Share

Wanita Yang Terbuang

Penulis: Sloane
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-03 22:32:54

Menurut penjelasan Lyra, ini adalah hari ke 4 Anneth menginjakkan kaki di kerjaan Amogha, suku terbesar di tanah Avram. Namun, dua hari Anneth habiskan dengan tidak sadarkan diri, dan dua hari setelahnya, karena dia yang dikurung di dalam kamar dan dipaksa melayani binatang buas tak berhati itu. Hari ini, adalah hari pertamanya keluar dari tenda, menyaksikan langsung bagaimana kehidupan liar yang tidak lama lagi akan menjadi kegiatan sehari-harinya.

Sepanjang matanya menatap, hanya ada rumah tenda berbahan kain yang berjajar ribuan, memenuhi setiap sudut hutan yang luas. Semua penghuni tumpah ruah dalam satu lokasi yang sama, dan berbagi makanan layaknya pasukan pelarian yang tidak memiliki banyak persediaan.

Hal itu kembali menyadarkan Anneth, jika istana megah, tidak akan mungkin dimiliki oleh kerajaan Amogha. Bahkan Amogha tak layak disebut sebagai kerajaan, karena sama sekali tak ada istana yang menjadi pusat wilayah kekuasaan.

Menyaksikan banyak orang yang berbaur menjadi satu, serta mendapat tatapan asing seolah tak mendapat sambutan, membuat Anneth melangkah mengikuti tarikan dari Lyra dengan pasrah Hingga, langkah mereka terhenti di tepi danau luas, dengan banyaknya sampan yang mengapung dengan anak-anak yang bermain air dengan bahagianya.

"Lihatlah Nyonya. Itu adalah istana kerajaan Amogha yang sedang diperbaiki." Lyra mengulurkan tangannya, menunjuk kearah sisi lain dari ujung danau yang terlihat jauh.

Mendengar kata istana, membuat Anneth menatap Lyra dengan terkejut. Bagaimana tidak, belum lama dia baru menghentikan aksi mencibirnya, namun segera dijawab telak oleh Lyra yang kini memamerkan istana dengan menara-menara tinggi yang menjulang.

"Istana?"

"Ya!" Angguk Lyra dengan semangat. "Ketua segaja mengosongkan kerajaan Amogha untuk mempercepat pembangunan. Agar Amogha bisa lebih cepat menyambut Ratu yang baru." Pipi Lyra bersemu, seolah dialah Ratu yang akan segera mengisi tahta.

Melihat itu, Anneth memicing dengan curiga. Namun, belum sempat mengutarakan rasa curiganya, Lyra terlebih dahulu bersuara.

"Ratu Anneth dari tanah Hyacinth."

"Tunggu!" Potong Anneth, mencegah Lyra yang hendak kembali bersemu. "Ratu, aku? Memang, apa pangkat pria itu? Dia hanya ketua saja kan?"

Lyra terkikik lirih, menarik lengan Anneth untuk duduk di rumput yang mengelilingi danau. "Ketua adalah Raja dari kerajaan Amogha, Nyonya. Dia adalah Raja tertinggi dari 6 kerajaan lain di tanah Avram. Orang luar mungkin tidak banyak tahu, namun tanah Avram memiliki 6 kerajaan besar yang saling berhubungan baik. Itulah mengapa Ketua memiliki banyak prajurit, dan dengan mudah mengirimnya ke Adena."

Kalimat panjang yang Lyra jelaskan, terasa menghantam Anneth yang sejak awal terus merendahkan pria kejam itu. Dia bahkan tidak pernah beranggapan jika pria berwajah menyeramkan itu adalah seorang penguasa tanah Avram. Karena sejak awal, tanah Avram adalah tanah buangan yang sama sekali tidak dipedulikan keberadaannya oleh kerajaan Hyacinth. Kisah dari tanah terbuang itu, bahkan tak banyak ditulis dalam buku sejarah, dan benar-benar berhenti setelah kemunculan white wolf yang kian membuat warga ketakutan.

Tapi, di balik gunung suci Avram yang sering Anneth kunjungi, terdapat kehidupan besar nan megah. Bahkan terdapat danau yang indah dengan tanaman langka yang sangat jarang ditemui di tanah Hyacinth. Secara ringkasnya, Avram adalah harta karun yang tersembunyi. Dan pemimpin dari tanah itu adalah suaminya?

"Lalu, kenapa dia dipanggil ketua?"

Lyra kembali tersenyum, seolah selalu bahagia setiap kali menceritakan kisah dari pria kejam itu. "Itu karena ketua yang memintanya. Dia tidak mau dipanggil Raja, sebelum benar-benar membawa seorang Ratu untuk naik tahta. Dan dari ribuan wanita cantik di tanah Avram, ketua memilih Nyonya untuk dijadikan ratu. Ah, ini sangat romantis."

