Share

perdebatan dalam mobil

Author: humaidah4455
last update Last Updated: 2022-10-31 07:42:11

"Benar-benar aneh syarat mahar dari gadis itu. Kenapa tak meminta barang lain saja. Meskipun cuma nasi goreng seeafood tapi syarat untuk membuatnya itu bisa membuat Danu sengsara!" seru Ibu Herlambang kesal. Masuk mobil kemudian membanting pintu mobil dengan kasar. Wajahnya cemberut.

Danu, Pak Herlambang, dan Pak Kasno ikut masuk mobil.

"Kita batalkan saja pernikahan ini," usul Ibu Herlambang. Duduk di jok belakang bersama suaminya. Ibu Herlambang tampak taksetuju bila perjodohan ini berlanjut. Memasang mimik masam sedikit membenarkan sanggul rambutnya.

Danu menoleh ke arah mamanya, "Jangan dong, Ma. Danu cinta sama Zahra, Ma. Dia gadis yang berbeda dari yang lain," ungkap Danu ia duduk di depan dekat sopir sambil memasang sabuk pengaman.

Pak Herlambang menatap aneh kepada istrinya. Kemudian membenarkan posisi duduknya ke arah depan.

"Yah. Kamu benar, Danu. Zahra berbeda dari gadis lain. Yang Papa tangkap, Zahra ingin kamu berproses untuk membuat mahar pernikahan mu. Bukan karena kamu anak Papa. Zahra tak terbuai dengan harta yang kita miliki. Dia ingin calon suaminya bekerja keras. Dengan kata lain dia gadis yang jauh dari kata materialistis," ungkap Pak Herlambang. Mengangkat telunjuknya ke atas. Pak Herlambang kagum pada sosok Zahra.

"Aku setuju sama Papa," ucap Danu menoleh ke arah orangtuanya dengan senyum yang meyakinkan.

Ibu Herlambang menatap lekat anaknya, sambil merapikan tas branded nya. Ia condong kedepan berusaha mendekati putranya.

"Kamu yakin, Danu? Kamu harus berurusan dengan sawah dan lainya lho. Are you sure? Bisa dibatalkan Danu, ini belum terlambat," bujuk Ibu Herlambang kemudian ia membenarkan posisi duduknya, alisnya terangkat separuh.

"Apakah Mama tak ingin memiliki menantu seorang soliha seperti Zahra?" tanya Pak Herlambang ia menatap lekat istrinya. Pak Herlambang memposisikan duduk menghadap istrinya yang glamor. Tas, baju, dan perhiasan koleksi istrinya menghias tubuh langsing itu, membuat siapa saja yang memandang Ibu Herlambang pasti segan.

"But its so hard, Papa. Impossible for Danu," ucap Bu Herlambang. Memakai bahasa asing yang agak belepotan bibir mengerucut hampir bisa di kucir. Kemudian membuang muka ke arah jendela melipat tangan di dada, mendengus kesal.

Danu beringsut membenarkan posisi duduknya.

"Nothing is impossible, Mam. I'm sure. Ada Allah, Ma." Cetus Danu bersandar di jok mobil. Matanya terpejam membayangkan Wajah Zahra.

"Jalan, Pak," ucapnya pada Pak Kasno. Dengan mata masih terpejam seperti orang tidur mengigau.

Pak Herlambang tersenyum mendengar penuturan putranya.

"Ada Allah" kalimat ini membuat Pak Herlambang terkesan. Rupanya kini putranya sedikit berubah terkena virus cinta calon menantu saleha itu.

"Ada Allah? Danu sejak kapan kamu ingat Allah?" tanya Ibu Herlambang mencebik bibir. Merasa aneh pada putranya karena memang selama ini Danu tak pernah begini. Dan sayangnya karena harta yang melimpah dan kesibukan yang padat membuat mereka lupa kewajiban sebagai seorang muslim ataupun muslimah.

"Sejak ku mengenal seorang Mutiara Azahra, Ma. Ia membuatku lebih ingin mengenal Allah," tutur Danu memejamkan matanya, membayangkan Zahra. Wajah ayu Zahra tergambar di benaknya.

Mesin mobil mulai dihidupkan, Danu membuka matanya kemudian membuka kaca mobil melambaikan tangan kepada keluarga Zahra. Zahra dan semua yang menyaksikan kepergian mobil Danu dari halaman rumah ikut melambaikan tangan.

Mobil melaju pelan di jalan kampung tempat tinggal Zahra menjauh dan menghilang di persimpangan.

"Papa dukung kamu, Danu," ucap Pak Herlambang memegang pundak putranya.

Danu menutup kembali kaca jendela mobilnya.

"Pa, she is beautiful girl. Hatinya, budinya, membuatku jatuh cinta," ucap Danu mengagumi Zahra.

