Home / Fantasi / Dibawah Lengan Serigala Putih / Titik Terendah Anneth Rhodes

Share

Titik Terendah Anneth Rhodes

Author: Sloane
last update Last Updated: 2025-08-02 18:55:28

Pria mana dibelahan tanah Hyacinth maupun Avram yang tidak menyukai wanita. Pada dasarnya, kelemahan utama pria bukanlah karena postur tubuh yang kurang mempuni, atau tingkat bela diri atau pedang yang tertinggal.

Melainkan, nafsu.

Anneth jelas yakin, jika pria menyeramkan itu, pasti sangat menggilai wanita. Seolah tertulis pada kening pria itu, jika tiga tahta tertinggi dikepalanya, salah satunya adalah wanita.

"Nyonya!" Sergah Lyra, membuat pelayan lain yang tidak memahami bahasa yang mereka gunakan, pun terkejut dengan raut ketakutan. "Bagaimana bisa anda menyerahkan suami anda pada wanita lain?"

Suami.

Kata itu terus terulang seperti sebuah lonceng yang tertanam di kepala Anneth. Dia benci pada sebutan itu, meski pada akhirnya dia memang akan menikahi pria itu. Namun, pernikahannya tidak megah, tidak sakral dan tidak dia saksikan dalam keadaan sadar. Ini terlalu gila.

Meski Lyra cukup baik dan bersahabat, namun rasa waspada Anneth jelas sangat kuat. Kehadirannya menuju tanah dalam dari hutan Avram yang bahkan belum pernah dia jelajahi itu, adalah kesalahan besar. Dan dari kerasnya bagaimana Lyra menolak namun tak berani berucap, membuat Anneth khawatir. Dia tidak memiliki siapapun dari kerajaan utara yang bisa memihaknya, dan baru sekarang menyadarinya.

"Aku tetap tidak siap untuk malam ini." Tegasnya dengan mantap.

Pintu kain terbuka, sosok pemilik tubuh kekar berkeringat yang mengkilap terkena cahaya lilin itu, mendekat. Kehadirannya seperti awan hitam yang membuat suasana menggelap, memenuhi rumah tenda yang mendadak terasa penuh.

Pelayan mulai keluar dengan menunduk, membawa peralatan mereka masing-masing. Sedang Anneth, mencengkram lengan Lyra sebelum wanita itu melarikan diri. "Katakan padanya, aku tidak mau melayaninya malam ini!" Ancam Anneth.

"Zer nahi du?"

*Apa yang dia mau?

Suara itu, dengan raut wajahnya yang menyeramkan, membuat Anneth membeku dengan ketakutan. Matanya dengan liar menelisik pada tubuh terbuka nan besarnya, ingatannya kembali pada dada hangat yang memeluknya di atas kuda. Jika dipikirkan kembali, Anneth merasa iba pada kuda yang harus menopang berat badan pria itu, beserta dirinya.

"Anneth printzesak, ez du zurekin lo egin nahi gaur gauean."

*Putri Anneth, tidak ingin tidur dengan anda malam ini.

Anneth segera beringsut mundur saat pria itu menatapnya semakin tajam, remasannya pada lengan Lyra semakin erat, namun raut wajah datarnya tak juga berubah. Dirinya diciptakan untuk tidak pernah menurunkan pandangan atau menunjukkan ekspresi lain yang menurunkan wibawanya sebagai Ratu. Maka, meski tertekan, Anneth dapat dengan mudah menguasai ekspresinya.

Pria itu kembali bersuara dengan geraman keras, membuat Lyra segera melepaskan diri dan menjauhkan darinya. Rasa terancam segera menyelimuti perasaan Anneth, dia kian mundur dengan kain penutup tubuh seadanya. Meski dia menolak menghabiskan malam dengan pria itu, namun keadaan di mana Anneth sangat terbuka karena belum menyelesaikan kegiatan bebersih diri, jelas sebuah jalan tercepat yang dapat membuatnya kalah.

"Jangan mendekat!" Peringat Anneth, seraya bangkit dan mencoba untuk mengindar.

Namun, lengan kuat itu menahan pinggangnya, meraup tubuhnya layaknya domba kecil yang menggiurkan untuk dilahap. Aroma minuman keras yang tajam, menguar dari mulut pria itu, menghilangkan aroma khas tubuh yang sempat Anneth hafal karena terbiasa menciumnya untuk waktu yang lumayan lama.