Berbeda dengan Anneth yang nampak tak bereaksi dan terkesan acuh, Lyra tersenyum senang dan bersemangat.

Pandangan Anneth mengedar, menyaksikan anak-anak kecil yang tertawa riang tanpa baban, menimbulkan senyum tipis yang tidak bisa Anneth hindari. Lalu, tatapannya bermuara pada sampan yang mendekat, membawa tubuh besar seorang pria yang memiliki mata tajam dan mengintimidasi.

Anneth segera bangkit, menjinjing kain panjang yang membalut kakinya, dan melangkah dengan lebar. Dia tak ingin melihat wajah pria itu, atau bahkan beradu pandang dengannya.

"Nyonya, ada apa? Kenapa anda-"

"Aku tidak mau melihat wajah pria itu!" Tegas Anneth, dengan langkah yang kian lebar.

Lyra membutuhkan sedikit tenaga ekstra untuk mengejar Anneth yang melangkah dengan berapi-api. Kakinya yang pendek, menguras energinya hingga membuatnya harus berlari dan terenggah begitu menyamai langkah dengan Anneth.

"Tapi Nyonya, kenapa anda terus mamanggil ketua dengan sebutan, pria itu? Atau karena anda tidak tahu siapa nama ketua?"

Ya! Meskipun tahu, Anneth juga tak ingin menghafal dan menyebutnya. Sejak semalam, Anneth memantapkan diri jika dia sangat membenci pria yang sudah melecehkannya dengan kejam dan tak berperasaan!

"Julius! Nama ketua adalah Julius Valerio. Tidak apa jika kami tidak pernah menyebut nama itu, tapi Nyonya harus menyebutnya. Karena dia adalah suami anda, Nyonya."

***

Anneth terus menatap gerombolan manusia yang sibuk berpesta di sebuah tanah lapang yang hanya disinari oleh cahaya api unggun yang hangat. Dia sesekali melirik kearah pria bertubuh besar yang sedari tadi terus menyeringai menanggapi beberapa pria yang mengajaknya bercakap. Namun keduanya beberapa kali bertemu pandang, sebelum Anneth mengalihkan arah matanya dengan ketus.

Perasaannya mulai tak nyaman saat malam kian larut, dia duduk dengan canggung seolah siap melarikan diri jika suasana sudah mendukung. Bagaimana tidak, satu hal yang paling Anneth takuti, adalah jika dia harus kembali ke tenda dan bergumul dengan pria berhati dingin itu. Bukan bergumul, lebih tepatnya dipaksa melayani meski hati dan tubuhnya terus menolak.

Pusat tubuhnya bahkan masih terasa ngilu setiap kali dia mengambil langkah, hatinya bahkan masih terasa perih setiap kali mengingat bagaimana sentuhan kasar dari binatang buas itu. Namun, untuk melarikan diri pun, dia tidak sanggup. Ada ribuan nyawa di tanah Adena yang bergantung pada kedermawanan sang suami, meski hingga kini Anneth sama sekali tidak bisa menganggap pria itu adalah suaminya.

"Kau menikmati pestanya?"

Suara itu terdengar menusuk, dibumbui dengan nada menyindir dan tatapan sinis, Anneth menoleh pada pria penerjemah yang sangat dia benci, Arion. Meski Arion sempat meminta maaf dan berlaku sopan karena kesalahannya yang membuat Anneth harus terpaksa menunggang kuda seorang diri, namun sepertinya keramahan pria itu hanya sesaat saja. Kini, tatapan sinis dan menusuk itu kembali, sama persis dengan saat pertama kali mereka bertemu di perbatasan antara Adena dan Avram.

Arion duduk di salah satu dahan kayu besar di samping Anneth, tangan kanannya memegang paha kalkun bakar yang berukuran besar, menyantapnya seolah mengejek Anneth yang sama sekali tidak mau menyentuh makanan sedari acara dimulai. Jelas Arion mengetahuinya, karena beberapa kali dia sengaja memerhatikan Anneth yang memilih tidak menonjolkan diri di keramaian.

Dengan dengusan geli, Arion meraih gelas berisi minuman keras yang dibawa oleh seseorang yang lewat, menenggaknya dengan tanpa aturan, hingga menimbulkan kernyitan risih dari Anneth. "Kalau kau belum bisa membiasakan diri di sini, kenapa tidak kembali ka tanahmu?" Tantang Arion.