"Masih ada ya, wanita seperti Zahra, aku harus bisa memenuhi syarat nya, Pa," imbuh Danu ada rasa takut dalam diri Danu. Takut gagal dan kehilangan gadis itu.

"Pak Kasno, kalau bapak jadi saya bagaimana?" tanya Danu pada sopir keluarganya mencoba berbagi rasa pada sopirnya.

"Wah, saya pasti berjuang, Den. Demi mbak Zahra," jawab Pak Kasno mantap.

"Tapi, Den Danu harus ingat semua syarat itu harus hasil keringat Aden sendiri, tanpa campur tangan orang lain. Seperti kata mbak Zahra tadi." Pak Kasno sambil fokus nyetir menatap ke depan di balik kaca mobil jalanan kampung Zahra lumayan bergelombang.

"Maksudnya, Pak?" Danu bertanya-tanya dengan ucapan sang sopir.

"Ya kalau menurut saya, Aden harus memulai proses dari menanam padi dan yang lain sendiri, tanpa campur tangan Papa Aden. Bahkan maaf ya, Den. Uang dari Papa Aden tak bisa ikut campur disini." Ungkap Pak Kasno berhenti sebentar menengok kanan kiri sesekali melihat sepion dan kembali melajukan mobil menapaki jalan aspal menuju istana keluarga Herlambang.

"Apa?" Ibu Herlambang terkejut melotot mendengar ucapan sulpirnya.

"Kenapa bisa begitu? No, Danu nggak boleh terjun ke sawah langsung, apa lagi nanam padi It's crazy!" ucap Ibu Herlambang berintonasi tinggi. Ia nampak frustasi dan tertekan setelah melamar Zahra.

"Kalo nggak salah si begitu. Coba Nyonya sama Aden ingat lagi kalimat mbak Zahra tadi." Pak Kasno mengerling menatap Tuan dan Nyonya besar yang duduk di jok belakang dari arah kaca diatasnya.

Danu seketika berpikir keras mencerna kalimat sang sopir.

"Danu, tolong jangan lanjutkan hal gila ini, apa kata dunia? Seorang Danu Herlambang jadi petani," sungut Ibu Herlambang membujuk putranya agar mengurungkan niat menyanggupi syarat dari Zahra.

"Sudah, batalkan saja. Masih banyak wanita lain yang mau sama kamu," pinta Ibu Herlambang mendengus kesal dan memaksa.

Mobil Mercedez hitam itu melaju melesat di tengah keramaian jalan aspal membawa keluarga Herlambang ke istana mereka.

Danu menarik garis bawah dan berkata, "Berarti aku harus melepas semua pemberian Papa, begitu, Pak Kasno?"

Danu seketika lemas tak berdaya. Apa jadinya Danu tanpa pemberian Papanya. Selama ini Danu belum pernah hidup susah, selalu hura-hura kuliahnya pun belum lulus karena Danu tidak fokus menjalaninya. Hobi nongkrong dan bersenang-senang dengan para sahabatnya membuat Danu lebih lama di bangku kuliah. Sering bolos dan melarikan diri saat menghadapi dosen killer di kampus memanfaatkan fasilitas sang Papa untuk memenuhi kesenangan nya.

"Ya kurang lebih begitu, Aden." Pak Kasno menoleh pada majikan mudanya yang kelihatan lemas tak berdaya.

"Oh, No, Danu. No!" Seru Ibu Herlambang.

"Kamu terbiasa hidup dengan fasilitas mewah, mama jamin kamu tak akan bisa memenuhi syarat aneh ini," cibir Ibu Herlambang.

"Justru ini tantangan untuk Danu, Ma. Ayolah mama dukung Danu dong," ucap Pak Herlambang mencoba mengajak istrinya mendukung putranya.

"Bagaimana bisa seorang ibu membiarkan anaknya di kerjain habis-habisan oleh calon istrinya dengan minta mahar yang bersyarat ribet begitu. Papa, Danu anak Mama. Jadi dia harus nurut sama Mama," ucap Ibu Herlambang kekeh menekan kata terakhir.

"Ini hanya proses, Ma. Tak lama hanya 120 hari saja, Ma. Biar Danu belajar hidup mandiri," jelas Pak Herlambang berusaha meyakinkan istrinya.

"Pokoknya Danu nggak boleh terjun langsung ke sawah," ucap Ibu Herlambang bersedekap tangan meninggikan dagu menandakan tak ingin dibantah.

"Itu syarat yang harus dilakukan Danu, Ma," bujuk Pak Herlambang memegang pundak istrinya.

"Seka ---

"Stop, stop, stop!" Teriak Danu dengan ekspresi kesal. Memotong perdebatan kedua orangtuanya. Mobil seketika berhenti.

