Share

Bab 3. Britney

last update Last Updated: 2023-10-14 00:30:46

Aku menguap lebar sambil menyeret langkah keluar dari OmegaMart di pinggir jalan raya, dekat dengan kompleks perumahan kami, pada sore harinya, sepulang mengambil uang dari bank. Baru saja aku membeli beberapa camilan dan pesanan ibu.

Aku memang senang membeli camilan sehat ketika menerima upah kerjaku. Dari pada membeli camilan yang membuat berat tubuhku meningkat, apalagi aku selalu begadang. Lebih baik, membeli camilan sehat untuk menunjang aktivitasku.

Aku selalu menikmati perjalanan keluar rumah di sore hari, karena lingkungan kompleks sore hari cukup ramai dengan anak-anak kecil yang bermain di jalanan. Senang sekali melihat kebahagiaan mereka. Terkesan jujur menurutku. Apa lagi, aku baru selesai berkutat di depan komputer, senang rasanya melihat keceriaan seperti ini. Seakan sedang nostalgia.

Kulihat, ada yang bermain sepeda, ada juga yang bermain tali. Semua dipenuhi aura keceriaan. Kecuali ....

Mataku tertuju pada TTM yang sedang duduk depan rumah Ibu Yoona, sambil menikmati rujak mangga dari pohon mangga milik Ibu Sharlotta.

Mereka selalu melakukan hal itu, ketika musim panen mangga tiba. Tapi, jarang sekali mereka membagikan mangga untuk ibuku, kecuali ada yang ingin mereka cari tahu. Padahal, yang aku tahu, pohon mangga itu ditanam dan dirawat oleh penghuni rumah sebelumnya, Ibu Siti. Setelah rumah dijual pada keluarga Ibu Sharlotta, pohon mangga itu menjadi milik si Ibu Sharlotta yang tinggal menikmati hasilnya. Gampang sekali, kan!

Dan kini, mereka bersama sedang menikmatinya. Tak hanya TTM yang kulihat sore ini. Bahkan, si Britney yang diakui ibunya sebagai kembang kompleks, juga ada di sana, dengan celana sepaha dan kaos oblongnya. Aku merasa akan ada hal buruk terjadi jika mereka sudah berkumpul. Apa lagi kalau bukan pembahasan hangat mengenai diriku yang berada jauh di bawah anaknya. Tapi, itu menurutnya.

Aku mulai menghitung dalam hati, karena sebentar lagi mereka pasti akan memanggilku untuk menanyakan apa yang aku beli. Ini saatnya aku menampar mereka dengan hasil keringatku.

Satu,

Dua,

Tiga!

“Mendy! Sini gabung!” panggil Britney yang seketika sok dekat denganku.

Nah, benar kan dugaanku! Padahal, biasanya juga kami tak bertegur sapa. Membuang senyum ketika bertemu pun tidak. Aku yakin, dia hanya ingin memamerkan gajinya saja nanti. Lihat saja keangkuhannya yang sebelas dua belas dengan ibunya, si Ibu Kumala.

Tapi, aku mau cerita perkara nama Britney, yang sebenarnya punya kisah tersendiri. Cukup membagongkan!

Waktu itu, usiaku sudah 1 tahun ketika kami pindah ke kompleks ini. Sedangkan, Ibu Kumala sedang mengandung si Britney. Sebenarnya, almarhum suami Ibu Kumala sudah menyiapkan nama Markonah untuk anak perempuannya, tapi ketika si Ibu Kumala ini mendengar namaku adalah Mendy, di situlah dia mulai iri.

“Aduh, kok namanya Mendy, sih? Padahal, mukanya enggak bule-bule sekali! Nanti kalau sudah besar, bisa-bisa diejek teman-temannya lho, Bu! Tahu kan, anak-anak!” Begitulah ucapan Ibu Kumala kala itu, sesuai yang diceritakan ibuku. Padahal sesama wanita, tapi nyinyirnya luar biasa sekali.

“Enggak apa-apa, Bu! Soalnya, suami saya nge-fans sama Mandy Mur, si penyanyi internesyenel itu, makanya sengaja diberikan nama Mendy untuk anak perempuan kami,” jawab ibu kala itu.

Eh, tak berapa lama setelah persalinannya Ibu Kumala, ibu mendengar jika anak Ibu Kumala diberi nama Britney. Katanya, sebelum melahirkan, dia bermimpi jika Britney Spearzz muncul di mimpinya dan menyuruh dia untuk memberi nama anaknya Britney. Karena kelak, anaknya akan menjadi penyanyi seperti si Britney.

Sang suami – Pak Sonisoni Ego – tak setuju dengan nama itu. Karena beliau telah menentukan nama Markonah Sulaksmi Imlie Ego untuk putrinya, dipanggil Onah. Tapi, ibu Kumala tetap kekeuh dengan nama Britney.

