Share

Nyonya Besar pusing

Author: humaidah4455
last update Huling Na-update: 2022-10-31 07:44:00

Mercedez hitam membawa keluarga Herlambang memasuki pintu gerbang sebuah rumah besar. Pintu pagar sudah terbuka mobil masuk halaman rumah kemudian berhenti tepat di depan pintu rumah keluarga Herlambang setelah menempuh perjalanan cukup jauh sampailah mereka di istana keluarga Herlambang.

Rumah besar berlantai dua bercat putih lengkap dengan kolam renang dan hiasan mewah. Di garasi berjejer empat mobil.

Semua keluar dari mobil hitam yang berhenti tepat di depan pintu rumah bak istana itu lalu mereka masuk rumah kecuali Pak Kasno ia memarkirkan mobil ke garasi.

Danu melangkah cepat mendahului orang tuanya. Melewati ruang keluarga tanpa menoleh sedikitpun. Mama dan Papa nya mengekor dibelakang dengan langkah gontai menuju ruang keluarga lalu duduk disofa.

"Eh, sudah pulang rupanya. Gimana lancarkan lamarannya?" tanya Anita isrti kakaknya Danu. Wanita seksi itu duduk santai disofa berbalut baju kurang bahan berwarna merah cerah, membaca majalah.

"Yah,,, begitulah," ucap Ibu Herlambang menghempaskan tubuhnya ke sofa meletakkan tas branded nya di meja.

Danu langsung ke kamarnya. Pak Herlambang ikut duduk disamping istrinya sambil mengusap lututnya yang terasa pegal.

"Ma, kenapa? Kok kayaknya bete banget," tanya Anita menatap mertuanya dengan wajah penuh tanya alisnya terangkat separuh.

Ibu Herlambang menarik nafas dalam-dalam memejamkan mata. Mencoba menenangkan diri atas apa yang baru di alaminya.

"Ma, kok diem aja, sih," ucap Anita penasaran.

"Mama, pusing. Cepet ambilin minum sana," ungkap Ibu Herlambang. Memijat dahinya sambil bersandar di sofa empuk itu.

Pak Herlambang tersenyum melihat istrinya galau berat. Tak apalah semua demi kebaikan Danu, pikir Pak Herlambang.

"Surti, Surti. Tolong buatin minum untuk Mama, Papa, sama aku, dong," teriak Anita. Masih sibuk dengan majalah fashion ditangannya.

"Anita, kebiasaan kamu itu. Teriak-teriak. Sopan sedikit kenapa," tegur Pak Herlambang nampak tak suka pada kelakuan menantunya melipat lengan baju batik panjang yang dikenakannya.

"Papa apaan sih. Surti 'kan pembantu, Pa. Wajarlah kalo disuruh," ucap Anita sewot menatap mertuanya dengan wajah masam.

Sikap Anita membuat Pak Herlambang jemu. Anita selalu memandang rendah orang lain. Merasa dirinya hebat Anita adalah istri Radit Herlambang putra sulung Pak Herlambang. Seorang model yang dinikahi putranya setahun yang lalu.

"Ya, tapi bila kamu sopan 'kan lebih baik," ucap Pak Herlambang. Laki-laki berwajah setengah tua itu membenarkan posisi duduknya.

"Pembantu disopanin yang ada ngelunjak, Pa," balas Anita sewot bibirnya cemberut.

Tak lama Bu Surti asisten rumah tangga Keluarga Herlambang datang membawa minuman pesanan majikannya. Berjongkok dan meletakkan 3 gelas minuman di atas meja kaca.

"Silakan, Nyonya," ucap Bi Surti menunduk hormat pada majikanya. Di bahunya tesampir kain lap.

Ibu Herlambang, wanita glamor sosialita itu langsung menenguk minuman yang disiapkan asisten rumah tangga nya itu.

"Makasih, Bi," ucap Ibu Herlambang.

"Permisi, saya kedapur dulu," pamit Bi Surti berlalu.

Anita masih menatap heran pada Mama mertuanya.

"Ma, are you Oke?" Selidik Anita.