"Ada apa, Den?" tanya Pak Kasno heran mengerem mendadak hingga membuat mobil berhenti ditengah jalan.

Seisi mobil terhuyung kedepan kala mobil mendadak berhenti.

"Kenapa berhenti sih?" Ibu Herlambang bertambah kesal. Sudah berdebat sengit dengan suaminya ditambah supir Keluarga ngerem mendadak lagi. Wanita sosialita itu bertambah geram.

"Kenapa berhenti, Pak?" tanya Danu bingung menatap ke arah supirnya.

"Tadi, kata Aden setop. Ya saya berhenti, Den," jawab Pak Kasno mencoba menjelaskan maksud tindakannya itu.

"Ais,,, ya Allah! Udah jalan lagi, Pak." Danu menepuk keningnya. Segitunya ya, nurutnya Pak Kasno sama majikan.

"Lah, kenapa setop atuh, Den. Segitunya mikirin Mbak Zahra," goda Pak Kasno melanjutkan perjalanan sambil tersenyum sesekali melirik majikan mudanya.

Sementara Si Nyonya besar masih ngambek, ala anak ABG tak dituruti ngedate sama pacar.

Sedang Tuan besar terkekeh melihat tingkah sang supir.

"Ah,,, Pak Kasno bisa aja. Saya nggak lagi mikirin Zahra kok Pak," kilah Danu. "Maksud saya bukan mobilnya yang berhenti tapi Mama sama Papa itu lho," ucap Danu sambil bersandar di jok mobil. Ada rasa kesal pada Mama nya yang tak mau mendukung ia berjuang demi Zahra.

Pak Herlambang tekesan mendengar Danu menyebut asma Allah. Rupanya virus cinta seorang Zahra bisa membuat putranya berubah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Pelajaran berharga

    Mau tak mau Danu harus menimba air sumur untuk mengisi bak mandinya. Beberapa kali ia menimba air membuatnya berkeringat, maklum saja dia tak pernah susah selama ini. Usai mengisi bak air, Danu beristirahat sejenak sambil mengusap peluh yang mengucur di dahinya. "Capek nya ngisi bak air mandi. Coba aja di kamar mandi kamarku, tinggal puter langsung mancur," keluhnya lirih. Ia duduk sejenak di teras dapur sambil melepas kaosnya. Danu berpikir sejenak. "Baju ini kalo kotor mau nggak mau, aku yang nyuci juga," pikirnya. Danu menepuk jidatnya. "Sib, nasib! Gini amat sih, mana semuanya masih manual," gerutunya dalam hati. Tiba-tiba ada yang menepuk punggungnya dari belakang. "Katanya mau mandi, kok masih duduk disini?" Suara Pak Husen mengejutkan Danu. Ia spontan menoleh. "Eh, Bapak. Kaget saya." Danu mengusap dadanya yang putih mulus. "Kenapa belum mandi juga?" "Anu, Pak ... saya istirahat dulu, capek nimba air," ungkap Danu nyengir kuda. Pak Husen tertawa mendengar ungkapan Danu.

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Demi kamu, Zahra

    "Ayo masuk, Mas Danu," ajak Pak Husen. "Baik, Pakde, Simbah," Danu bingung hendak memangil dengan sebutan apa. Pak Husen menyunggingkan senyuman lalu menepuk pundak Danu. "Le, nggak usah takut, gugup, ataupun bingung. Panggil saya Bapak, atau Pak'e dan istri saya panggil saja Simbok atau Mbok'e, karena mulai hari ini, kamu sepenuhnya menjadi tanggung jawab kami disini." Laki-laki setengah abad itu berbicara dengan santai dan mantap, penuh karismatik. "Le, ayo barang-barangnya dibawa masuk ke kamarmu, sudah Simbok siapkan," Ibu Aminah keluar memanggil Danu. Danu menoleh kepada ibu Aminah, wanita berbusana khas Jawa itu berusaha menarik koper Danu, namun Danu langsung refleks membantunya. "Biar saya aja, Mbok ... ini berat," ucap Danu meraih kopernya. Pak Husen menatap istrinya dan pemuda kota itu sambil mesem ngguyu. Danu dan Ibu Aminah berjalan menuju sebuah kamar yang sudah dipersiapkan oleh ibu Aminah. "Ini kamarmu, Le. Bajunya bisa dimasukkan ke lemari sini," ucap wanita it

