Share

Chapter 6

Author: kakakjutex
last update Last Updated: 2025-10-07 11:21:49

Marcus memegang kaki kanannya yang terkilir. 

“Ah…” rintihannya pecah, wajahnya menegang menahan sakit.

Sial! Sakit sekali… batin lelaki itu mengumpat.

Madeline panik menghampirinya, tangisnya kembali pecah. Perasaannya bercampur aduk—takut kehilangan Derek sekaligus khawatir melihat Marcus meringis begitu. 

“Kak, kaki kamu berdarah!” suaranya bergetar. Dengan tangan gemetar, ia merobek kaos yang dipakainya, lalu membalut luka Marcus dengan hati-hati.

“Gapapa.” 

Marcus hanya terdiam, matanya menatap setiap gerakan Madeline. Tiba-tiba tangannya terulur, menyentuh lembut wajah gadis itu. “Jangan menangis lagi,” ucapnya pelan, namun mantap.

Madeline terhenti. Napasnya tercekat, matanya terkunci pada tatapan pria itu—hangat, intens, seakan mampu menelan seluruh keresahannya. Ia ingin berpaling, tapi tubuhnya membeku.

Sampai rintihan Marcus kembali terdengar. Sontak Madeline sadar, buru-buru menopang tubuhnya. “Kak… aku bantu berdiri ya.” Ia menuntun tangan Marcus melingkar di lehernya, lalu dengan sekuat tenaga memapah tubuh besar itu agar bisa kembali berjalan.

Marcus menarik napas panjang, langkahnya tertatih. Suaranya terdengar berat ketika akhirnya berkata, “Apa kamu selalu seperti ini?”

Madeline menoleh dengan kening berkerut. “Hah?”

“Kamu… selalu membantu orang lain?” mata Marcus menatapnya tajam. “Saat kamu menolongku tadi… apa kamu pernah melakukan hal yang sama pada 'pria' lain juga?” Ujung bibirnya terangkat samar, seperti menyimpan sesuatu yang lebih dalam.

Mendengar nada suara Marcus yang berubah, gadis tidak langsung menjawab. "Aku belum pernah menolong orang yang terluka, kamu yang pertama kak," Ia tak berbohong.

Senyum terbit di bibir Marcus saat mendengar penuturan gadisnya. Menghentikan langkah nya, Marcus berdiri menghadap Madeline. "Jangan menolong pria lain," tangan pria itu ia letakan dibahu Madeline. Mata cerah gadis itu menatap polos padanya. "Hanya aku yang boleh kau tolong" Tatapan mata Marcus terasa membakar.

Seperti terhipnotis, gadis itu mengangguk. Setuju dengan mudah, mengikuti perintah laki-laki di hadapan nya. Marcus tersenyum puas saat melihat Madeline patuh dengan mudah.

"Maddie, kamu tahu, kita tidak bisa menjadi kakak-adik lagi," jemari Marcus menekan bibir Madeline "Aku menyukaimu, bukan sebagai saudara perempuan." hembusan nafasnya menerpa wajahnya yang memerah.

"Kak.." Madeline ingin mengatakan sesuatu, tapi terhenti saat Marcus tiba-tiba mencium bibirnya. 

Ciuman itu terasa lembut, gadis itu terhanyut. Tangannya melingkar di leher Marcus. Semakin lama, semakin menuntut membuat lutut gadis itu goyah.

"Madeline..." melepaskan ciuman nya, Marcus kembali menatap mata Madeline dalam. "Katakan kau hanya milikku." suaranya tegas penuh tuntutan.

Madeline mengerjap. Gadis itu kembali memejamkan mata saat Marcus kembali mencium bibirnya. Kali ini tak ada kelembutan. Marcus mencium nya dengan penuh klaim.

"Mm..hh.mm…. Mar..cus," Madeline mendesah saat bibir pria itu menjelajah lehernya. 