Badannya dibawa melayang, dihempaskan pada ranjang berbalut bulu beruang yang sangat lembut. Bulu itu terasa menggelitik kulitnya yang terbuka, halus dan hangat, namun Anneth bahkan tidak sempat memujinya, karena sosok pria itu kembali merunduk dan dengan paksa membalik tubuhnya untuk tengkurap.

"Soldadu asko utzi ditut eta zure betebeharra betetzeari uko egiten diozu?"

*Aku sudah menyerahkan banyak prajurit dan kau menolak untuk memenuhi tugasmu?

"Tidak! Jangan!" Pekik Anneth tak terima.

Namun, tubuhnya dibawah kungkungan lengan kencang nan liat itu, seperti tak dapat diselamatkan. Meski dia memberontak, mencoba melepaskan diri dan melakukan segala cara sekalipun. Kehormatannya telah direnggut paksa, menimbulkan raungan kesakitan dan kekecewaan.

Gumaman asing terdengar bersahut-sahut dari pria tersebut, yang jelas tidak Anneth ketahui. Sementara Anneth terus merintih, mencekal tangan pria itu dan dengan sengaja menancapkan kuku-kukunya yang pendek, semua sia-sia belaka. Dirinya ditempa dengan keras, terasa perih tanpa adanya bantuan alamiah yang mempermudah.

Malam itu, di dalam tenda yang hangat, ditengah hingar bingar pesta yang sedang berlangsung, teriakan Anneth teredam oleh bulu beruang yang menenggelamkan wajahnya. Dirinya diperlakukan layaknya binatang, yang bahkan tak memberi bekas kebahagiaan dan kelembutan, saat pencapaian itu tiba, sosok itu melepaskan diri, tanpa sedikitpun memedulikan perasaan Anneth.

Hanya tersisa keheningan, dengan Anneth yang mengepalkan tangannya bersamaan dengan lelehan air mata yang membanjiri wajahnya. Dia merasa, hari inilah titik terendah dalam hidupnya sebagai Anneth Rhodes.

Sementara seruan bangga terdengar riuh saat sosok pria itu keluar dari tenda. Dari ekor mata yang kabur akibat air mata, Anneth dapat melihat kilatan cahaya obor yang berkilau. Anneth mulai memutar otak, merancang rencana agar kesakitan ini tidak berkelangsungan, dan pelarian adalah pilihannya.

***

"Nyonya, anda sudah bangun?"

Suara bisikan itu membuat Anneth menggeliat, rasa sakit di tubuh membuatnya meringis dan mencengkram bulu beruang dengan erat. Hawa dingin membelai punggungnya yang terbuka, bersamaan dengan suara langkah kaki yang mendekat.

Lyra berlutut di tepi ranjang, memeriksa keadaan Anneth yang tak juga bergerak, saat mendapati air mata Anneth kembali meluruh, wanita itu dengan panik mengusapnya. "Nyonya, apa ketua berlaku terlalu keras, semalam?"

Rasanya, Anneth sangat ingin menumpahkan semua amarahnya. Memaki pria tak berhati itu dengan ungkapan rendah dan pedas, namun bayangan jika kepalanya akan dikirim pulang tanpa badan, jika berani mengusik perasaan pria menyeramkan itu, membuat Anneth hanya sanggup menggigit bibir bawahnya hingga menimbulkan sensai besi yang menyapa indra penyecapnya.

"Nyonya, bibir Nyonya berdarah!" Dengan panik Lyra mencoba memeriksa bibir Anneth yang melelehkan cairan merah, makin panik karena Anneth lah yang dengan sengaja melakukannya.

Namun, Lyra seakan tak bisa banyak berkomentar. Dia memilih memundurkan diri, dan kembali duduk dengan kepala tertunduk. Hanya suara lirihan tangis Anneth yang mengisi rumah kain yang hangat dan terang itu.

Meski badannya dibantu untuk bangkit, disentuh oleh tangan pelayan yang membersihkannya, atau dipakaikan kain penutup tubuh yang sangat jauh dari seleranya, Anneth tetap diam. Dia menjelam layaknya mayat hidup yang tak bisa menunjukkan ekspresi wajah. Saat semua pelayan sudah keluar, barulah Lyra bersimpuh dihadapan Anneth yang mengawang udara.

"Nyonya, ketua memang terkenal kasar." Lirih Lyra, seolah paham pada kegundahan hati Anneth. "Tapi, bisakah Nyonya sedikit maklum?"

Tatapan Anneth yang awalnya kosong, pun segera terarah pada Lyra yang berwajah lugu. Sangat tidak cocok jika kalimat menyakitkan itu terucap dari mulut wanita yang Anneth anggap sebagai satu-satunya teman yang bisa dia ajak bicara di tempat ini.