"Mama keliatan bete banget. Plis cerita, Ma. Ada apa?" Anita menatap heran Mama dan Papa mertuanya.

"Mama pusing mikirin Danu, Nita," ungkap Ibu Herlambang memijat keningnya.

"Danu bikin ulah lagi, Ma?" tanya Anita menebak hal yang membuat mama mertuanya pusing.

"Bukan cuma Danu, papamu ikut-ikutan juga," ucap Ibu Herlambang berintonasi tinggi.

"Entahlah, apa maunya Danu, dan papa. Mama tak habis pikir," ucap Ibu Herlambang matanya terpejam kepalanya bersandar di sofa tangannya masih memijat keningnya berusaha mengurangi rasa pusing yang diderita nya.

"Sudahlah, Ma. Jangan terlalu dipikirkan. Biarkan Danu menjalani semua ini, Ma. Sebagai orangtua kita harus support Danu," ujar Pak Herlambang menyesap minuman buatan ART nya.

"Ini, ada apa sih? Apa yang harus di jalani Danu?" Anita tambah penasaran ditutup majalah yang sedang ia baca laku fokus menatap bergantian papa dan mama mertuanya.

"Ah,,, sudahlah. Mama capek. Pengen istirahat," keluh Ibu Herlambang. Beranjak ke kamarnya.

"Papa juga capek." Ikut beranjak meninggalkan Anita di ruang Keluarga.

"Ini semua pada kenapa sih? Pasti ada yang nggak beres ini," gumam Anita tangannya menunjuk keatas sambil berpikir mencoba menebak apa yang terjadi hari ini.

++++++++

Sementara itu dikamarnya Danu mondar-mandir. Ia gelisah, menggenggam ponsel pintarnya. Ada rasa ingin menghubungi sang pujaan hati Bidadari berhijab dengan senyuman yang manis itu selalu terbayang di benak Danu.

Apalagi kalimat Zahra masih terekam jelas dalam benak Danu, 'Jika kamu jodohku, Allah pasti mempermudah jalanmu untuk menghalalkanku' kalimat ini selalu terngiang di telinga Danu, membuatnya semangat untuk melakoni syarat dari Zahra.

"Telpon, nggak. Telpon, nggak. Telpon, nggak. Telpon." Danu menghitung jarinya mondar-mandir tak jelas di kamar yang luas ber-Ac dengan fasilitas lengkap didalamnya.

"Aaahhhh... ." Danu menghempaskan tubuhnya di kasur empuk king size ponselnya masih di genggam.

"Zahra, senyumu itu. Membuatku klepek-klepek," gumam Danu.

Danu di buat mabuk kepayang oleh gadis muslimah itu. Sosoknya, sifatnya, kesederhanaan nya, semua yang ada pada Zahra membuat Danu jatuh cinta.

Dimata Danu Zahra tentu berbeda sekali dengan wanita lainnya. Ponsel Danu berdering. Segera dilihatnya. Rupanya Hany yang menelpon, Danu memang dulu sering nongkrong bersama.

"Kalau nggak diangkat bisa ribet ni cewek," ucap Danu menatap layar ponselnya ia sudah hafal watak Hany.

Danu : "Hallo, Assalamualaikum." (memejamkan mata sambil bicara)

Hany : "Hei, wa-walaikum salam."

Hany: "Tumben salam, kamu oke Danu?"

Danu: "Ya, oke lah. Kenapa?" 'kenapa sih tiap aku salam kok dibilang tumben' batin Danu kesal.

Hany: "Aku mau ajak kamu ngedate ntar malem. Bisa 'kan?"

Danu: "Ah, males. Aku sibuk."

Hany: "Tapi, ini tempat baru, asyik tau. Sekalian nongkrong bareng Genk biasa."

Danu: "Nggaklah. Maaf aku capek. Pengen istirahat. Udah, ya. Assalamualaikum."

Danu memutus sepihak pembicaraan via ponselnya.

"Ajakan nggak bermutu," rutuk Danu. Ia memeluk guling bersandar di sandaran spring bed sambil senyum-senyum sendiri menatap ke arah pintu kamar yang tertutup rapat.

