Lapangan berlatih kerajaan barat yang biasanya kering dan memiliki rumput yang subur, kini menjadi dipenuhi dengan lumpur dan membekas jejak ribuan tapak sepatu yang menghilangkan warna hijau nan segar. Di bawah sana, ratusan pasukan mulai berlatih dengan saling berpasangan, memantapkan kekuatan dan mental untuk menyambut perang besar yang akan segera dihadapai.
Rintik hujan bukan menjadi penghalang, udara dingin yang sebentar lagi akan menurunkan bulir salju, sama sekali tidak menyurutkan para perajurit yang mencintai kerajaan dengan segenap jiwa raga. Mati dalam peperangan, jelas lebih membanggakan dibanding kelaparan ataupun mengiggil di gubuk dengan perut kosong.
Kerajaan Barat dengan keras menempa perajuritnya, bahkan anak-anak kecil sekalipun memiliki cita-cita menjadi bagian dari pasukan utama. Terasa jelas kekompakan dan dedikasi warga yang besar kepada kerajaan. Karena sebab itulah, kerajaan Barat terkenal dengan kekuatan militer yang jelas ditakuti oleh tiga kerajaan lain di tanah Hyacinth.
Riuhnya perajurit yang berlatih mengucurkan keringat, berbanding terbalik dengan situasi pada menara setinggi lima meter yang menjulang di dekat lapangan. Disana dipenuhi dengan jamuan yang menggugah selera, serta wanita-wanita yang dengan lembut menyapukan kipas bulu angsa kepada dua pasang manusia yang saling bertatap.
"Jadi, kapan penyatuan kerajaan akan dilakukan?"
Seorang pria bertubuh gempal dengan cerutu besar di jemarinya, tersenyum penuh minat, menatap pria lain yang penampilannya berbanding jauh dengannya. Bedros Pierre, adalah pemimpin dari kerajaan selatan yang termasyur sebagai kerajaan dengan pandai besi yang selalu menciptakan pedang berkualitas tinggi. Namun, dia sama sekali tidak terlihat seperti seorang Raja yang berwibawa, terlebih dengan beberapa codet di sekitar wajahnya.
Bebanding terbalik dengan Raja Damon, dia memiliki tubuh seorang petarung, yang sejak lama selalu bersaing ketat dengan Ted sebagai panglima perang. Damon memang selalu kalah dari Ted, baik dalam persaingan kekuatan maupun hati. Namun, setelah kerajaan Hyacinth terpecah, dirinya jauh lebih unggul dibanding pemabuk berperut buncit itu. Kali ini, adalah pertarungan kesekian kali, yang pasti bisa dia menangkan dengan membanggakan.
"Itu tergantung darimu, Raja Bedros. Kau belum memasok persenjataan lengkap untuk kerajaan barat. Jadi dapat aku sebut, jika persenjataan dan perajurit darimu sudah tiba, maka pernikahan antara pengeran Valter dan putri Finley akan semakin dekat."
Bedros tersenyum lebar, kerajaan barat jelas memiliki kekuatan yang besar, dan dapat dikatakan sebagai penguasa tertinggi dari empat kerajaan yang menghuni tanah Hyacinth yang luas. Menyatukan kekuasaan dengan kerajaan barat, tentu menjadi impian dari tanah lain yang awalnya selalu putus semangat karena kerajaan barat yang hanya memusatkan perhatiannya pada kerajaan utara yang dingin.
Namun, Bedros bukanlah Raja yang bodoh, dia jelas tahu betul bagaimana liciknya Damon dalam memimpin peperangan, hingga dapat membesarkan kerajaan barat menjadi negara adidaya.
"Aku akan mengirim separuh persenjataan dan perajurit, lalu biarkan putriku menikah dengan pangeran Valter."
Raja Damon yang kejam, pun menyeringai. Dia memang memiliki cukup perajurit, bahkan akan dengan mudah bisa mengalahkan kerajaan Utara yang sedang terpuruk. Namun mereka tidak memiliki persenjataan yang memadai, karenanya penyatuan pernikahan dengan kerajaan Selatan, jelas tidak bisa dianggap remeh.
"Baiklah, kirimkan segera. Baru kita bisa melanjutkan pembicaraan tentang pernikahan penerus kita."