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Jadi anak desa

    Danu masih bertanya-tanya mengapa Pak tua, dihadapannya ini seperti bisa melihat masadepan. Sepertinya beliau bukan orang sembarangan. "Tidak usah bingung. Ayo istirahat lagi." Pak Husen bangkit dari duduknya lantas berlalu meninggalkan Danu. Danu termenung menelaah setiap ucapan laki-laki setengah abad itu. "Ah, sudahlah. Mungkin memang beliau punya kelebihan. Lebih baik aku tidur saja." Danu memutuskan untuk tidur lagi. ***Adzan Subuh berkumandang, Danu terbangun dari istirahat malamnya, ia segera menuju kamar mandi yang terletak diluar rumah. Suasana masih gelap, lagi-lagi Danu harus menimba air. "Sudah bangun, Mas," Suara wanita mengejutkan Danu. Danu berjingkat mendengar suara itu. "Eh, Ibu. Iya, saya sudah bangun. Mau solat subuh," ucap Danu kepada wanita itu. Ia membawa sebuah periuk berisi beras. Ia menunggu Danu selesai menimba air, lantas iapun menimba air hendak mencuci beras. Danu mengamati kegiatan bundenya Pak Kasno itu sambil berwudhu. Pak Husen datang dari ar

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Jungkir balik dunia Danu

    Adzan Maghrib berkumandang. Lagi, Danu meminta menepi lagi di sebuah masjid dan menunaikan shalat berjamaah. Usai shalat Danu berdo'a. "Ya Allah, kumohon, berilah aku kemudahan untuk menjalani semua ini, bimbinglah aku menuju apa yang ingin ku capai, tuntun aku dalam menjalani semua ini, hanya kepadaMu aku memohon pertolongan." Danu khusyu sekali berdo'a. Pak Kasno dan Papanya menunggu Danu selesai berdo'a, lalu mereka melanjutkan lagi perjalanan mereka. Perut keroncongan membuat mereka menepi kembali mencari tempat istirahat dan makan malam di sebuah warung kaki lima. Pak Herlambang tak kikuk saat diajak makan di kaki lima, benar-benar sosok yang patut di contoh. Penampilan Pak Herlambang yang sederhana, meskipun ia bisa dibilang sultan, namun ia tak malu ataupun gengsi makan di kaki lima. "Masih jauh enggak, Pak?" Danu bertanya perihal jarak yang hendak ditempuh sesaat usai menikmati santap malam."Mungkin sekitar jam sembilan malam, kita baru sampai, Den." Pak Kasno menjawab sam

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Misi Cinta B

    Sementara itu, Pak Herlambang dan Danu masing-masing menyiapkan diri. Danu bersiap dengan apa-apa yang ia perlukan. Sementara itu, papanya menyiapkan sejumlah uang yang akan diserahkan kepada pakdenya Pak Kasno. Danu menghampiri Bi Surti yang sedang menyiapkan baju-baju nya dikamar."Bi, banyakin celana pendek, sama kaos, ya," pinta Danu. "Iya, Den. Tapi kenapa harus bawa baju jelek si, Den? Emang mau nggarap proyek apa selama 3 bulan?" Bi Surti yang penasaran akhirnya bertanya. "Nggarap proyek cinta, Bi." Danu terkekeh sendiri. "Proyek Cinta? Apa ada?" Bi Surti bermain dengan pikirannya sendiri. Danu membawa serta gitar kesayangannya, tak lupa ia membawa perlengkapan yang ia butuhkan. Setelah semua baju dan perlengkapan terkemas rapi, Danu segera menggiring kopernya turun kelantai bawah, Bi Surti mengekor dibelakang Danu. "Bi, jangan bilang-bilang sama mama, ya ... kalo saya pergi selama tiga bulan," ucap Danu berpesan kepada ART-nya. "Beres, Den. Aman pokonya. Yang penting Ad

  • Di balik Mahar Sepiring Nasi Goreng Seafood    Misi Cinta A

    Danu menghentikan suapan makan siangnya lalu meraih gelas berisi air mineral. "Masa harus ganti hape segala, Pak?" Danu setengah protes. Pak Kasno menghela nafas lalu menjelaskan alasannya. "Begini, Den, di desa tempat tinggal pakde saya itu, rata-rata pemuda-pemudi nya dari kalangan menengah kebawah. Nah, kalo mereka lihat pemuda seperti Aden, wah bisa jadi Aden nggak bakalan jadi nanem padi, Aden jadi selebriti dadakan di kampung." Pak Kasno memberi penjelasan. "Kenapa bisa begitu, Pak?" Danu penasaran tentang keterangan Pak Kasno. "Mungkin yang pak Kasno maksud itu sebaiknya kamu menyamar menjadi umumnya seperti muda-mudi di kampung itu," Pak Herlambang ikut menjelaskan sambil mengupas jeruk untuk cuci mulut. Danu hening, berpikir sejenak. "Hem, jungkir balik beneran ini mah. Tapi mau gimana lagi, demi Zahra," batin Danu. "Okelah kalo begitu. Nanti kita sambil berangkat ke desa pakdenya Pak Kasno sambil beli ponsel baru saja, sekalian ganti nomor juga, biar aku tenang. Soal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status