"Bapak minta maaf!" lirih suara Permadi memohon kepada Nadia, satu-satunya putri yang masih dia miliki. "Semua sudah berlalu, Pak! Tidak perlu diingat lagi." Nadia menatap sendu ke arah Permadi, ayahnya kini yang sudah tak muda lagi, tubuhnya sudah terlihat semakin renta dan kerutan di wajahnya pun
Menjelang sore, Nadia pun pamit undur diri kepada Permadi dan Diandra. Sudah waktunya Nadia untuk pulang, dia harus sudah berada di rumah sebelum suaminya pulang dari kantor. Meskipun Gio tidak pernah melarang sang istri untuk melakukan kegiatan di luar rumah, tetapi Nadia berusaha untuk tetap tidak
Saat Nadia dan Gio sedang menikmati kebersamaannya berdua di rumah mereka, Bia dan Noorma sedang berbincang dengan seorang yang mereka percayai untu mengelola restaurant milik mereka. Kedatangan nenek dan cucunya itu untuk mengetahui laporan keuangan bulan lalu, dan mereka pantas bersyukur dengan li
Kini Rio telah kembali dari perjalanan bisnisnya di Semarang. Sebenarnya putra pertama Nadia dan Gio itu bisa menyelesaikan masalah yang sedang terjadi dengan proyek-proyek mereka yang di Jawa Tengah lebih cepat dari waktu yang tekah diperkirakan. Tetapi, Rio yang selama ini sudah bekerja keras, mem
Sebagai salah satu keluarga pemilik restaurant tentu saja Dio bisa mengetahui jadwal kerja Chef Tia. Biasanya Dio bisa menahan rasa untuk bisa menatap wajah cantik chef itu hingga akhir pekan saat dia libur bekerja. Tetapi semakin lama, Dio ingin setiap hari bisa melihat wajah cantik itu, meskipun h
Setelah memarkirkan mobil mereka secara berdampingan, kini Dio dan Chef Tia melangkah menuju kafe secara bersamaan. Obrolan ringan mengiringi langkah dua anak manusia yang berbeda gender tersebut, sesekali terdengar tawa di antara mereka. Layaknya pasangan yang sefrekuensi, Dio dan Chef Tia begitu c
Entah mendapat keberanian dari mana, hingga Dio nekat meraih jemari Chef Tia dan menggandengnya saat melangkah menuju ke tempat mobil mereka terparkir. Chef Tia pun hanya bisa pasrah bahkan terkesan terseret arus asmara yang telah menerjang, hingga dia pun semakin mempererat genggaman tangannya. Ke
"Hai Safwa!" sapa Dio kepada sahabatnya tersebut. Dengan punggung tangannya, Dio menyeka sisa-sisa ciumannya dengan Chef Tia. "Dia siapa?" lirih Safwana melontarkan pertanyaan, tenggorokannya terasa kering hingga terasa sulit untuk berucap. Dio meraih tangan Chef Tia dan menggenggamnya dengan erat