Sejujurnya, sedari awal Anneth bertemu dengan gerombolan manusia hutan Avram, dia sudah menyadari jika dirinya tidak pernah disambut dengan hangat oleh suku itu. Sejak lama, penguasa tanah Avram dan Hyacinth memang tidak pernah berbaur dan akur, maka kehadiran Anneth seperti sebuah tumbal sekaligus kotoran yang tidak bisa diterima dengan lengan terbuka oleh rakyat Amogha. Begitupun dengan Arion yang sama sekali tidak bisa menutupi sikap bencinya pada Anneth.

"Kembalilah, dan kami siap menarik mundur pasukan kami. Akan lebih baik jika kami mempersiapkan musim dingin, daripada berperang dengan rakyat Adena yang tidak penting."

Terus dipancing amarahnya, akhirnya Anneth tak kuasa menahan diri lagi. Dia bangkit dengan kesal, menghampas kain yang menyelimuti tubuhnya dari dinginnya angin malam, menatap Arion dengan nyalang, hingga beberapa pasang mata tertuju pada dirinya yang mendadak bangkit.

Pandangan Anneth beralih pada Julius, yang kini ikut memperhatikannya, Anneth menatap sekeliling, tidak ada satupun orangnya di daerah ini. Maka, mengamuk karena kesal atas sindiran dari Arion, hanyalah racun yang bisa membawanya melangkah lebih dekat pada kematian. Akhirnya Anneth memilih untuk bungkam, pergi bersama dengan amarah yang terkumpul di dadanya.

Kehidupannya memang sudah selalu pahit, dia tidak pernah merasakan bagaimana indahnya sambutan dan kasih sayang. Entah di kerajaan utara, ataupun kerajaan barat yang hampir menjadi rumah masa depannya. Namun, di tempat terpencil yang bahkan tak pernah Anneth anggap keberadaannya, dia kembali ditolak dengan keras, semakin membawanya pada kenyataan pahit, jika dirinya adalah sosok yang terbuang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Surat

    "Nyonya, apa anda akan mengirim surat untuk Ketua?" Lyra kembali bertanya dengan senyuman lebar setelah beberepa menit lalu kembali fokus membaca. Dia sangat berseri-seri dan banyak menanyakan hal-hal yang sepertinya sudah disimpan terlalu lama di kepalanya karena tidak memiliki waktu untuk berdekatan dengan Anneth. Maka saat Anneth meminta Lyra kembali menjadi pelayannya untuk membantu Betty yang belum terlalu memahami tentang Amogha, Lyra menggunakan kesempatan itu untuk menanyakan banyak hal. "Biasanya para bangswan akan mengirim surat pada kekasihnya jika sedang berjauhan, bukan?" Tambah Lyra dengan semangat. Usia Lyra hanya setahun dibawah Anneth, namun karena kesenjangan yang cukup jauh, membuat keduanya terasa seperti memiliki usia yang jauh berbeda. Anneth selalu dituntut untuk bersikap anggun dan berwibawa layaknya bangswan yang akan menerima gelar Ratu. Sedang Lyra, dia tubuh di kerajaan yang tidak terlalu mementingkan kesopanan dan norma, membuatnya menjadi wanita yan

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Jarak Mendekatkan Hati

    Sementara Anneth dilanda perasaan rindu yang tidak ia sadari dan bahkan ditepis dengan alasan 'tidak masuk akal merindukan Julius', pria yang dirindukannya baru saja memasuki tanah Adena yang terasa sangat dingin. Sesuai perkataan Anneth, Adena memiliki suhu udara yang jauh lebih dingin di bandingkan Amogha, saat musim dingin tiba.Julius tersenyum miring saat mengingat wajah konyol Anneth saat membawa bantal dan selimut menuju kamarnya dengan alasan, terbiasa menggunakan dua bantal dan selimut. Lucunya, wanita itu bahkan melupakan barang bawaannya dan berbaring kaku di sampingnya, menandakan jika dia tidak membutuhkan selimutnya."Ada yang lucu, ketua?" Arion dengan kudanya, mendekat dan mensejajarkan kuda Julius yang berhenti.Mendengar teguran itu, Julius berdehem dan menatap Arion dengan tajam. Senyumannya segera hilang, dan dia mencari kain penutup untuk menutupi wajahnya. Dia bahkan lupa mengenakan penutup wajah yang selalu dia kenakan kemanapun, hanya karena sibuk mengenggam da

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Sosok Yang Hinggap Di Ingatan

