Sinar mentari pagi menyingsing di balik celah gorden sebuah kamar yang sedikit gelap sehingga dapat mengetahui ada makhluk hidup didalamnya.
Shireen melenguh dan merentangkan tangannya, pada saat hendak duduk selimutnya pun melorot. Reflek tangannya mencengkram ujung selimut tersebut. Dia memejamkan mata karena lupa jika semalam dirinya telah melakukan hal yang begitu intim dengan sang suami.Matanya menelisik segala sudut ruangan dan berhenti di jam dinding yang menunjukkan pukul 05.30, Shireen membelalakan matanya kemudian dengan terburu-buru turun dari ranjang seraya mengeratkan pelukannya pada selimut yang membalut tubuh telanjangnya.Shireen menggeram kesal karena tidak dibangunkan oleh sang suami yang nyatanya dia sudah lebih dulu bangun. Shireen dengan terburu-buru membersihkan diri dan berlanjut melakukan ibadahnya karena sudah sangat terlambat.Setelah ritual pagi yang biasa dia lakukan, Shireen keluar untuk sarapa
Sudah tiga bulan lebih Shireen menjalani kehidupan sebagai seorang istri kedua dan juga menjalankan semua prosedur untuk cepat hamil.Dan sekarang Shireen tengah bingung juga takut. Di tangannya ia memegang benda kecil persegi panjang. Dia menunggu dengan cemas apa hasilnya.Testpack. Benda itu adalah testpack, Shireen menenggelamkan wajahnya di atas lututnya dan tangan kanannya mengatung di udara dengan benda itu di genggamannya.Shireen belum siap untuk melihat padahal sudah lebih dari satu jam dia seperti itu. Shireen menarik napas dalam sebelum kembali menyakitkan dirinya jika itu sangat perlu dia ketahui.Dengan tekat kuat Shireen menegakkan kepalanya lalu mengintip. Satu matanya terbuka sedikit demi sedikit melihat apa hasil dari testpack tersebut.Jantung Shireen terpacu sangat kencang melihat kenyataan. 'Garis dua' itulah kenyataannya. Shireen gemetaran tidak percaya jika itu berhasil. Refleks ia mengusap
Shireen menutup pelan pintu kamarnya dan mengatur napas. Rasanya seakan dia sedang dalam incaran warga karena mencuri dan berhasil lolos.Perempuan itu mengusap dada dan perutnya. "Hei, makhluk kecil! Kamu lapar jam segini mau buat aku gendut ya?" monolog Shireen pada perut ratanya kemudian dia tertawa.Lucu juga dia berbicara dengan makhluk kecil yang ada di dalam dirinya itu. Makhluk itu masih sebiji kacang mungkin karena usianya juga Shireen tidak tahu. Ia belum mengecek kebenaran dirinya hamil berapa bulan hanya mengandalkan alat tes kehamilan tadi pagi yang meyakinkan dirinya itu memang hamil.Gejalanya sudah dia rasakan beberapa hari belakangan, karena itulah Shireen mengetes kebenaran untuk sementara ini. Dan mungkin besok akan dia periksa ulang di rumah sakit untuk mengetahui seberapa besar janin yang ada di perutnya itu.
Bagi seseorang yang baru saja mengalami morning sickness tentu akan terasa sangat tidak nyaman, begitupun dengan Shireen. Perempuan itu mengeluh sakit di dalam tidurnya dan kepalanya begitu berat seakan ada batu besar yang menindih kepalanya. Mata Shireen perlahan terbuka dan cahaya langsung saja masuk ke dalam retina matanya memberikan efek silau. Tangannya terangkat menghalau cahaya tersebut dan berhasil membuat sekitar semakin jelas untuk dilihat. "Apa yang terjadi padaku?" gumamnya seraya memegang kepala yang pening. Shireen sadar jika dirinya ada di ruangan rumah sakit karena aroma dan suasana yang berbeda dari kamarnya. Dia mencoba menggerakkan tubuhnya untuk duduk tapi suara dari arah pintu menghentikan pergerakannya. "Kau istirahatlah dengan tenang. Jika kau membutuhkan sesuatu katakan saja." Itu Adam, tapi dia tidak sendirian melainkan bersama Mella di sampingnya. Mella masih
