putih itu menoleh ia hanya menemukan beberapa murid yang memang sedang berjalan menuju gerbang sekolah untuk pulang. Sama hal nya dengan dirinya. Namun, tak hanya beberapa murid yang ia lihat, Hanna juga menemukan Hafiz yang berada tak jauh darinya sedang berdiri menghadap ke arahnya. 

Hanna sedikit ragu jika yang memanggilnya tadi adalah Hafiz. Sebab, selama ini mereka tak pernah memberitahukan nama mereka masing-masing. Selain itu, Hanna juga merasa jika tak mungkin suami dari sahabatnya itu memanggil dirinya walaupun sebelumnya mereka pernah bertemu. Akan tetapi jika murid-murid yang memanggilnya rasanya lebih mustahil lagi. Karena selama di sekolah para pengajar itu harus dipanggil dengan sebutan ustadz ataupun ustadzah. 

Sayangnya perasaan Hanna barusan ternyata salah. Ya, memang Hafiz lah yang telah memanggilnya. 

Hafiz berjalan menghampiri Hanna. 

"Kamu temannya Mala, ya?" todong Hafiz ketika ia sudah berada di dekat Hanna.                              

Dengan senyum tipis Hanna lantas menjawab, "iya."

Di momen itu sebenarnya Hanna masih merasa agak kecewa dengan takdirnya. Maka karena itu lah ketika dirinya berhadapan dengan laki-laki yang pernah ia sukai itu, Hanna rasanya malas dan ingin cepat-cepat pergi. Akan tetapi karena tak enak hati serta takutnya nanti malah menimbulkan kesalahpahaman di antara mereka dengan terpaksa Hanna tetap berada di tempat. 

"Ada apa, ya?" tanya Hanna berusaha untuk bersikap biasa saja. 

"Oh, itu ... Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan," jawab Hafiz yang membuat Hanna heran. 

"Apa?" balas Hanna yang seakan tak ingin banyak berbasa-basi.

Hafiz terdiam sejenak. Ia tampak ragu untuk mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. Padahal gagasan ini sudah ia pikiran matang-matang sebelum ia mengajar di hari pertama di sekolah ini.

Merasa mulai tak nyaman Hanna kembali mengajukan pertanyaan yang sama. Hal apa yang ingin disampaikan suami dari sahabatnya itu. 

Hafiz menghela napasnya. Lalu dengan perasaan yang masih ragu ia nekat bertanya kepada gadis ayu di hadapannya itu. Seorang gadis yang sebetulnya sempat membuat hatinya tertarik ketika ia memberikan sandal jepitnya kala itu.

Dan sebenarnya sampai di detik ini pula lah Hafiz masih tertarik dengan Hanna. Karena itu lah mengapa setelah pernikahannya dengan Mala, lelaki bertubuh tinggi itu belum memberikan nafkah batin kepada istrinya dengan dalih kesehatan Mala itu sendiri.

"Apa benar kalau kamu ...." Hafiz menatap serius ke arah Hanna. Sekuat tenaga laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun itu berusaha menghapus keraguannya.

Hanna sendiri dibuat deg-degan mendengar kalimat yang belum rampung itu keluar dari mulut laki-laki yang secara tidak langsung membuatnya sakit hati. Namun, apa lah daya? Hanna pun tak kuasa jika harus mendesak apa yang sebetulnya ingin dikatakan Hafiz.

"Apa benar kalau kamu menyukaiku?" 

Duaarrr! 

Bagaikan tersambar petir di siang hari Hanna betul-betul dibuat terkejut sekaligus tak menyangka jika Hafiz akan mengajukan pertanyaan yang membuat dadanya seketika merasa perih.

"Mengapa harus mengajukan pertanyaan itu?" bantin Hanna.

Bagi Hanna yang terpenting saat ini adalah melupakan perasaannya terhadap Hafiz. Tapi, setelah mendengar pertanyaan dari Hafiz barusan sontak hal itu menjadi penyebab terbukanya kembali luka di hati Hanna.

