Share

Bab 9

"Rumahmu?" Tanya Adina.

"Aku pikir mungkin kalian mau berenang dan beristirahat." Jawab Derek datar.

"Benarkah?" Tanya Bobby kegirangan.

"Sekarang sudah larut." Kata Adina dengan nada peringatan.

"Besok libur, boleh, kan?" Rengek Bobby.

Karena Derek yang menyetir mobil, keputusan jelas bukan di tangan Adina, tapi dia sama sekali tidak menyukai ide untuk pergi ke rumah pria itu. Dia tidak mau Bobby menjadi terlalu akrab dengan orang terkenal yang tiba-tiba hadir dalam hidupnya dan sewaktu-waktu bisa pergi begitu saja begitu kegembiraan memiliki seorang anak sudah luntur.

Dan kalau rasa tanggung jawab Derek membuatnya merasa wajib untuk mengasuh Bobby, bagaimana rumah tuanya, yang genteng belakangnya sangat perlu di perbaiki, dapat menandingi rumah modern yang indah dengan kolam renang di halaman belakang dan akuarium di dinding ruang makan?

Akuarium itu hanya salah satu dari ratusan benda lain yang di sebut Bobby "Keren!" ketika dia berjalan dari satu ruangan ke ruangan lainnya. Anjing berbulu hitam pekat sedikit menggeram pada Adina tapi langsung tertarik pada Bobby dan berjalan di samping anak itu, menggoyang-goyangkan ekornya dan menjilati lutut teman barunya.

"Gila! Ruamh ini benar-benar gila!" Pekik Bobby saat melangkah keluar menuju teras untuk mengagumi kolom renangnya.

"Kau bisa pergi berenang." Kata Derek pada Bobby. "Tapi lepaskan dulu sepatunya."

Dengan cepat Bobby melapaskan celananya dan langsung terjun tanpa ragu-ragu. "Gaya renang yang bagus." Komentar Derek.

"Belajar di klub pemuda pada selama sebelas minggu." Kata Adina.

"Apakah dia selalu berhasil ada apa pun yang dia lakukan?" Tanya Derek.

Mereka mengawasi Bobby berenang bolak-balik sebelum akhirnya berhenti untuk istirahat. Luna terus membuntututinya berlari-lari di tepi, menyalak dengan girang. Saat Bobby muncul di permukaan untuk mengambil napas, anjing itu langsung menjilati wajahnya.

"Anjing ini menyukaiku." Bobby tertawa dan menghindar dari jilatan anjing itu.

"Dia belum melakukan apa pun hari ini. Bagaimana kalau kau mengajaknya jalan-jalan?" Tanya Derek. "Dua blok dari sini ada orang yang memiliki sebuah mobil Ferrari. Biasanya mobilnya di parkir di luar saat ini."

Bobby kaluar dari kolam renang dan mengambil handuk dan rantai najing yang ulurkan Derek padanya. " Ayo, Luna. Aku pergi dulu."

Si anak remaja dan teman barunya yang setia keluar lewat gerbang pribadi yang langsung menutup otomatis di belakang mereka.

"Aku rasa Luna mau saja pergi dengan Bobby kalau anak itu mengajaknya langsung." Kata Derek. "Dasar anjing tidka setia."

"Dari dulu Bobby selalu ingin punya anjing." Kata Adina.

"Kenapa dia tidak pernah punya peliharaan?" Tanya Derek dengan alis berkerut.

"Ibuku. Hewan peliharaan membuatnya gugup. Sejak ibu masuk panti, aku belum sempat mencarikan anjing untuk Bobby." Jawab Adina sambil mengangkat bahunya.

Derek mempertimbangkan hal itu sebentar, lalu menunjuk ke arah sebuah ruangan di seberang kolam renang. "Ruang ganti wanita ada di sebelah sana. Kau akan menemukan berbagai macam model baju renang di dalam lemari, tapi aku tidak yakin ada yang ukurannya cukup untukmu."

"Aku tidak butuh baju renang." Jawab Adina.

Derek melangkah mendekat, suaranya berat dan tersenyum lebar. "Itu lebih bagus lagi."

"Bukan itu maksudku." Kata Adina sambil memutar matanya.

"Kau juga pernah berenang telanjang sebelumnya, aku ingat itu." Kata Derek.

"Sepertinya kau salah karena yang ada dalam ingatan itu adalah waktu kau dan Linda yang berenang telanjang malam-malam di laut." Balas Adina.