Sampai malam pun Shireen masih merenung memikirkan apa yang diucapkan oleh Mella tadi siang. Sebenarnya apa yang dipikirkannya sekarang adalah hal yang memang seharusnya terjadi, bahkan dia harusnya sadar akan hal itu. Tapi kenapa rasa sakit itu secara reflek datang menggerogoti relung hatinya?Tidak, tidak! Ini hanya pikirannya saja bukan? Dia tahu status dan posisinya sekarang. Lalu apa yang dia cemaskan? Bukannya Adam dan perempuan itu hanya ingin anaknya saja sebagai syarat bebasnya sang kakak? Kenapa saat hal itu semakin dekat dalam mewujudkannya malah rasanya begitu sakit?Salah, ini salah! Bukan perasaan seperti ini yang dia mau. Bukan sama sekali. Hah ... terlalu pusing untuk dipikirkan. Sekarang dia seorang pasien dan tidak boleh setres. Tapi, sepertinya dia tidak bisa lepas dari kata-kata itu sekarang."Aduh ... kok aku jadi galau gini sih?!" gerutu Shireen lirih."Tidurlah, apa yang sedang kam
Adam berjalan melewati lorong rumah sakit sembari menelpon asistennya. "Cepat katakan di mana ada penjual bubur kacang hijau dan bakso bakar?" tanya Adam tidak sabar.Di seberang telepon, Adnan melirik jam yang menunjukkan pukul 23.15, sudah tengah malam begini sang bos masih menanyakan hal yang tidak bisa dia jawab. Astaga, bosnya ini salah makan obat apa? Adnan terus menggerutu di dalam hati."Adnan!" seru Adam yang tidak kunjung mendapatkan jawaban."I-iya bos! Maaf bos. Saya nggak tau, jam segini paling mentok ketoprak sama bajigur bos." Adnan memberi tahu."Yang saya tanya bakso bakar dan bubur kacang hijau bukan apa yang kamu sebutkan itu!" Adam jadi kesal pada asistennya.Adnan mengatakan sambil menguap, "Ya bagaimana lagi bos, sekarang sudah malam.""Saya nggak mau tau! Sekarang kamu cari di mana keberadaan penjual itu, dalam lima belas menit harus ada!" tukas
Shireen bolak balik melihat jam yang ada di dinding, ini sudah lebih dari setengah jam dia menunggu tapi suaminya itu tidak kunjung datang dan membawakan pesanannya. Dia berkali-kali menelan ludah karena rasa inginnya memakan pesanan yang dia minta pada Adam.Shireen sekali lagi melihat pintu yang tidak kunjung terbuka lalu menatap perutnya yang keroncongan."Ya ampun lama sekali, makhluk kecil kenapa lapar pada saat jam seperti ini? Aku sudah mengantuk." Keluh Shireen berbicara sendiri pada perutnya yang rata."Jangan berbicara pada anakku seperti itu!" suara itu menyentak telinga Shireen di kesunyian malam."Kau sudah datang?" tanya Shireen berbinar."Memangnya aku ini hantu, jelas sudah datang. Pertanyaan bodoh apa itu?" gerutu Adam pelan.
Sudah lima hari akhirnya Shireen sudah diperbolehkan pulang, kenapa begitu lama? Ya jawabannya hanya satu yaitu Adam.Lelaki itu tidak memperbolehkan Shireen untuk pulang dengan alasan supaya bisa beristirahat dengan nyaman, dia tidak tahu jika tempat paling nyaman itu ada pada tempat tidur sendiri. Untuk pertama kalinya Shireen bisa bernapas lega dan bahagia saat menginjakkan kaki di rumah bak istana itu.Awal datang ke rumah itu rasanya begitu mencekik, tapi saat ini senyumnya bahkan tidak pernah luntur sepanjang jalan pulang. Apalagi saat melihat bibi pelayan yang menyambut dengan hangat, rasanya seperti di sambut seorang ibu saja."Aku kangen banget sama bibi!" seru Shireen senang.Bibi pelayan terkekeh geli. "Ya ampun, Non. Bibi juga kangen sama Non Shireen, ini berasa sudah bertahun-tahun rasanya."Shireen mendusal di ceruk leher bibi. Entah mengapa aroma tubuh bibi begit
Waktu menunjukkan pukul enam pagi dan Shireen sudah rapi, hatinya sangat bersemangat hari ini karena akan bertemu dengan kedua orangtuanya, lebih tepatnya makam kedua orangtuanya.Shireen memoles wajah dengan sentuhan make up tipis dan sedikit lipstik untuk menyamarkan warna pada bibir yang pucat karena sedari ia bangun, mual dan muntah sudah ia alami. Seperti biasa Shireen mengalami morning sickness.Walaupun sangat menyiksa tapi Shireen mengabaikan rasa sakit dan pusingnya. Dengan dandanan yang sudah rapi, Shireen memandang dirinya sendiri di depan cermin. "Sepertinya aku nambah gendut," gumamnya meneliti tubuh apalagi bagian payudaranya yang sudah membengkak."Eemm ... ini semua gara-gara kamu makhluk kecil, tapi tak apa sih. Mama bahagia ada kamu di sini, paling nggak kamu bisa jadi temen Mama saat Mama kesepian," gumam Shireen mengelus sayang perutnya."Oke! Mari kita ke makam oma sama opa,