Dikamar berfasilitas seperti hotel, Danu kembali melamun mendekap guling dengan erat. Angan-nya melambung tinggi diudara seperti burung yang terbang bebas menikmati keindahan cakrawala. Terbang mengembara mencari makanan ataupun tempat hinggap yang nyaman di bumi ciptaan Allah.

Seketika kenangan saat jumpa pertama kali dengan Zahra terputar otomatis, bak rekaman film di bioskop ataupun televisi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Pelajaran berharga

    Mau tak mau Danu harus menimba air sumur untuk mengisi bak mandinya. Beberapa kali ia menimba air membuatnya berkeringat, maklum saja dia tak pernah susah selama ini. Usai mengisi bak air, Danu beristirahat sejenak sambil mengusap peluh yang mengucur di dahinya. "Capek nya ngisi bak air mandi. Coba aja di kamar mandi kamarku, tinggal puter langsung mancur," keluhnya lirih. Ia duduk sejenak di teras dapur sambil melepas kaosnya. Danu berpikir sejenak. "Baju ini kalo kotor mau nggak mau, aku yang nyuci juga," pikirnya. Danu menepuk jidatnya. "Sib, nasib! Gini amat sih, mana semuanya masih manual," gerutunya dalam hati. Tiba-tiba ada yang menepuk punggungnya dari belakang. "Katanya mau mandi, kok masih duduk disini?" Suara Pak Husen mengejutkan Danu. Ia spontan menoleh. "Eh, Bapak. Kaget saya." Danu mengusap dadanya yang putih mulus. "Kenapa belum mandi juga?" "Anu, Pak ... saya istirahat dulu, capek nimba air," ungkap Danu nyengir kuda. Pak Husen tertawa mendengar ungkapan Danu.

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Demi kamu, Zahra

    "Ayo masuk, Mas Danu," ajak Pak Husen. "Baik, Pakde, Simbah," Danu bingung hendak memangil dengan sebutan apa. Pak Husen menyunggingkan senyuman lalu menepuk pundak Danu. "Le, nggak usah takut, gugup, ataupun bingung. Panggil saya Bapak, atau Pak'e dan istri saya panggil saja Simbok atau Mbok'e, karena mulai hari ini, kamu sepenuhnya menjadi tanggung jawab kami disini." Laki-laki setengah abad itu berbicara dengan santai dan mantap, penuh karismatik. "Le, ayo barang-barangnya dibawa masuk ke kamarmu, sudah Simbok siapkan," Ibu Aminah keluar memanggil Danu. Danu menoleh kepada ibu Aminah, wanita berbusana khas Jawa itu berusaha menarik koper Danu, namun Danu langsung refleks membantunya. "Biar saya aja, Mbok ... ini berat," ucap Danu meraih kopernya. Pak Husen menatap istrinya dan pemuda kota itu sambil mesem ngguyu. Danu dan Ibu Aminah berjalan menuju sebuah kamar yang sudah dipersiapkan oleh ibu Aminah. "Ini kamarmu, Le. Bajunya bisa dimasukkan ke lemari sini," ucap wanita it

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Jadi anak desa

    Danu masih bertanya-tanya mengapa Pak tua, dihadapannya ini seperti bisa melihat masadepan. Sepertinya beliau bukan orang sembarangan. "Tidak usah bingung. Ayo istirahat lagi." Pak Husen bangkit dari duduknya lantas berlalu meninggalkan Danu. Danu termenung menelaah setiap ucapan laki-laki setengah abad itu. "Ah, sudahlah. Mungkin memang beliau punya kelebihan. Lebih baik aku tidur saja." Danu memutuskan untuk tidur lagi. ***Adzan Subuh berkumandang, Danu terbangun dari istirahat malamnya, ia segera menuju kamar mandi yang terletak diluar rumah. Suasana masih gelap, lagi-lagi Danu harus menimba air. "Sudah bangun, Mas," Suara wanita mengejutkan Danu. Danu berjingkat mendengar suara itu. "Eh, Ibu. Iya, saya sudah bangun. Mau solat subuh," ucap Danu kepada wanita itu. Ia membawa sebuah periuk berisi beras. Ia menunggu Danu selesai menimba air, lantas iapun menimba air hendak mencuci beras. Danu mengamati kegiatan bundenya Pak Kasno itu sambil berwudhu. Pak Husen datang dari ar