"Ketua belum pernah memiliki pengalaman dengan wanita manapun, Nyonya. Sedangkan dia, adalah pria paling garang dan kuat di tanah Avram. Saya rasa, dia tidak bisa menahan diri, karena Nyonya teramat cantik."

"Fuck off!" Lirih Anneth dengan penekanan.

Lyra yang tak memahami kata yang Anneth ucapkan, memilih menundukkan padangan, namun segera mendongak dengan senyuman cerah saat mendapat sebuah ide yang diharapkan bisa memperbaiki perasaan dari Anneth yang buruk.

"Nyonya, bagaimana kalau kita berkeliling desa? Aku dengar, kebiasaan wanita bangsawan di tanah Hyacinth adalah dengan berburu dan berkumpul dengan sesama bangsawan? Karena di Amogha tidak ada bangsawan, maka pilihan lain adalah berburu atau berkeliling desa untuk memperbaiki perasaan Nyonya. Tapi Nyonya ..." Lyra menjeda kalimatnya untuk memeriksa keadaan Anneth. "Apa dengan keadaan Nyonya sekarang, kita bisa pergi berburu? Nyonya bahkan tidak bisa menunggang kuda."

Anneth menghela nafas panjang, benar kata Lyra. Selain tidak bisa menunggang kuda, Anneth juga tidak pernah ikut berburu karena dilarang keras oleh Betty, dengan alasan keselamatan. Memikirkan betapa menyebalkannya Betty yang terus melarangnya, Anneth mendadak rindu pada wanita yang dulu selalu ada di sampingnya.

Bangkit berdiri dengan ringisan, Lyra dengan sigap membimbing Anneth dan menyodrokan lengannya untuk dijadikan cengkraman. "Baiklah, ayo kita mencari udara segar."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Binatang Buas Yang Kehilangan Taring

    Suara kayu yang terbakar, serta aroma harum dari daging yang hampir hangus membuat Anneth tersadar dari pingsannya. Rasanya dingin, meski sisi kanan tubuhnya sedikit lebih hangat karena kobaran api yang dekat dengannya. Anneth segera membuka mata, memandangi kain yang menjadi atap tempatnya berbaring, lalu beralih menatap langit yang sudah semakin gelap, malam akan segera tiba. Setelah dirasa cukup menyesuaikan diri, Anneth bangkit mendudukkan diri dengan ringisan, seraya memegangi tengkuknya yang terasa sakit dan tegang. Di sebrang kobaran api, Felix duduk santai seraya membakar daging kelinci yang sudah benar-benar matang. Pria itu melirik sekilas pada Anneth, lalu menarik salah satu paha dan melapahnya dengan rakus. Anneth ingat, jika dia sempat dipukul oleh Felix sebelum dia tidak sadarkan diri, yang artinya saat ini Anneth sedang di culik. Namun, lengan dan kakinya bahkan tidak diikat sama sekali, seolah Felix tidak khawatir jika Anneth akan melarikan diri. "Apa dia juga meme

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Kegentingan di Amogha

    "Teh sudah siap! Saya juga membawakan kue kering untuk menjadi teman teh, Ratu." Lyra memasuki kamar Anneth dengan semringah.Tadi saat berada di dapur, dia sempat mengobrol dengan para pelayan Anneth yang berasal dari kerajaan Adena. Setelah dibuat kecewa karena Anneth tak kunjung mengirim surat untuk ketua, akhirnya Lyra menghibur diri dengan bergosip dan mendengarkan cerita cinta para bangsawan di kerajaan utara. Mereka sangat manis, terlabih kisah perkenalan yang begitu intens dan romantis, Lyra sangat ingin turut merasakan romansa seperti itu. Tidak seperti di Amogha, para pria dan wanita lajang akan menunjukkan ketertarikannya dengan saling mencumbu. Jika cocok, maka akan diteruskan untuk hubungan yang lebih jauh."Ratu?" Lyra mengernyitkan keningnya saat tidak mendapati sosok Anneth di kursi minum teh yang biasanya wanita itu duduki.Meletakkan nampan berisi teh di atas meja, Lyra mendekat ke ruang baca yang berisi sofa baring milik Anneth. "Ratu, anda di sana?" Lirih Lyra, na