Dengan senyuman terkembang, Bedros menurunkan pandangan kearah lapangan ramai. Matanya dapat dengan mudah menemukan si rambut hitam Valter yang terlihat menonjol dibanding petarung kotor dan menyeramkan itu. Pangeran Valter jelas menuruni rupa dari Raja Damon yang rupawan, keduanya sama-sama memiliki mata setajam elang, kekuatan seukuran rusa, namun berakal pintar seperti gagak.
Pemilik mata hitam legam dengan rahang setajam pedang itu menoleh, setelah mendengar instruksi dari pelayan, pria itu beranjak dan naik menuju balkon pertemuan antara kerajaan barat dan selatan.
"Pangeran Valter." Sapa Bedros dengan sopan.
Saat tersenyum, giginya menghitam selayaknya kehidupannya yang kotor berteman baja dan bara api. Valter mengepalkan tangannya, merasa terhina dengan keputusan sang Ayah yang seolah merendahkannya. Sebelumnya dia akan menikahi putri Anneth, dewi pirang kerajaan barat yang terkenal dengan paras rupawan. Namun, kini dia malah mendapatkan ganti dan harus menikah dengan putri kerajaan pandai besi?
Urat-urat diwajah Valter seolah bertarung dan ingin menunjukkan ekspresi kesal, namun tatapan sang Ayah yang mengintimidasi, jelas menekannya untuk tidak bertindak gegabah. Kerajaan Selatan jelas memiliki besi dan tembaga dengan kualitas terbaik, dan mereka membutuhkan itu untuk melangsungkan peperangan.
"Raja, Bedros." Balas Valter dengan senyuman ramah.
Dia adalah seorang iguana, yang bisa berubah wujud dengan mudah. Meski hatinya dipenuhi dengan kebencian dan perasaan jijik, namun senyuman ramah dan menawan khas keluarga Lanthe, jelas terpencar dari wajah rupawannya.
Valter segera mendudukkan diri setelah Bedros pamit undur dari ruang pertemuan terbuka itu, menatap Raja Damon dengan penuh kekesalan. "Apa ini, Ratu rupawanku akan digantikan dengan wanita serupa baja?"
"Valter, jaga ucapanmu!" Damon menyesap bir di gelasnya dengan decakan kesal. "Kau bahkan tidak secinta itu dengan putri Anneth kan? Lalu apa yang kau permasalahkan?"
Bangkit dari duduknya, Valter menyeringai dengan sinis. "Setidaknya, wajahnya sedap untuk di pandang, Ayah." Dan wajah dinginnya itu akan sempurna jika menangis dibawah tekananku.
Walau bagaimanapun, ucapan Damon memang benar adanya. Dia bahkan tidak mencintai Anneth, atau berharap cinta dari gadis lugu minim senyuman itu. Namun, Anneth adalah makhluk menyenangkan yang sayang untuk dilewatkan, dengan keteguhan hatinya yang tidak pernah goyah meski terus disakiti, Valter sangat ingin jika gadis itulah yang akan menangis untuknya.
"Jika perang ini berhasil, kau boleh membawanya untuk dijadikan budak."
Raut wajah kecewa Valter sirna, berganti dengan mata berbinar dan seringaian tertarik. Dia yang hendak meninggalkan balkon, pun berbalik untuk memastikan ucapan sang Ayah bukanlah sekadar gurauan saja. Melihat wajah serius Raja Damon, Valter menyunggingkan senyuman puas.
"Maka, pastikan perang ini berhasil. Karena aku butuh mainanku kembali, Ayah."
***
Wewangian bunga mulai tercium begitu sebuah ember berisi air yang mengepulkan asap tersaji di hadapan Anneth. Bayangannya adalah berendam dengan air hangat hingga membenamkan wajahnya, setelah sempat bergelung dengan tanah dan bekas air yang menjadi satu. Seharusnya air hangat bisa sedikit mereda nyeri dan melemaskan otonya yang tegang akibat jatuh dari kuda dengan cukup menghebohkan. Namun bukannya berendam, tubuh Anneth hanya disapu dengan kain yang sempat direndam pada air hangat beraroma mawar.
Kehidupan seperti ini, bukanlah gaya hidup Anneth yang sudah dididik untuk menjadi Ratu. Alih-alih Ratu kerajaan Barat, dia malah menikah dengan orang hutan yang bahkan belum menyandang gelar sebagai Raja? Semua orang yang ada di sini menyebutnya ketua, yang artinya pria menyeramkan itu bukanlah orang sepenting itu. Anneth, merasa di tipu.