Jadilah, si Britney ini punya nama panjang Britney Markonah Imlie Ego, dipanggil Britney.

Dua tahun kemudian, Ibu Kumala kembali mengandung anak laki-laki yang diberi nama Robert Edward Cullun Parkirson Ego, dipanggil Edi. Katanya, nenek dari neneknya Edi muncul dalam mimpi, dan menyuruh diberi nama demikian.

Tiga tahun kemudian, mereka kembali dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama Harry Stylus Ego, dipanggil Heri.

Kan, sudah kubilang! Sungguh membagongkan!

Tiga tahun setelah kelahiran Heri, sang suami meninggal karena serangan jantung. Dari kabar burung yang beredar, si suami sakit karena perkataan-perkataan nyelekit Ibu Kumala, yang mengakibatkan almarhum ditumpuk banyak beban pikiran. Entahlah, kami tak mau berspekulasi yang tidak-tidak. Kami hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk almarhum.

Setelah kepergian sang suami, Ibu Kumala hidup dari gaji pensiun sang suami. Tapi, sikapnya belum juga berubah. Kedengkian masih menjadi karakter utama si Ibu Kumala ini. Terlebih, ketika Britney diterima kerja sebagai asisten manajer di restoran KangPeci. Semakin angkuh ibu dan anak itu. Seperti yang terjadi saat ini ....

Aku sudah berdiri di hadapan TTM dan Britney. Entah kenapa, aku merasa sedang berada di ruang pengadilan, dan siap dihakimi.

“Dari mana, Mendy?” tanya Ibu Sharlotta membuka pembicaraan, padahal jelas-jelas dia sudah melihatku memegang kantong keresek dari OmegaMart.

“OmegaMart, Bu! Habis belanja!” sahutku dengan senyuman cerah ceria. Dan senyumanku pasti membuat mereka dongkol.

“Oh, kamu disuruh Bu Ida belanja, ya? Gitu, dong! Jangan cuma nyuruh ibu kamu aja! Kamu sebagai anak yang harusnya belanja, apa lagi ibu kamu udah keluarin duit buat kamu!” timpal Ibu Yoona, seakan aku tak punya uang untuk belanja sendiri. Dengar saja ceramahnya. Atau kusebut tuduhannya!

“Enggak, Bu! Ini saya beli pakai gaji saya, kok! Saya juga beli buat ibu!” jawabku tetap ramah.

Seketika, kudengar Britney tertawa, tapi dia menyembunyikan tawanya di belakang tubuh tambun ibunya.

“Duh, kamu kalau ngelawak bisa juga, ya! Kerja apa memangnya? Bukannya setiap hari kamu mengurung diri di kamar saja? Kan enggak mungkin, cuma tidur-tidur, duit jatuh dari langit! Kalau seperti itu, saya juga mau, dong!” celetuk Ibu Kumala sambil terkekeh.

Aku menarik napas panjang, dan mengembuskannya.

“Iya, Bu! Saya memang di rumah saja, tapi saya kerja! Saya menulis novel online! Terus, saya juga membuka jasa membuat desain logo!” jawabku dengan nada cukup tinggi.

Aku bisa melihat perubahan di wajah para Medusa itu, apalagi Britney. Aku pikir, mereka pasti terkejut dan mulai mengakuiku. Tapi, rupanya aku salah.

“Oh, cuma menulis online! Aku pikir sudah punya buku yang diterbitkan!” Terdengar seperti ejekan sekali perkataan Ibu Yoona ini.

“Iya, lagi pula kalau mendesain begitu, kecuali ada yang mesen dulu, kan!” timpal Britney dengan kening berkerut. Tapi, nada suaranya seakan dia meremehkan pekerjaanku.

Aku tak menjawab, karena kenyataannya memang demikian. Tapi, yang tidak mereka tahu, sekali mendesain hasilnya bisa sama dengan si Britney yang bekerja dua bulan. Namun, aku tetap diam. Karena aku pikir, percuma saja aku menjawab. Toh, mereka punya 1001 balasan untukku.

“Mendy, sebagai teman kamu, aku saranin kamu cari kerja yang pasti saja, deh! Atau, kalau kamu mau, di restoranku dibuka lowongan untuk kru restoran! Aku bisa bantu kamu untuk kerja di sana, meski jadi bawahanku, sih! Tapi, kan enggak masalah, asalkan kamu ada kerjaan!”

Aku bisa melihat jelas senyum penuh ejekan yang ditunjukkan Britney. Tapi, bukan aku jika tak bisa membalasnya.

“Saya dengar, gaji kamu 4 juta, ya?” tanyaku.

Britney mengangguk dengan mantap, dan penuh kebanggaan.