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Bukan Negosiasi

    Satu hari setelah kepergian Julius."Semua perintah anda sudah dilaksanakan, Ratu." Maris yang baru saja meminta izin untuk memasuki perpustakaan di mana Anneth menghabiskan waktunya setiap hari, pun mengutarakan maksud kedatangannya.Perintah yang Maris maksud adalah tentang misi Anneth untuk mempercantik istana Amogha. Selama enam hari semenjak kepergian Julius, Anneth sudah bergerak gesit dengan memerintahkan beberapa hal. Bagian yang paling utama adalah mempersiapkan aula perjamuan dan pesta, karena tempat itu adalah lambang dan wajah dari sebuah istana.Setelah banyak berpikir dan merenung, mendengar beberapa masukan dari Betty, Lyra, dan Maris, akhirnya Anneth memilih untuk tetap mengusung gaya Amogha, tentu saja dengan sedikit sentuhan dan mode yang jelas sudah banyak berkembang."Lampu hias di aula sudah dipasang dengan baik, jendela-jendela sudah diganti dengan kerangka yang lebih kuat, sehingga akan siap menyambut musim dingin yang panjang. Lalu, Yorgo sudah datang dengan pa

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Surat

    "Nyonya, apa anda akan mengirim surat untuk Ketua?" Lyra kembali bertanya dengan senyuman lebar setelah beberepa menit lalu kembali fokus membaca. Dia sangat berseri-seri dan banyak menanyakan hal-hal yang sepertinya sudah disimpan terlalu lama di kepalanya karena tidak memiliki waktu untuk berdekatan dengan Anneth. Maka saat Anneth meminta Lyra kembali menjadi pelayannya untuk membantu Betty yang belum terlalu memahami tentang Amogha, Lyra menggunakan kesempatan itu untuk menanyakan banyak hal. "Biasanya para bangswan akan mengirim surat pada kekasihnya jika sedang berjauhan, bukan?" Tambah Lyra dengan semangat. Usia Lyra hanya setahun dibawah Anneth, namun karena kesenjangan yang cukup jauh, membuat keduanya terasa seperti memiliki usia yang jauh berbeda. Anneth selalu dituntut untuk bersikap anggun dan berwibawa layaknya bangswan yang akan menerima gelar Ratu. Sedang Lyra, dia tubuh di kerajaan yang tidak terlalu mementingkan kesopanan dan norma, membuatnya menjadi wanita yan

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Jarak Mendekatkan Hati

    Sementara Anneth dilanda perasaan rindu yang tidak ia sadari dan bahkan ditepis dengan alasan 'tidak masuk akal merindukan Julius', pria yang dirindukannya baru saja memasuki tanah Adena yang terasa sangat dingin. Sesuai perkataan Anneth, Adena memiliki suhu udara yang jauh lebih dingin di bandingkan Amogha, saat musim dingin tiba.Julius tersenyum miring saat mengingat wajah konyol Anneth saat membawa bantal dan selimut menuju kamarnya dengan alasan, terbiasa menggunakan dua bantal dan selimut. Lucunya, wanita itu bahkan melupakan barang bawaannya dan berbaring kaku di sampingnya, menandakan jika dia tidak membutuhkan selimutnya."Ada yang lucu, ketua?" Arion dengan kudanya, mendekat dan mensejajarkan kuda Julius yang berhenti.Mendengar teguran itu, Julius berdehem dan menatap Arion dengan tajam. Senyumannya segera hilang, dan dia mencari kain penutup untuk menutupi wajahnya. Dia bahkan lupa mengenakan penutup wajah yang selalu dia kenakan kemanapun, hanya karena sibuk mengenggam da

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Sosok Yang Hinggap Di Ingatan

    Istana tanpa Julius, harusnya menjadi rumah yang sangat Anneth dambakan. Rasa bencinya belum hilang, meski belakangan pria itu sudah banyak menunjukan sikap normal yang seharusnya tidak dimiliki oleh pria dingin nan kejam itu.Kali ini Anneth tidak hanya berprasangka buruk saja, karena dia sudah membaca buku sejarah di perpustakaan, yang menuliskan setiap kekejaman Julius yang tanpa ampun. Pada saat pertama kali turun ke medan perang dan diberi senjata, Julius masih berusia 10 tahun, namun tanpa rasa bersalah maupun iba, dia berhasil menembus jantung kepala suku lain dan meraih kemenangan saat suku mereka hampir digugurkan.Cerita tentang peperangan pertama yang Julius lalui, ditulis dalam empat halaman buku, yang isinya menggambarkan bagaimana sosok itu sangat kuat dan memiliki jiwa pemimpin. Lalu disusul dengan sejarah-sejarah lain yang Anneth baca hingga habis. Satu kata yang bisa menggambarkan sosok Julius, kejam.Tetapi, saat selesai membaca buku dan menatap jendela yang menampil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status