Share

Wanita terbaik

Author: humaidah4455
last update Last Updated: 2022-10-31 07:42:58

Danu mulai terdiam sambil bersandar di jok mobil menyapukan kedua telapak tanganya ke wajah tampan berhidung mancung itu. Mobil melaju lagi perlahan.

"Danu, Danu! Are you Oke?" Ternyata Ibu Herlambang memperhatikan gerak-gerik putra bungsunya itu.

"Ya, I'm oke Ma," ucap Danu termenung mengusap wajahnya ia menatap keluar jendela.

"Den, wanita seperti Mbak Zahra itu sekarang langka lho, Den. Jangan sampai lepas," ucap Pak Kasno membuyarkan lamunan Danu.

"Iya, Pak Kasno benar. Kebanyakan wanita sekarang suka sama laki-laki yang beruang, ganteng, dan mapan." Imbuh Pak Herlambang. Setuju dengan ucapan sopirnya.

"Duh, kalian ini kaum lelaki tak tau kah, cantik itu butuh uang. Apalagi kaya mama ini. Hidup tanpa uang, apa kata dunia?" timpal Ibu Herlambang memainkan cincin berlian di jari manisnya.

"Lagian papa kenapa sih ngotot banget ngejodohin Danu sama Zahra? Kenapa nggak sama anaknya jeng Prita saja, si Hany. Dia lebih berkelas dan sesuai dengan Danu, she is model, beautiful, smart, dan jelas dari keluarga selevel dengan kita," protes Ibu Herlambang menatap tajam kepada suaminya.

"Papa hanya ingin yang terbaik untuk Danu, Ma. Papa rasa Zahra lah pilihan terbaik," ucap Pak Herlambang memandang luas ke depan mengamati jalan aspal dari balik kaca mobil.

"Itu menurut Papa 'kan. Belum tentu penilaian Danu sama dengan Papa. Zahra itu bukan seleranya Danu, Pa." Ibu Herlambang sewot sok tau bibirnya maju lima senti menghias wajahnya yang tetap terawat meskipun usianya tak lagi muda.

"Ma, kalau Danu tak tertarik, bagaimana bisa Danu menyanggupi syarat dari Zahra?" bantah Pak Herlambang menoleh isrtinya yang masih saja uring-uringan kini malah menawarkan agar Danu bersatu dengan anak sahabat dan kawan arisan istrinya.

"Ya, bisa jadi Danu cuma iseng. Mau ditaruh mana muka mama, Pa. Kalau teman sosialita mama tau calon istri Danu model Zahra," ujar Ibu Herlambang wajahnya yang kini sudah kelap-kelip bak lampu disco kesal berdebat dengan suaminya.

"Ya, ditaruh di depan dong, Ma. Sudahlah mama dukung Danu saja. Sebagai orangtua kita harus support Danu untuk hal ini," bujuk Pak Herlambang sambil senyum mencoba menggoda istrinya.

"Bagaimana mau dukung kalo seorang Danu Herlambang di paksa jadi petani?" Ibu Herlambang mendesah sedih membayangkan putranya menanam padi di sawah berlumpur, panas-panasan, dengan tangan belepotan lumpur.

"Zahra tak memaksa, Mama. Itu hanya syarat saja dan putra kita menyanggupi syarat itu." Ucap Pak Herlambang membela calon menantu kesayangan itu.

"Justru ini bagus untuk Danu. Biar Danu tau dan merasakan berjuang demi mendapatkan sesuatu." Imbuh Pak Herlambang sambil bersandar santai di jok mobil.

"Is, Papa ini. Senang lihat anak menderita!" Ibu Herlambang kesal membuang muka ke jendela.

"Batalkan saja Danu sebelum terlambat. Masih banyak wanita yang mau sama kamu!" Ibu Herlambang mendesak putranya agar tak melanjutkan hal yang menurutnya memalukan.

Danu tak bergeming. Ia malah asyik melamun.

"Danu, Danu, Danu!" Astaga ni anak kesambet," ujar Ibu Herlambang mengguncang keras bahu Danu.

"Iya, Zahra, aku pasti bisa," ucap Danu spontan. Ia terkejut saat bahunya di guncang. Rupanya Danu memikirkan Sang bidadari yang kini menguasai pikirannya.

"Nah belum-belum sudah melamun." Ibu Herlambang ngomel.

Danu beringsut mencari sesuatu. "Kok aku disini?" gumam Danu.

"Lah, Aden kenapa lagi?" tanya Pak Kasno heran.

"Perasaan tadi lagi ngobrol sama Zahra di taman. Zahra kasih support aku," ucap Danu bengong.

"Wah, anak papa benar-benar jatuh cinta akut rupanya," goda Pak Herlambang sembari tertawa kecil melihat kelakuan putranya.

Danu nyengir kuda. Mamanya tambah kesal melihat tingkahnya.