"Kalau kamu jadi kru di restoran, gaji kamu dua juta! Lumayan loh, dari pada nunggu hasil dari desain yang enggak seberapa!" balas Britney sok tahu.

Aku memamerkan senyum, hingga mataku menyipit.

“Kalau kamu mau jadi tukang pel untuk kamar saya, saya bisa gaji kamu 6 juta! Gimana? Mau, enggak?”

Seketika, wajah Britney memerah begitu juga Ibu Kumala. Berbeda dengan Ibu Sharlotta dan Ibu Yoona yang menahan senyum mereka. Lihatlah, mereka bahkan menertawai teman mereka, meski sembunyi-sembunyi.

“KURANG AJAR! KAMU PIKIR BRITNEY ITU BABU!” Ibu Kumala berkacak pinggang dengan mata melotot ke arahku.

Aku hanya mengedikkan bahu. “Ya, dia kan nawarin saya! Saya cuma memberikan penawaran lain yang lebih menarik!” sahutku enteng, lantas berlalu dari hadapan mereka.

Aku hanya mendengar omelan panjang Ibu Kumala di belakangku, begitu juga Britney.

Mampus, deh! Aku tidak seperti ibu yang hanya tersenyum atau diam menanggapi! Aku – Mendy – punya cara tersendiri melawan mulut tak bersekolah milik para Medusa itu!

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Gosip Para Tetangga, Namaku Disebut    Bab 21. Berangkat ke Bali

    “Bagaimana, Bu? Persiapannya sudah selesai?” tanya Mendy yang sudah bersiap dengan kopernya. Tampak Ibu Ida keluar dari kamar, dengan membawa sebuah koper juga. Bahkan, Ibu Ida sudah mengenakan sebuah blus bercorak pantai, seakan mau menunjukkan kalau Ibu Ida mau ke pantai. Ya, pantai-pantai di Bali. “Sudah! Semua beres!” jawab Ibu Ida. Mendy terkejut dengan pakaian yang digunakan mamanya, juga kacamata hitam serta topi bundar. Benar-benar kayak orang mau piknik ke pantai. “Aduh, Bu! Bajunya diganti saja, deh!” ucap Mendy yang memikirkan bagaimana tanggapan komplotan Ibu Kumala nantinya. “Lho, kita kan mau ke Bali, jadi ibu pakai baju pantai, dong! Memangnya salah?” Mendy menepuk jidatnya. Pasalnya kan, ke Bali masih naik pesawat, bukan tiba-tiba langsung sampai saja di Bali. Mendy enggak mau ibunya jadi bahan tertawaan para tetangga Medusa, atau penumpang pesawat lainnya. “Bu, please deh!” celetuk Mendy. “Pakai baju biasa saja. Kan kita masih naik pesawat. Nanti, kalau sudah di

  • Di Gosip Para Tetangga, Namaku Disebut    Bab 20. Rencana Liburan

    Aku baru saja menyelesaikan desain milik Tuan Lime, setelah beberapa hari berkutat dengan revisi. Pada akhirnya, hari ini Tuan Lime menerima hasil desainku. Dan, upah yang sudah kunantikan dibayar lunas. Aku berlari keluar dari kamar mencari ibu yang sedang mencuci piring di dapur. “IBU, IBU!” seruku, membuat ibu terkejut menatapku. “Duh, Mendy! Kalau kamu selalu teriak begini, bisa-bisa ibu jantungan, lho!” jawab ibu. Aku langsung memeluk ibu dengan erat, membuat ibu bertanya apa yang terjadi padaku. “Selesai ini, ibu ganti baju! Lalu, siapkan beberapa pakaian, dan kita akan ke Bali selama 3 hari!” ucapku membuat ibu melongo. “Bali? Kita ke Bali?” tanya ibu seakan tidak percaya dengan kata-kataku barusan. Aku berputar di hadapan ibu seperti permainan gasing, karena geregetan dengan ibu. “Iya, Bu! Ke Bali! Mendy akan pesankan tiketnya hari ini juga!” seruku tak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Tak menjawabku, ibu malah membilas tangannya, dan menarikku ke meja makan. “Jelask

  • Di Gosip Para Tetangga, Namaku Disebut    Bab 19. Kebetulan dan drama

    Waktu sudah menunjukkan pukul 15:00. Para Medusa, Britney dan Edy sudah pulang sejak pukul 12:00 tadi. Kini, hanya aku bersama Ibu dan Lionel. Mbak Dewi juga sudah disuruh ibu untuk pulang. "Hari ini sampai di sini saja dulu, ya! Nak Lionel, kamu boleh pulang. Biar ibu dan Mendy yang melanjutkan sisanya," ucap ibu pada Lionel yang baru selesai memajang beberapa pakaian.Aku hanya terdiam dengan tampang cemberut level dewa. Bisa-bisanya dia masih di sini, setelah tadi dia berbisik manja dengan Britney! Dasar pengkhianat! Padahal, hari-hari sebelumnya, dia menempel padaku! Bahkan, sedetik sebelum berbisik dengan Britney, dia masih tersenyum padaku! Tapi, dalam sekejap dia sudah beralih pada Britney! Huh!Eh, tapi kok aku kesal, ya? Seharusnya kan aku senang, karena si Lionel bersatu dengan sejenisnya! Dengan begitu, dia tak lagi menggangguku! Tetap saja! Selama dia masih berkeliaran di dekat ibu, aku tak rela! Kalau mau mengikuti Britney, jangan ada lagi di sekitarku maupun ibu! Berg

