Share

26. Debaran yang Sama

Author: Blue Rose
last update Last Updated: 2025-11-24 07:34:12
Pukul 10 malam, Aron kembali ke hotel. Ia benar-benar kelelahan, tapi ia merasa lega. Tinggal satu meeting penting besok pagi, setelah itu ia bisa pulang ke Jakarta.

Kalau diingat-ingat, ia seperti anak kecil yang taksabar diajak piknik orang tuanya. Selalu kepikiran tiap saat dan membayangkan waktu piknik yang menyenangkan itu.

Ia duduk di tepi ranjang, membuka HP. Ekspresinya langsung bersemangat. Ada pesan dari Lusi.

Lusi ||| "Pak, semoga kerjaannya lancar ya. Jangan lupa makan. Jangan kerja terlalu keras, Bapak pasti capek."

Aron menatap layar itu lama sekali sampai dadanya terasa sesak. Kenapa perhatian sekecil ini bisa membuatnya merasa seperti ABG yang ditembak oleh gebetannya?

Kemudiam, ia mengetik balasan.

Aron ||| "Aku baik. Kamu udah makan?"

Balasannya muncul tiga menit kemudian.

Lusi |||| "Udah Pak. Bapak jangan pulang buru-buru, kerjanya diselesain dulu."

Aron tersenyum samar.

Lusi selalu begitu, menyuruhnya untuk istirahat dan fokus. Wajar sih, Lusi
Blue Rose

Have a nice day🌶😍 Aku tau hari senin itu menyebalkan, semoga bab ini bisa sedikit menaikkan mood kalian🥳

| 6
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Blue Rose
hihi... asiap kak Febri......
goodnovel comment avatar
Febri Dias
Agak digercepin donk posting lanjutannya. bikin penisirin ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dibeli Mantan Ayah Mertua yang Hot   66. Resepsi yang Ditunggu

    “Mempelai perempuan yang kita nantikan, mari kita sambut. Lusiana Trisahayu, silakan, Nyonya.” Suara MC menggema lembut di seluruh area ballroom mansion yang malam itu disulap menjadi aula resepsi megah namun tetap terasa intim. Lampu-lampu kristal menggantung rapi di langit-langit tinggi, memantulkan cahaya kelp-kelip yang hangat. Musik pengiring mengalun pelan, seperti halnya karakteristik Aron yang tenang. Namun semua itu cukup untuk membuat jantung berdebar dengan cara yang menyenangkan. Semua mata tertuju ke satu titik di mana Lusi berdiri. Ia berdiri gugup di balik pintu besar yang perlahan terbuka. Ia menarik napas, antara dengan perasaan yang bercampur aduk. Ada haru, bahagia, gugup, dan sedikit tidak percaya bahwa ia benar-benar berdiri di titik ini. Gaun muslimah yang dikenakannya jatuh anggun membingkai tubuhnya. Potongannya sederhana, tidak terlalu ramai, namun justru di situlah keindahannya. Kainnya berwarna putih gading, lembut dan mengalir mengikuti setiap langkahn

  • Dibeli Mantan Ayah Mertua yang Hot   65. Bercerita

    “Dia tipe kayak Eva,” jelas Aron. “Profesional, tau batasan, dan untuk perasaan pribadi. Mereka gak pernah bawa itu ke ranah kerja atau keluarga.” Lusi menarik napas panjang. Dadanya terasa penuh oleh perasaan yang sulit dijelaskan. Feelingnya selalu mengarah pada Gabriella soal teror itu. Ternyata itu hanya perasaannya saja. Ia jadi merasa bersalah, memiliki pemikiran sepicik otu pada orang yang bersih. Melihat ekspresi Lusi yang sedih, Aron pun menyadarinya. "Kenapa kok mukanya gitu? Kamu ada masalah sama Gabriella?" “Gak... cuman, aku jadi ngerasa…” Lusi berhenti, mencari kata yang tepat. “Aku bukan apa-apa kalo di bandingkan cewek dilingkaranmu ya.” Aron langsung menoleh. “Bukan apa-apa?” “Iya,” Lusi tertawa hambar. “Saingan-sainganku orang-orang hebat semua. Eva, Gabriella dan cewek yang suka kamu. Mereka mandiri, pintar, dan dari keluarga terpandang.” Aron menggeser tubuhnya, menghadap penuh ke arah Lusi. “Terus?” “Terus ya...” Lusi mengangkat bahu. “Aku nger