"Danu, apa benar kamu jatuh cinta sama gadis itu? Atau hanya pura-pura saja, kenapa tak memilih yang lain? Bukankah kamu bisa mendapat yang lebih cantik dari seorang Zahra?" Ibu Herlambang memberondong Danu mencoba mencaritau alasan putranya nekat menerima syarat mahar yang menurutnya ribet dan memalukan bahkan bisa membuat putranya sengsara

"Duh, Mama. Kaya polisi sih!" Danu mengeluh atas pertanyaan mamanya yang begitu banyak.

"Lagian kamu ini, aneh. Its not you Danu!" ujar Ibu Herlambang menyeringai.

"Aneh gimana sih, Ma? Aku suka dan jatuh cinta pada Zahra? Salah ku dimana?" tanya Danu wajahnya bingung menoleh ke arah sang mama.

"Kenapa kamu bisa jatuh cinta sama dia? Banyak 'kan gadis cantik di luar sana," jawab Ibu Herlambang meremehkan Zahra.

"Ini semua gara-gara rencana perjodohan Papa!" Ucap Ibu Herlambang menoleh suaminya dengan tatapan khas istri ngambek menyalahkan suaminya

"Padahal mama ingin Danu menikah dengan Hany anaknya jeng Prita," ungkap Ibu Herlambang wanita itu kini terlihat sedih dan kehilangan harapan akan mimpinya.

"Ma, Zahra itu beda Ma, pokoknya bagaimana caranya aku 'kan tetap berusaha menjalankan syarat Zahra. Cuma Zahra yang bisa membuat hatiku tenang, Ma," ungkap Danu berusaha meyakinkan mamanya bahwa Zahra itu wanita terbaik untuk dirinya.

Ponsel Danu berdering, di layar ponsel tertera nama Roby. Danu terlihat malas menjawab panggilan itu, panggilan di rejected. Namun ponsel itu berdering lagi.

"Apa lagi ni anak." Danu mengangkat telpon Robi malas.

Danu : "Hallo, Assalamualaikum"

Roby : "Assalamualaikum, wa'alaikum salam. Tumben Loe salam. Abis makan apa Loe"

Danu : "Udah, ada apaan si Loe telpon gua, kalo nggak penting gua tutup," gertak Danu berwajah kesal.

Roby : "Eits bentar dong, kemana aja si Loe, jarang nongkrong. Ada tempat baru tau. Yok ntar malem kita happy happy. Ga ada loe nggak rame Brother"

Danu : "Alah, bilang aja minta traktir." Rasanya malas sekali menanggapi sahabat nya ini.

Roby : "Seorang Danu Herlambang tau aja"

Danu : "Gua males nongkrong," ungkapnya sambil sesekali menoleh ke arah sopirnya.

Roby : "Kenapa, loe sakit? Tumben bener. Biasanya semangat loe"

Danu : "Ah udah gua lagi banyak urusan. Assalamualaikum."

Danu memutus sepihak pembicaraan via ponselnya. Entah mengapa semenjak mengenal Zahra ia jadi malas berhubungan atau pun sekedar nongkrong dengan teman-teman nya.

"Zahra, Zahra. Kenapa hanya kamu yang ada di otak-ku. Aku bisa gila bila hidup tanpamu," gumam Danu lirih menggenggam ponselnya dan menempelkan ke dagu.

"Telpon dari siapa Danu?" tanya Pak Herlambang memperhatikan putranya.

"Roby, Pa. Biasa ngajak nongkrong. Minta ditraktir," jawab Danu meletakkan ponsel di paha nya.

"Oh... ."

Suasana di dalam mobil senyap. Mama Danu kini asyik bermain gawainya sesekali tertawa kecil bak melihat sesuatu yang lucu. Jarinya lincah mennyentuh gawai touchscreen itu. Papa nya duduk santai menikmati perjalanan pulang sambil sesekali menengok kanan kiri jendela mobil. Sedang Danu melamun lagi, sambil berpikir langkah selanjutnya yang akan dia lakukan.

"Pa, aku harus mulai misi-ku, Pa. Langkah awal, harus gimana ya? Aku bingung," ungkap Danu.

Danu mengambil ponsel lalu memutar-mutar ponsel di tangannya. Pak Herlambang tersenyum.

"Langkah awal yang harus kau ambil, tanyakan saja pada Zahra. Telpon dia, ikuti sarannya agar kamu tak salah langkah," usul Pak Herlambang tersenyum bersahaja.

"Baru aja ketemu sudah di telpon. Gengsi dong, Pa," sahut Ibu Herlambang tertunduk matanya tak lepas dari gawai miliknya.

"Cinta tak kenal gengsi, Ma," ucap Pak Herlambang menoleh istrinya yang sibuk main gadget.