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Jungkir balik dunia Danu

    Adzan Maghrib berkumandang. Lagi, Danu meminta menepi lagi di sebuah masjid dan menunaikan shalat berjamaah. Usai shalat Danu berdo'a. "Ya Allah, kumohon, berilah aku kemudahan untuk menjalani semua ini, bimbinglah aku menuju apa yang ingin ku capai, tuntun aku dalam menjalani semua ini, hanya kepadaMu aku memohon pertolongan." Danu khusyu sekali berdo'a. Pak Kasno dan Papanya menunggu Danu selesai berdo'a, lalu mereka melanjutkan lagi perjalanan mereka. Perut keroncongan membuat mereka menepi kembali mencari tempat istirahat dan makan malam di sebuah warung kaki lima. Pak Herlambang tak kikuk saat diajak makan di kaki lima, benar-benar sosok yang patut di contoh. Penampilan Pak Herlambang yang sederhana, meskipun ia bisa dibilang sultan, namun ia tak malu ataupun gengsi makan di kaki lima. "Masih jauh enggak, Pak?" Danu bertanya perihal jarak yang hendak ditempuh sesaat usai menikmati santap malam."Mungkin sekitar jam sembilan malam, kita baru sampai, Den." Pak Kasno menjawab sam

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Misi Cinta B

    Sementara itu, Pak Herlambang dan Danu masing-masing menyiapkan diri. Danu bersiap dengan apa-apa yang ia perlukan. Sementara itu, papanya menyiapkan sejumlah uang yang akan diserahkan kepada pakdenya Pak Kasno. Danu menghampiri Bi Surti yang sedang menyiapkan baju-baju nya dikamar."Bi, banyakin celana pendek, sama kaos, ya," pinta Danu. "Iya, Den. Tapi kenapa harus bawa baju jelek si, Den? Emang mau nggarap proyek apa selama 3 bulan?" Bi Surti yang penasaran akhirnya bertanya. "Nggarap proyek cinta, Bi." Danu terkekeh sendiri. "Proyek Cinta? Apa ada?" Bi Surti bermain dengan pikirannya sendiri. Danu membawa serta gitar kesayangannya, tak lupa ia membawa perlengkapan yang ia butuhkan. Setelah semua baju dan perlengkapan terkemas rapi, Danu segera menggiring kopernya turun kelantai bawah, Bi Surti mengekor dibelakang Danu. "Bi, jangan bilang-bilang sama mama, ya ... kalo saya pergi selama tiga bulan," ucap Danu berpesan kepada ART-nya. "Beres, Den. Aman pokonya. Yang penting Ad

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Misi Cinta A

    Danu menghentikan suapan makan siangnya lalu meraih gelas berisi air mineral. "Masa harus ganti hape segala, Pak?" Danu setengah protes. Pak Kasno menghela nafas lalu menjelaskan alasannya. "Begini, Den, di desa tempat tinggal pakde saya itu, rata-rata pemuda-pemudi nya dari kalangan menengah kebawah. Nah, kalo mereka lihat pemuda seperti Aden, wah bisa jadi Aden nggak bakalan jadi nanem padi, Aden jadi selebriti dadakan di kampung." Pak Kasno memberi penjelasan. "Kenapa bisa begitu, Pak?" Danu penasaran tentang keterangan Pak Kasno. "Mungkin yang pak Kasno maksud itu sebaiknya kamu menyamar menjadi umumnya seperti muda-mudi di kampung itu," Pak Herlambang ikut menjelaskan sambil mengupas jeruk untuk cuci mulut. Danu hening, berpikir sejenak. "Hem, jungkir balik beneran ini mah. Tapi mau gimana lagi, demi Zahra," batin Danu. "Okelah kalo begitu. Nanti kita sambil berangkat ke desa pakdenya Pak Kasno sambil beli ponsel baru saja, sekalian ganti nomor juga, biar aku tenang. Soal

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status