    Istana tanpa Julius, harusnya menjadi rumah yang sangat Anneth dambakan. Rasa bencinya belum hilang, meski belakangan pria itu sudah banyak menunjukan sikap normal yang seharusnya tidak dimiliki oleh pria dingin nan kejam itu.Kali ini Anneth tidak hanya berprasangka buruk saja, karena dia sudah membaca buku sejarah di perpustakaan, yang menuliskan setiap kekejaman Julius yang tanpa ampun. Pada saat pertama kali turun ke medan perang dan diberi senjata, Julius masih berusia 10 tahun, namun tanpa rasa bersalah maupun iba, dia berhasil menembus jantung kepala suku lain dan meraih kemenangan saat suku mereka hampir digugurkan.Cerita tentang peperangan pertama yang Julius lalui, ditulis dalam empat halaman buku, yang isinya menggambarkan bagaimana sosok itu sangat kuat dan memiliki jiwa pemimpin. Lalu disusul dengan sejarah-sejarah lain yang Anneth baca hingga habis. Satu kata yang bisa menggambarkan sosok Julius, kejam.Tetapi, saat selesai membaca buku dan menatap jendela yang menampil

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Kembalilah Dengan Selamat

    Sementara Anneth dan Julius saling tenggelam dalam suasana yang mendadak tegang, Sach melamun menatap kobaran api di perapian. Percikan api membuatnya berkedip, dia segera menoleh saat mendengar ketukan lirih di pintu kamarnya."Masuklah."Pelayan pribadinya masuk dengan badan menggigil kedinginan, dia segera merapat menuju perapian untuk menghangatkan diri. "Yang Mulia, maaf menganggu di jam malam seperti ini. Tapi ada hal mendesak."Sach memang belum resmi diangkat sebagai Raja baru Adena, namun para pelayan dan perajurit istana sudah memperlakukannya dengan sangat hormat, layaknya pemimpin Adena yang sah."Katakan.""Ada surat dari kerajaan timur." Pelayan itu mengelurkan sebuah surat yang digulung dengan lilin dan cap kerajaan timur.Sach segera meraih surat itu dan membacanya. Raut wajahnya berubah, sorot matanya terlihat marah. Dia segera melempar surat itu ke dalam kobaran api dan menatapnya hingga melebur."Siapa yang mengantar surat ini?""Pria yang sama, saat surat pertama d

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Mengenal Lebih Jauh

    Anneth mengetuk pintu tinggi itu dengan kening yang mengernyit dalam. Ternyata pintu itu terbuat dari kayu yang sangat tebal, sehingga suara yang ditimbulkan dari ketukan ringannya hanya terdengar lirih saja. Ketukan kedua, Anneth sedikit memberikan tenaga, sehingga ia yang awalnya gugup, berubah menjadi kesal dan bergulat batin dengan pintu besar itu. Jika saja pintu itu beryawa, Anneth akan menusuknya dengan pedang dari patung baju besi yang terpajang di sudut lorong.Pintu terbuka saat Anneth hendak memukulnya lagi, dia bahkan meringis gemas saat sosok Julius berdiri dihadapannya. Mata Anneth membola, dia kembali mendatarkan ekspresinya dan masuk ke dalam kamar Julius dengan perasaan malu. Julius melihat wajahnya yang geram dan gemas pada pintu, dan itu sedikit memalukan.Pandangan Anneth mengedar ke penjuru ruangan. Kamar Julius cukup normal bagi mata seorang putri kerajaan seperti Anneth. Tidak ada kepala rusa yang terpaku di dinding, atu kulit harimau yang dijadikan karpet. Bahk

  • Dibawah Lengan Serigala Putih   Merangkai Rencana

    Entah siapa yang memulai terlebih dahulu, namun tangan Anneth dan Julius kembali bergandengan begitu keduanya keluar dari perpustakaan. Terasa sensasi canggung yang mencekik saat tidak ada suara apapun yang terdengar, melainkan hanya langkah kaki yang bergema saat keduanya melewati lorong. Lantai dua benar-benar sunyi, berbeda dengan lantai dasar yang masih riuh karena para perajurit yang sibuk berpesta. Mencoba mengusir kecanggungan, Anneth mengedarkan pandangan dalam cahaya remang. Dia mendapati beberapa lukisan yang tergantung di dinding. "Apakah itu lukisan Raja dan Ratu terdahulu?"Julius menoleh kearah Anneth sejenak, seolah memastikan jika sang istri lah yang mengajaknya berbicara. Lalu ia menatap dinding dan mengangguk. "Kami meyebutnya sebagai pemimpin. Tapi, Ya. Dia pemimpin pertama di tanah avram.""Kami menyebutnya sebagai Raja, jika mereka hanya memimpin satu negara saja. Dan kaisar jika memimpin beberapa negara. Apa kalian tidak pernah menggunakan istilah itu?"Julius m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status