"Oh, benar. Waktu itu kau tidak mau membuka bajumu. Kami berdua terus menerus mengajakmu, tapi kau tetap tidak mau." 

"Kau bisa di tangkap karena merusak moral anak di bawah umur." Kata Adina tajam.

"kau tidak memberiku kesempatan untuk merusak moralmu. Kau menangis dan berlari pulang. Kenapa?" 

Adina menggelengkan kepalanya tanpa berkata apa pun, dia terpesona dengan cahaya dari sinar bulan yang tepat berada di atas kepala Derek. Persis seperti apa yang dia lihat di pantai malam itu, ketika Deolinda menyebutnya pengecut dan mengancam akan mencekiknya kalau dia memberitahu orangtua kami tentang apa yang di lakukan kakaknya itu.

"Ayolah kuper. Ini tidak berbahaya. Kau tidak akan tersambar petir." Kata Derek berusaha membujuk Adina.

Saat itu Adina sangat ingin bergabung dengannya dalam air laut, tapi dia terlalu malu pada tubuhnya yang belum berkembang dan terlalu takut ketahuan.

"Kenapa kau tidak mau berenang bersamaku malam itu? Apakah kau takut padaku?"

"Tidak." Bantah Adina setengah berbisik.

"Kenapa kau menangis waktu itu, Adina? Apakah kau malu?"

"Aku menangis karena marah." Jawab Adina.

"Marah? Padaku?" tanya Derek bingung.

"Padamu dan juga Linda. Aku membencimu karena bisa menganggap semuanya begitu gampang sedangkan itu tidak bagiku. Tapi aku lebih marah pada diriku sendiri. kau tahu, sebenarnya aku sangat ingin bergabung dengan kalian, tapi aku tidak berani." Kata Adina jujur.

Mata Derek menyipit. "Sekarang kesempatanmu untuk mengganti kesempatan yang dulu hilang."

"Aku masih tidak berani." Kata Adina.

"Aku selalu berani." Kata Derek melepaskan sepatu dan membuka kaus kakinya. Dalam satu sentakan kaus birunya dia lepaskan lewat kepalanya. Kaus itu terjatuh di kaki Adina.

"Derek?"

"Hmm?" Gumam Derek saat dia membuka celana pendeknya.

Mata Adina yang lapar menjelajahi dada Derek. Bulu dadanya yang sudah sedikit lebih lebat di bandingkan ketika pria itu masih berumur dua puluhan. Bulu-bulu itu menutupi setiap ototnya yang keras, yang meyakinkan seorang pengusaha yang baru-baru ini meminta izin untuk memasarkan sebuah poster seorang Derek Emir.

Pengusaha itu ingin membuat gambar Derek yang memakai pakaian seragam pilot yang terbuka hingga ke pusar. Pasti akan laku keras. Tentu saja Maskapainya sangat marah. Mereka tidak memberi tanggapan resmi pada ide gila itu. Pers menayangkan berita itu selama beberapa hari sebelum akhirnya berita itu menghilang begitu saja.

Tapi sekarang Adina, dengan mulut kering, telapak tangan berkeringat dan lutut yang lemas, berpikir kalau ide pengusaha itu bagus juga.

Derek melepaskan celana pendeknya dan menendangnya ke samping, lalu mengaitkan ke dua ibu jarinya ke karet celana dalamnya. Otomatis Adina mengulurkan tangan untuk mencegah pria itu bertindak lebih jauh. 

"Aku tidak bisa membiarkan Boby melihatku berenang telanjang di kolam renangmu, Derek." Kata Adina. "Ini konyol dan sangat kekanak-kanakan. Hentikan."

"Kalau begitu berhenti menjadi perusak suasana dan pergi pakai baju renang."

Mata Derek menatap mata Adina dengan tatapan yang menantang. Adina mungkin bisa bertahan lebih lama kalau mata pria itu tidak mengangkat alisnya dengan penuh tanda tanya dan kembali mengaitkan ibu jarinya ke celana dalamnya. Derek menang.

Adina berbalik dan berjalan dengan kaku menuju pintu sebuah ruangan dan membantingnya hingga tertutup. Ada tiga baju renang dan sepuluh menit kemudian Adina muncul menggunakan sebuah baju renang berwarna hitam. bahannya cukup ketat untuk menutupi seluruh tubuhnya yang ramping.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status