Tujuannya melangkah sejauh ini adalah untuk mendapatkan pijakan tinggi yang bisa saja melampaui kerajaan Adena atau bahkan kerajaan Barat yang adidaya. Namun, hanya aroma sampah busuk berisi kebohongan yang terendus di penciumannya.
"Aku tidak bisa!" Sentaknya, pada dua orang yang sibuk membasuh lengannya dengan hati-hati.
Luka memar keungguan terlihat kontras dengan kulit beningnya, membuat pelayan seolah tak berani menekan terlalu kencang pada kulit indah yang terluka itu.
"Aku tidak bisa Lyra. Aku bahkan tidak hadir saat upacara pernikahan, bagaimana bisa aku melayaninya malam ini?!"
Lyra yang turut serta mempercantik rambut pirang Anneth, menyisir dengan jemari dan menyemprotkan wewangian yang sia-sia belaka, pun menghentikan kegiatannya. "Maaf Nyonya. Lalu apa mau Nyonya?"
"Aku tidak akan melayaninya malam ini! Atau apapun sampai aku siap." Gugup Anneth.
Dia bahkan merasa masih sangat muda dan lugu, sedang pria menyeramkan itu terlihat jauh lebih dewasa darinya. Meski rencana awalnya adalah menikahi Raja tua yang akan segera tutup usia, namun saat mendapati jika suaminya adalah pria bugar, Anneth frustasi. Putus asa mencari jalan keluar lain untuk bisa menguasi.
Memaksa otaknya untuk berfikir keras mencari jalan lain sebelum dirinya resmi menjadi tumbal dan tunduk pada kekuasaan pria itu, akhirnya kedua matanya berbinar. "Di sini pasti ada rumah pelacuran, bukan?"
Ragu-ragu, Lyra mengangguk, yang menimbulkan senyum di wajah Anneth. "Maka panggil mereka, pilihkan beberapa yang terbaik untuk menemani Ketua malam ini."
Pria mana dibelahan tanah Hyacinth maupun Avram yang tidak menyukai wanita. Pada dasarnya, kelemahan utama pria bukanlah karena postur tubuh yang kurang mempuni, atau tingkat bela diri atau pedang yang tertinggal. Melainkan, nafsu. Anneth jelas yakin, jika pria menyeramkan itu, pasti sangat menggilai wanita. Seolah tertulis pada kening pria itu, jika tiga tahta tertinggi dikepalanya, salah satunya adalah wanita. "Nyonya!" Sergah Lyra, membuat pelayan lain yang tidak memahami bahasa yang mereka gunakan, pun terkejut dengan raut ketakutan. "Bagaimana bisa anda menyerahkan suami anda pada wanita lain?" Suami. Kata itu terus terulang seperti sebuah lonceng yang tertanam di kepala Anneth. Dia benci pada sebutan itu, meski pada akhirnya dia memang akan menikahi pria itu. Namun, pernikahannya tidak megah, tidak sakral dan tidak dia saksikan dalam keadaan sadar. Ini terlalu gila. Meski Lyra cukup baik dan bersahabat, namun rasa waspada Anneth jelas sangat kuat. Kehadirannya menuju tan
Lapangan berlatih kerajaan barat yang biasanya kering dan memiliki rumput yang subur, kini menjadi dipenuhi dengan lumpur dan membekas jejak ribuan tapak sepatu yang menghilangkan warna hijau nan segar. Di bawah sana, ratusan pasukan mulai berlatih dengan saling berpasangan, memantapkan kekuatan dan mental untuk menyambut perang besar yang akan segera dihadapai.Rintik hujan bukan menjadi penghalang, udara dingin yang sebentar lagi akan menurunkan bulir salju, sama sekali tidak menyurutkan para perajurit yang mencintai kerajaan dengan segenap jiwa raga. Mati dalam peperangan, jelas lebih membanggakan dibanding kelaparan ataupun mengiggil di gubuk dengan perut kosong.Kerajaan Barat dengan keras menempa perajuritnya, bahkan anak-anak kecil sekalipun memiliki cita-cita menjadi bagian dari pasukan utama. Terasa jelas kekompakan dan dedikasi warga yang besar kepada kerajaan. Karena sebab itulah, kerajaan Barat terkenal dengan kekuatan militer yang jelas ditakuti oleh tiga kerajaan lain di