"Cinta membuat sengsara buat apa dilanjutkan," ketus Ibu Herlambang tanpa menatap suaminya yang sedang memperhatikan dirinya.

"Cinta itu butuh pengorbanan, kesabaran, perjuangan, Ma," ujar Pak Herlambang menghadap ke depan sambil menyatukan kedua telapak tangannya memandang luar ke jalan aspal.

"Dan ini saatnya Danu berjuang demi cintanya," imbuh Pak Herlambang mengangkat tangan ala pejuang 45 memberi semangat putranya

"Papa, plis deh! Dengan Danu melakoni semua syarat itu? It's crazy, Papa," sungut Ibu Herlambang melirik sebentar suaminya yang bergaya seperti Bung Tomo pejuang kemerdekaan.

"Ya, Mama benar. Aku memang gila. Apa lagi bila hidup tanpa Zahra," sahut Danu menyandarkan kepalanya di kaca jendela mobil.

"Apapun yang terjadi aku percaya pada Allah dan ucapan Zahra tadi, Jika dia jodohku Allah pasti mempermudah jalanku untuk menghalalkan dia," ungkap Danu memejamkan mata menirukan ucapan Zahra sang bidadari pujaan hatinya kini, mencoba meresapi dan memahami arti dari kalimat itu.

Kedua orangtua Danu hanya melihat tingkah Danu yang sedang dimabuk asmara. Ibu Herlambang tambah kesal melihat tingkah putranya. Sementara Papanya tersenyum bahagia.

Ada perubahan setelah Danu mengenal Zahra. Pak Herlambang hanya bisa berdoa semoga usaha putranya di permudah.

Mobil melaju ditengah jalan aspal hitam melintasi perjalanan pulang mereka yang lumayan jauh. Hingga membuat Ibu Herlambang tertidur. Danu menikmati perjalanan panjang sambil memandang luas pemandangan yang ada, lama-lama terlelap juga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Pelajaran berharga

    Mau tak mau Danu harus menimba air sumur untuk mengisi bak mandinya. Beberapa kali ia menimba air membuatnya berkeringat, maklum saja dia tak pernah susah selama ini. Usai mengisi bak air, Danu beristirahat sejenak sambil mengusap peluh yang mengucur di dahinya. "Capek nya ngisi bak air mandi. Coba aja di kamar mandi kamarku, tinggal puter langsung mancur," keluhnya lirih. Ia duduk sejenak di teras dapur sambil melepas kaosnya. Danu berpikir sejenak. "Baju ini kalo kotor mau nggak mau, aku yang nyuci juga," pikirnya. Danu menepuk jidatnya. "Sib, nasib! Gini amat sih, mana semuanya masih manual," gerutunya dalam hati. Tiba-tiba ada yang menepuk punggungnya dari belakang. "Katanya mau mandi, kok masih duduk disini?" Suara Pak Husen mengejutkan Danu. Ia spontan menoleh. "Eh, Bapak. Kaget saya." Danu mengusap dadanya yang putih mulus. "Kenapa belum mandi juga?" "Anu, Pak ... saya istirahat dulu, capek nimba air," ungkap Danu nyengir kuda. Pak Husen tertawa mendengar ungkapan Danu.

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Demi kamu, Zahra

    "Ayo masuk, Mas Danu," ajak Pak Husen. "Baik, Pakde, Simbah," Danu bingung hendak memangil dengan sebutan apa. Pak Husen menyunggingkan senyuman lalu menepuk pundak Danu. "Le, nggak usah takut, gugup, ataupun bingung. Panggil saya Bapak, atau Pak'e dan istri saya panggil saja Simbok atau Mbok'e, karena mulai hari ini, kamu sepenuhnya menjadi tanggung jawab kami disini." Laki-laki setengah abad itu berbicara dengan santai dan mantap, penuh karismatik. "Le, ayo barang-barangnya dibawa masuk ke kamarmu, sudah Simbok siapkan," Ibu Aminah keluar memanggil Danu. Danu menoleh kepada ibu Aminah, wanita berbusana khas Jawa itu berusaha menarik koper Danu, namun Danu langsung refleks membantunya. "Biar saya aja, Mbok ... ini berat," ucap Danu meraih kopernya. Pak Husen menatap istrinya dan pemuda kota itu sambil mesem ngguyu. Danu dan Ibu Aminah berjalan menuju sebuah kamar yang sudah dipersiapkan oleh ibu Aminah. "Ini kamarmu, Le. Bajunya bisa dimasukkan ke lemari sini," ucap wanita it