"Ah…" ringisan gadis itu terdengar saat Marcus memberikan gigitan kecil di lehernya. Memberikan tanda merah kecil dikulit nya yang halus.

"Kamu gadis pertama yang membuatku seperti ini..." pria itu bergumam. Jemari panas nya menekan tubuh gadis itu. "Aku tidak akan melepaskan mu..." suaranya berbisik penuh hasrat. "Kamu kelinci kecil, milik ku".

Madeline tidak mengindahkan, tubuhnya bergelenyar penuh nafsu. Logikanya mati. Ia hanya ingin menikmati sentuhan panas dari Marcus.

"Mmhh.. Maddie.." pria itu menggeram, tubuh bawahnya menegang. "Bantu aku sayang...." Marcus menuntun jari Madeline kebagian miliknya yang mengeras.

Madeline terbelalak, wajahnya memerah "Kak..ak..ku..," ia tergagap, bingung dan hasrat nafsu bercampur menjadi satu.

Marcus bersandar dipohon belakang tubuhnya, "Berlutut.." suaranya penuh dominasi.

Menurut, gadis itu berlutut. Wajahnya tepat berhadapan dengan milik Marcus yang membusung tegak. Ia meneguk ludah.

"Buka celana ku," perintahnya singkat. 

"Keluarkan 'dia' Maddie," tangan Marcus mengelus kepala sang gadis yang sedang berlutut di bawah nya.

Madeline membuka celana Marcus. Milik pria itu membusung tegang, tepat didepan mata nya. 

"Gunakan tanganmu, Sayang." tangan Marcus menuntun pelan jemari gadis yang sedang gemetar itu. 

"Peganglah.. " membantu Madeline menaik-turunkan miliknya.

"Mmhh..aahhh... Madeline...," pria itu mengerang keras, puncak kenikmatannya tiba. Hanya menggunakan tangan, Madeline mampu memberikan kenikmatan luar biasa. "Gadis pintar..." Marcus memandang puas pada gadis yang masih berlutut di bawah nya.

Madeline tersenyum kecil, ia berdiri dari posisinya. Marcus memakai kembali celana nya, merapikan 'hal' yang sudah dilakukan sang gadis.

"Marcus..." Madeline memanggil pelan.

Pria itu menoleh memandangnya dengan tatapan dalam. "Apa kamu yakin dengan hubungan kita? Kalau ketahuan gimana?" Madeline bertanya dengan getir.

"Kenapa memikirkan hal yang belum tentu terjadi?"

"Aku takut... aku takut Papa sama Mama akan membenci kita? Aku gak mau mereka benci sama aku," gadis itu tersedu, menanggung beban moral yang harus ditanggung.

Marcus tersenyum tipis, tatapannya tajam namun menenangkan. Jemarinya mengusap pipi Madeline yang basah air mata.

“Madeline, dengarkan aku…” suaranya rendah, nyaris berbisik. “Papa dan Mama tidak akan pernah mengerti kita. Mereka hanya melihat dunia dengan aturan kaku. Tapi kita… kita berbeda. Apa kau ingin terus hidup hanya untuk menyenangkan mereka, sementara hatimu tersiksa?”

Ia mendekat, napasnya terasa hangat di wajah gadis itu.

“Cinta ini bukan dosa, Maddie. Yang dosa adalah berpura-pura… menolak perasaanmu sendiri hanya demi takut pada omongan orang. Kau tahu kan? Aku tak akan pernah meninggalkanmu. Hanya aku yang bisa melindungi dan mencintaimu seperti ini. Tidak ada yang lain.”

Marcus menekankan kata-katanya dengan menggenggam tengkuk Madeline, membuat gadis itu sulit berpaling.

“Jadi… jangan sebut ini salah lagi. Karena yang salah adalah jika kau menjauh dariku. Dan itu akan menyakitiku, lebih dari luka di kakiku.”