  • Di Gosip Para Tetangga, Namaku Disebut    Bab 18. Permintaan Britney?

    “Wah, wah! Tumben sekali melihat kamu di sini!” sindirku pada Britney yang sedang asyik membantu Lionel.Mendengar suaraku, Britney dan Lionel langsung mengangkat kepalanya, dan menatapku. Sejurus kemudian, Britney sudah berdiri di sampingku sambi tersenyum, diikuti Lionel. Aku berkacak pinggang melihat keduanya.“Kamu juga di sini? Harusnya, aku yang heran lihat kamu di sini!” Entah kenapa Britney terlihat heran karena kehadiranku.“Biasanya kamu enggak ada, tuh! Kok, tumben banget hari ini kamu di sini?” tanya Britney lagi.Aku mengerutkan kening. Apa artinya ini? Memangnya, Britney selalu ke sini?“Kenapa? Ada yang salah?” balasku ketus. “Ini kan butik ibuku! Aku mau ke sini kapan saja, terserah aku, dong! Kok situ yang sewot? Kecuali, aku yang menanyakan kehadiran kamu?! Untuk apa ke sini? Buat ngutang?!” Terang-terangan aku bertanya di depan Lionel. Wajah Britney seketika memerah dan gelagapan.“Aduh, Mendy ini suka bercanda! Jangan dengarkan dia, Lionel!” jawab Britney sam

  • Di Gosip Para Tetangga, Namaku Disebut    Bab 17. Lah, kok malah ....

    “Pergi!” Aku membuka pintu keluar, dan menyuruh Lionel untuk segera keluar dari butik ibu. Siapa dia, sih sampai ibu bela-belain dia untuk membantu ibu? Padahal, dia tidak punya hubungan apa-apa dengan kita! Cuma karena pernah menolongku sekali, ibu langsung menganggap Lionel adalah orang yang baik. Padahal, ibu tidak tahu saja kalau si Lionel itu penguntit! Aku yakin, dia punya rencana busuk mendekati ibu! Atau, jangan-jangan .... Aku menggelengkan kepalaku, tak mau memikirkan apa yang baru terlintas. Enggak, enggak! Enggak mungkin kan, Lionel suka sama ibuku? Dia mendekati ibu, supaya bisa meraup keuntungan dari bisnis ibu?! Aku semakin kesal pada Lionel, karena pikiranku sendiri. “Mendy, kamu ini kenapa, sih?” tanya ibu sembari mendekatiku. Di belakang ibh, Lionel sedang menundukkan kepala, seperti seorang bocah yang kena tangkap mencuri. “Bu, dia siapa sih, sampai ibu selalu bersama dia?! Pakai minta bantuan dia buat beres-beres begini?!” jawabku, sesekali menunjuk ke arah

  • Di Gosip Para Tetangga, Namaku Disebut    Bab 16. Kekesalan Mendy

    “Selamat pagi, Kak Mendy.”Aku mengangkat wajahku pada sumber suara. Tampak Edi – anak kedua Ibu Kumala, yang entah kenapa berbeda 180 derajat dengan Ibu Kumala dan Britney – menyapaku.Yang aku tahu, Edi bekerja di luar kota sebagai karyawan asuransi. Mungkin, saat ini dia sedang cuti jadi pulang ke rumah.Edi adalah sosok yang jarang bicara. Yah, tipe introvert begitu lah! Tapi, itu dulu. Ketika dia masih jadi anak sekolah, setiap melihatku maka Edi akan pura-pura mencabut rumput. Dia tak menegurku sama sekali.Tapi, setelah bekerja, dia mulai jadi orang yang ramah pada semua tetangga. Berbeda dengan ibu dan sang kakak.Kalau si anak ketiga – Heri – sikapnya rada-rada mirip Britney alias suka pamer. Saat ini, Heri yang berbeda 5 tahun dariku, sudah bekerja di salah satu kantor pemerintahan di kota lain. Setelah tamat SMA waktu itu, dia mengikuti tes yang dibuka, dan rupanya dia lulus.Bayangkan bagaimana senangnya Ibu Kumala dan Britney. Selama satu bulan, pembicaraan mereka h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status