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Jadi anak desa

    Danu masih bertanya-tanya mengapa Pak tua, dihadapannya ini seperti bisa melihat masadepan. Sepertinya beliau bukan orang sembarangan. "Tidak usah bingung. Ayo istirahat lagi." Pak Husen bangkit dari duduknya lantas berlalu meninggalkan Danu. Danu termenung menelaah setiap ucapan laki-laki setengah abad itu. "Ah, sudahlah. Mungkin memang beliau punya kelebihan. Lebih baik aku tidur saja." Danu memutuskan untuk tidur lagi. ***Adzan Subuh berkumandang, Danu terbangun dari istirahat malamnya, ia segera menuju kamar mandi yang terletak diluar rumah. Suasana masih gelap, lagi-lagi Danu harus menimba air. "Sudah bangun, Mas," Suara wanita mengejutkan Danu. Danu berjingkat mendengar suara itu. "Eh, Ibu. Iya, saya sudah bangun. Mau solat subuh," ucap Danu kepada wanita itu. Ia membawa sebuah periuk berisi beras. Ia menunggu Danu selesai menimba air, lantas iapun menimba air hendak mencuci beras. Danu mengamati kegiatan bundenya Pak Kasno itu sambil berwudhu. Pak Husen datang dari ar

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Jungkir balik dunia Danu

    Adzan Maghrib berkumandang. Lagi, Danu meminta menepi lagi di sebuah masjid dan menunaikan shalat berjamaah. Usai shalat Danu berdo'a. "Ya Allah, kumohon, berilah aku kemudahan untuk menjalani semua ini, bimbinglah aku menuju apa yang ingin ku capai, tuntun aku dalam menjalani semua ini, hanya kepadaMu aku memohon pertolongan." Danu khusyu sekali berdo'a. Pak Kasno dan Papanya menunggu Danu selesai berdo'a, lalu mereka melanjutkan lagi perjalanan mereka. Perut keroncongan membuat mereka menepi kembali mencari tempat istirahat dan makan malam di sebuah warung kaki lima. Pak Herlambang tak kikuk saat diajak makan di kaki lima, benar-benar sosok yang patut di contoh. Penampilan Pak Herlambang yang sederhana, meskipun ia bisa dibilang sultan, namun ia tak malu ataupun gengsi makan di kaki lima. "Masih jauh enggak, Pak?" Danu bertanya perihal jarak yang hendak ditempuh sesaat usai menikmati santap malam."Mungkin sekitar jam sembilan malam, kita baru sampai, Den." Pak Kasno menjawab sam

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Misi Cinta B

    Sementara itu, Pak Herlambang dan Danu masing-masing menyiapkan diri. Danu bersiap dengan apa-apa yang ia perlukan. Sementara itu, papanya menyiapkan sejumlah uang yang akan diserahkan kepada pakdenya Pak Kasno. Danu menghampiri Bi Surti yang sedang menyiapkan baju-baju nya dikamar."Bi, banyakin celana pendek, sama kaos, ya," pinta Danu. "Iya, Den. Tapi kenapa harus bawa baju jelek si, Den? Emang mau nggarap proyek apa selama 3 bulan?" Bi Surti yang penasaran akhirnya bertanya. "Nggarap proyek cinta, Bi." Danu terkekeh sendiri. "Proyek Cinta? Apa ada?" Bi Surti bermain dengan pikirannya sendiri. Danu membawa serta gitar kesayangannya, tak lupa ia membawa perlengkapan yang ia butuhkan. Setelah semua baju dan perlengkapan terkemas rapi, Danu segera menggiring kopernya turun kelantai bawah, Bi Surti mengekor dibelakang Danu. "Bi, jangan bilang-bilang sama mama, ya ... kalo saya pergi selama tiga bulan," ucap Danu berpesan kepada ART-nya. "Beres, Den. Aman pokonya. Yang penting Ad

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Misi Cinta A

    Danu menghentikan suapan makan siangnya lalu meraih gelas berisi air mineral. "Masa harus ganti hape segala, Pak?" Danu setengah protes. Pak Kasno menghela nafas lalu menjelaskan alasannya. "Begini, Den, di desa tempat tinggal pakde saya itu, rata-rata pemuda-pemudi nya dari kalangan menengah kebawah. Nah, kalo mereka lihat pemuda seperti Aden, wah bisa jadi Aden nggak bakalan jadi nanem padi, Aden jadi selebriti dadakan di kampung." Pak Kasno memberi penjelasan. "Kenapa bisa begitu, Pak?" Danu penasaran tentang keterangan Pak Kasno. "Mungkin yang pak Kasno maksud itu sebaiknya kamu menyamar menjadi umumnya seperti muda-mudi di kampung itu," Pak Herlambang ikut menjelaskan sambil mengupas jeruk untuk cuci mulut. Danu hening, berpikir sejenak. "Hem, jungkir balik beneran ini mah. Tapi mau gimana lagi, demi Zahra," batin Danu. "Okelah kalo begitu. Nanti kita sambil berangkat ke desa pakdenya Pak Kasno sambil beli ponsel baru saja, sekalian ganti nomor juga, biar aku tenang. Soal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status