Ketegangan di antara mereka begitu pekat. Marcus mendekatkan wajahnya lagi, bibirnya hampir menyentuh milik Madeline—

Tiba-tiba, suara ranting patah terdengar di balik semak. Keduanya sontak menoleh, mata Madeline melebar panik. Siapa yang melihat mereka?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dibalik Ciuman Kaka Tiriku!    Chapter 26

    Kedua pria tampan yang pernah saling mencintai itu, kini memandang tajam satu sama lain. Sorot mata mereka jelas menyimpan amarah yang mereka pendam masing-masing. Mereka tidak mempedulikan keadaan sekitar mereka. Tidak juga peduli kepada pelayan yang segera berlari ketakutan setelah mengantarkan pesanan makanan milik Gavin. "Bukankah keterlaluan kalau kau juga menargetkan ibuku? " Marcus memandang Gavin dengan tatapan suram. Sementara Gavin hanya tersenyum miring mendengarnya, "Wanita itu adalah ibu Madeline, " suara Gavin terdengar dingin. "Perempuan yang merupakan selingkuhan kekasih ku sendiri. " "Gavin!!" Marcus membentak. Urat di pelipisnya terlihat menonjol, menunjukan seberapa kuat ia menahan emosinya agar tidak meledak. "Kau telah menyakiti hatiku, " tanpa mempedulikan amarah Marcus, Gavin tetap memandang pria di depannya datar. "Bukankah adil kalau aku juga mengacaukan hidup orang yang telah menjadi sumber dari rasa sakit hatiku? " Dengan raut wajah

  • Dibalik Ciuman Kaka Tiriku!    Chapter 25

    Gavin tersenyum miring, saat melihat pria di depannya menatapnya tajam. Dagunya bergerak menunjuk kursi yang tersedia. "Duduklah... " Marcus tetap tenang, ia duduk perlahan menatap datar seseorang dari masa lalunya ini. Tak ada getaran... Dulu saat mereka masih bersama, Marcus bisa merasakan kehangatan yang menyeruak di dadanya setiap kali mereka bertemu.. Sekarang pikiranya justru dipenuhi dengan senyuman manis milik Madeline. "Mengejutkan sekali, akhirnya kamu menelpon ku kembali setelah sekian lama.. " suara Gavin terdengar lembut, tapi siapapun yang mendengarnya dapat menangkap kegetiran yang ada. "Masa lalu adalah masa lalu... " Marcus tak ingin berkomentar banyak tentang hubungan mereka dulu. Baginya apa yang sudah berlalu adalah moment yang sudah terlewati. Tidak lebih. "Benar.. " Pandangan Gavin terlihat tenang saat menatapnya. "Aku sampai lupa, bahwa kita benar-benar sudah tak memiliki hubungan lagi.. " Itu adalah sindiran. Marcus menyadari bahwa mere

  • Dibalik Ciuman Kaka Tiriku!    Chapter 24

    Selama beberapa hari, Hugo dan Marcus telah berupaya menekan pendapat netizen yang terus menyerang Toko roti milik Sandra, dengan berbagai macam kecaman dan komentar negatif. Sedangkan, Sandra masih tidak berani melihat ponsel miliknya sejak berita itu meledak. Akhirnya, Madeline lah, yang mengambil alih untuk memberi pernyataan permintaan maaf, menggunakan sosial media bisnis milik Sandra guna mengurangi opini publik. Tapi entah bagaimana, berita ini terus meluas dan bahkan berberapa selebriti dan influencer kelas atas ikut membuka suara, mengomentari berita yang semakin viral. "@jxfoodies , laki-laki berusia 35 tahun, memiliki nama asli Galen Araka, belum menikah dan sudah menjalani profesinya sebagai food reviewer selama 2 tahun... " Rex Pranadipa, laki-laki berusia 28 tahun ini adalah asisten pribadi baru Marcus yang ia hire, guna mengurangi beban kerja yang semakin bertambah. Ia menyerahkan dokumen yang berisi data milik Galen yang sudah Marcus minta. Marcus memb