Matanya mengerjap saat merasakan kekeringan di tenggorokannya. Begitu membuka mata, rasa sakit di perut dan sekujur tubuhnya membuat Anneth meringis kesakitan. Pandangannya mengedar, menatap sekelilinginya, atap dan dinding, serta alas yang dia tiduri, semua berasal dari kain yang tebal, yang dapat diartikan jika kini dia sedang berada di dalam sebuah tenda.Anneth bangkit untuk duduk dengan ringisan, dia hanya mengenakan kain yang membalut dada dan bagian bawah pinggang, dengan perut terbuka yang ditempeli oleh ramuan dari daun-daunan. Aromanya terasa alami, namun menyengat hingga membuatnya mengernyit getir.Anneth kembali memandangi sekeliling, ruangan ini sangat sederhana dan kosong, sebuah ruangan kecil yang hanya dibuat untuk dijadikan sebagai tempat tidur. Dia mulai mengingat-ingat kejadian yang dia alami, di mana dia mengendari kuda dan jatuh terguling ke dalam semak-semak yang berakhir membentur batu, lalu dia dibawa pergi dengan tidak manusiawi.Anneth mengepalkan kedua tang
Kedua pahanya terasa kaku dan kebas, sementara kuda yang ditunggangi, seperti kesetanan yang tidak hentinya berlari. Kehangatan dada dari pria yang sekeras baja dibelakangnya, serta teriakan yang sesekali diucap untuk memacu kuda, masih terus membuat Anneth tersentak.Dia sudah tidak tahan lagi!Langit sudah gelap, suara binatang malam mulai terdengar, namun tidak ada tanda-tanda jika rombongan kuda akan berhenti untuk beristirahat. Anneth yang kelelahan dan merasakan kebas di bagian pinggang hingga tubuh bawahnya, menggeliat tak nyaman. Namun dia segera berjengit saat mendengar geraman dari balik punggungnya.Suara itu terdengar dekat, dengan kehangatan yang merambati tengkuk dan telinganya. Anneth meremas rambut kuda dengan berdebar, dia takut jika sosok pria menyeramkan itu akan kesal dan berakhir melempar badannya hingga diinjak oleh kuda. Namun, rasa tidak nyaman karena kelelahan, terus membuat Anneth bergerak mencari posisi ternyaman."Akh!" Anneth berteriak kancang saat dua ka
"Putri, Anneth. Ada sebuah surat untuk anda."Seorang pelayan masuk ke dalam kamar Anneth dengan nampan emas berisi surat yang di cap khusus dengan tanda kerajaan barat. Anneth yang sibuk mengawasi persiapan keberangkatannya menuju perbatasan dari balik jendela kamarnya, mengulurkan tangan untuk meraih surat itu.Pelayan memilih undur diri, lalu Anneth mulai membuka surat yang berasal dari Valter, dengan sebuah tanda tangan di sudut kiri dari kertas beraroma mawar.Dari isi suratnya, Valter meminta untuk bertemu di perbatasan kerajaan utara dan barat, dia terus mengulang kata cinta yang kini mulai membuat Anneth menyeringai. Selama menjalin pertunangan sejak 4 tahun lalu, Valter bahkan tidak pernah mengucapkan kata menjijikkan itu, bahkan Anneth pun tidak pernah mengharapkan itu terucap. Hubungannya dan Valter hanyalah sebuah ikatan politik yang mewajibkan Anneth untuk terus tersenyum dan menatap pria menyebalkan dan manja itu dengan pandangan penuh cinta. Selebihnya, Anneth bahkan l
"Kamu tidak akan kembali ke istana barat dalam waktu dekat."Meja makan panjang dengan 12 kursi itu, dipenuhi dengan olahan masakan, mulai dari daging asap yang sudah mulai diracik untuk menyambut musim dingin, atau daging domba panggang yang merupakan makanan kesukaan Raja Ted.Namun, Raja Ted dengan perut buncitnya, mengabaikan sarapan di hadapannya dan berulang kali membanjiri tenggorokan dengan alkohol yang berasal dari fermentasi serealia. Ucapannya masih sama, meski Anneth terus mengulang pertanyaan kapan dirinya akan kembali ke kerajaan barat. Anneth tidak akan kembali, dan tak ada alasan jelas dibalik perintah itu."Pertunangan kalian batal! Dan cepat makan makananmu." Eleneor yang duduk di samping Anneth, ikut bersuara dengan dagu menunjuk piring milik Anneth dengan punggung tegapnya.Wanita itu sedang memamerkan kesempurnaan etikanya begitu duduk di kursi meja makan. Dari lirikan tajamnya, serta gaya menyayat daging yang perlahan, jelas wanita itu sedang menyindir Anneth yan