Hanna terdiam sesaat hingga akhirnya ia tersadar akan panggilan dari seseorang yang tak jauh darinya. Hanna menoleh ke arah sumber suara itu lalu mengernyitkan dahinya mana kala mengetahui siapa yang memanggil namanya barusan.

"Hafiz?" gumam Hanna melihat Hafiz dengan wajah tampannya berjalan menghampirinya.

Gadis ayu itu pun lantas menyadari jika barusan apa yang ia alami hanyalah lamunannya semata. Tapi ... Melihat Hafiz yang kini mendekatinya... Bukan kah itu seperti de javu? 

"Astaghfirullah ...." Hanna beristighfar dalam hati.

Seketika ia merasa takut jika apa yang ada di lamunannya tadi akan benar-benar terjadi. Entah akan menjawab apa jika hal itu betul-betul akan ditanyakan oleh laki-laki yang kini bekerja di tempat yang sama dengannya.

"Kamu manggil aku?"Hanna mencoba memastikan jika ia sedang tidak salah mendengar.

"Iya," balas Hafiz yang kini hanya berjarak sekitar dua meteran dari Hanna.

"Ada apa?" tanya Hanna.

Kali ini tak seperti dalam lamunannya. Hanna terlihat lebih santai berhadapan dengan lelaki yang pernah menarik hatinya itu. Yaah, walaupun sekarang ini masih ada sedikit rasa kecewa di hatinya.

"Kamu temannya Mala, ya?" tanya Hafiz.

Hanna yang mendengar pertanyaan Hafiz barusan sontak merasa gelisah. Ketakutan akan lamunannya tadi menjadi kenyataan kini semakin besar. Karena hal itu pula lah yang membuat Hanna terdiam.

Cukup lama Hanna terdiam, sampai pada akhirnya ia tersadar karena teguran dari beberapa muridnya yang kebetulan melewatinya.

"Duuuh, yang terpesona sama Ustadz Hafiz?" ejek salah seorang murid perempuan usai Hanna tersadar.

"Waah, saingan baru nih teman-teman!" timpal murid lainnya.

"Sudah, sudah. Pulang sana," ujar Hanna pada murid-muridnya yang memang senang menggodanya.

Ya, Hanna termasuk salah satu pengajar yang usianya terbilang muda di sekolah itu. Apalagi karena parasnya yang memang cantik serta kepintarannya ditambah statusnya yang masih jomblo membuatnya sering di goda oleh murid-muridnya sendiri. Baik murid laki-laki maupun murid perempuan.

Selain itu Hanna juga cukup disegani oleh teman-teman sesama guru karena ia juga memiliki akhlak yang baik. Sehingga meskipun sering digoda oleh murid-muridnya, hal itu tak menjadikan Hanna lantas mudah di bully oleh siapapun.

"Bye Ustadzah ...." 

Serempak para murid itu pun berpamitan dengan Hanna. Meninggalkannya dengan Hafiz yang di hari pertama mengajar langsung menjadi idola dari beberapa murid yang sudah ia ajar.

"Jangan deket-deket sama Ustadz Hafiz ya, Us! Dia milikku!" pekik seorang murid perempuan ketika ia sudah beberapa langkah meninggalkan tempat Hanna dan Hafiz berada.

Hanna hanya tersenyum sambil menggeleng melihat kelakuan murid perempuannya itu. 

Kepergian beberapa murid tadi membuat Hanna dan Hafiz terjebak di situasi yang canggung. 

"Ada lagi yang mau dibicarakan?" tanya Hanna yang membuat Hafiz tersentak lalu beristighfar.

Hanna bingung melihat ekspresi Hafiz yang seakan sedang memikirkan sesuatu. Sebab itu lah Hanna semakin was-was, jangan-jangan Hafiz ingin menanyakan perihal perasaanya padanya? Sama halnya dengan apa yang tadi ada di lamunannya.

 

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status