  • Dibalik Ciuman Kaka Tiriku!    Chapter 23

    Saat tiba dirumah, Madeline segera membuka pintu rumahnya, ia masuk disusul Gavin yang berjalan dibelakangnya. "Mah..., " Sandra yang tengah menonton televisi menoleh. Saat melihat putrinya yang memanggil, senyum tipis tersungging di bibirnya. Wajahnya masih pucat. Lingkaran hitam di bawah matanya membuat kondisi Sandra terlihat kian suram. "Tante..., " Gavin menganggukan kepalanya, menyapa dengan sopan. Senyum Sandra semakin melebar saat melihat seseorang yang ia tahu sebagai sahabat putranya juga datang. Kedua tangan Gavin membawa bunga yang telah ia pesan dan buah-buahan yang telah Madeline beli di supermarket saat mereka bertemu tadi. "Gavin.. masuk, nak," Sandra menyambut ramah. "Bunga yang cantik untuk wanita yang hebat." Gavin memberikan bunga di tangannya dengan gestur membungkuk. Sandra tertawa dibuatnya. "Cantik sekali.. " Sandra melihat bunga di tangannya. Sejenak, ia mengernyit saat melihat bunga berwarna merah tua dipadu dengan warna kuning yan

  • Dibalik Ciuman Kaka Tiriku!    Chapter 22

    Gavin memarkirkan mobilnya dengan mulus. Pria itu turun dan dengan cepat berputar membuka pintu samping mobilnya, tempat dimana Madeline duduk. "Ayo turun, " Gavin tersenyum ramah. Tertegun sebentar, Madeline mencoba mengulas senyum. Gadis itu turun, dan mereka berjalan beriringan memasuki toko florist yang dituju. Madeline mencoba menenangkan dirinya. Walaupun masih canggung, tapi Gavin tidak menunjukkan gerakan yang mengintimidasi seperti sebelumnya. Aroma mawar segar menyambut mereka saat pintu kaca terbuka. Rak-rak penuh bunga berdiri rapi, dengan warna-warna lembut yang menenangkan mata. "Selamat Datang di Velvet Rose, ada yang bisa saya bantu kak? " Seorang pramuniaga yang bertugas menyambut dengan antusias saat Gavin dan Madeline melangkah masuk. Gavin memandang deretan bunga yang berjajar rapi. Kepalanya menoleh melihat pramuniaga yang masih senantiasa berdiri, siap untuk melayani. "Aku ingin campuran rangkaian bunga Dahlia hitam dan Hyacinth kuning, tolo

  • Dibalik Ciuman Kaka Tiriku!    Chapter 21

    Madeline menimbang apel di tangannya. Matanya dengan jeli melihat buah itu dengan cermat. "Coba tekan apelnya dengan lembut. Jika terasa keras dan padat, itu kualitas apel yang bagus. " Suara berat di belakangnya, mengejutkan Madeline. Gadis itu membalikkan tubuhnya, melihat siapa yang berbicara. "Kak.. Gavin?"" suara Madeline terdengar ragu. Gavin melangkah mendekat, tangannya dengan lihai memilih beberapa apel di depannya dengan teliti. Tangannya sigap memasukannya dalam plastik yang tersedia dan menimbangnya. "Apel-apel ini sudah ku pilihkan, ambilah.. " tangan pria itu menyodorkannya ke Madeline. Madeline terdiam menatapnya sesaat, tapi tangannya tetap terulur mengambilnya. "Makasih kak.. " mencoba bersikap biasa, gadis itu tersenyum melihat Gavin yang memandangnya. Gavin tersenyum, raut wajahnya terlihat sangat tenang. "Kamu sangat menyukai buah? " mata pria itu melirik ke dalam troli Madeline yang berisi beberapa buah di dalamnya. Madeline tersenyum

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status