  • Dibeli Mantan Ayah Mertua yang Hot   64. Dikejar Wartawan

    Lusi baru saja mengganti sepatunya ketika Aron muncul dari ruang kerja dengan kemeja gelap dan jam tangan terpasang rapi. Ia terlihat jauh lebih segar dibanding dua hari lalu, meski garis lelah dan bekas sakit jelas belum benar-benar hilang dari wajahnya. “Kita keluar sebentar,” kata Aron santai, seolah yang ia ajak bicara bukan perempuan yang masih trauma dengan pesan ancaman. Lusi menoleh cepat. “Keluar ke mana? Serius?" “Ngopi, makan, jalan-jalan. Apa ajalah,” jawab Aron ringan. “Aku pengin lihat reaksi mereka.” Lusi langsung mengerti maksudnya, reaksi siapa yang dimaksud. “Aron…” Lusi mendekat, suaranya otomatis mengecil. “Bukannya ini bahaya?” Aron tersenyum kecil. “Justru karena berbahaya, aku mau lihat reaksi mereka. Orang yang main teror biasanya gak tahan kalo targetnya keliatan tenang.” “Kamu mau mancing dia,” gumam Lusi. “Iya bisa dibilang begitu,” Aron mengangguk. “Dan sebagian lagi… aku mau nunjukin ke dia kalo aku gak ngelindungin kamu dengan ngurung kam

  • Dibeli Mantan Ayah Mertua yang Hot   63. Lebih Dekat

    Lusi dan Aron pun saling pandang. Aron mencoba membaca wajah istrinya dan kemudian menatap apa yang istrinya buka. "Aku… takut," gumam Lusi. “Takut kenapa?” tanya Aron. Ia belum melihat apa yang membuat Lusi takut, hanya chat teror biasa baginya. “Takutnya setelah kamu lihat ini… kamu jadi makin nekat.” Aron tersenyum kecil. “Sayang. Aku udah ditembak, kurang nekat apa lagi ini?” Lusi terkekeh miris dengan situasi ini. "Tapi jangan ulangi. Jangan selametin aku dengan mengorbankan dirimu sendiri." "Oke... sini mana, aku mau liat!" Ia menggeser ponsel ke arah Aron. Jemarinya menekan satu chat yang sudah lama ia arsipkan. Chat tanpa nama dan nomor asing. Lusi menarik napas panjang, “Ini,” katanya pelan. Aron mencondongkan tubuh, menahan rasa perih di pinggangnya yang masih terasa nyut-nyutan. Matanya menyapu layar ponsel itu dan senyum tipis di wajahnya langsung lenyap. Chat pertama muncul. No Name 1 ||| "Kamu gak akan lama jadi istri bahagia." Chat kedua.

  • Dibeli Mantan Ayah Mertua yang Hot   62. Yang Lebih Berbahaya

    Cup. Lusi refleks terdiam. Aron mengecupnya singkat bibir istrinya, dan sama sekali tidak memberi waktu untuk otaknya mencerna apa yang baru saja terjadi. Jantungnya seolah berhenti berdetak beberapa detik sebelum akhirnya berdetak jauh lebih cepat dari sebelumnya. “Hah—”Ini bukan ciuman pertama mereka, tapi rasanya begitu mengejutkan ketika mereka berdua bahkan tidak berencana melakukannya. Aron terkekeh kecil. Senyum tipis terbit di wajahnya yang pucat, kontras dengan bekas luka dan selang infus yang masih terpasang. Ia terlihat lelah, tapi matanya hidup. Hidup oleh kehadiran istrinya, meski habis berada di ambang kematian.Setidaknya itu yang dipikirkan orang. Karena faktanya ini bukan pertama kalinya bagi Aron untuk menerima tembakan seperti itu. “Ekspresi kamu lucu,” katanya santai. Lusi yang baru sadar rahangnya masih sedikit terbuka. Pipinya juga terasa panas seketika. “Apa-apaan kamu?” protesnya akhirnya, suaranya sedikit lebih tinggi dari biasanya. “Hehe,

  • Dibeli Mantan Ayah Mertua yang Hot   61. Teror

    “Maaf aku belum cerita semuanya ke kamu,” ucap Lusi ragu. Alis Aron terangkat sedikit. “Gak papa, Sayang. Gak semua aku harus tau. Tapi untuk masalah yang berbahaya, aku harus tau. Supaya aku bisa ngelindungin kamu." Ada banyak hal yang Aron harus tau. Ini tentang teror yang meliputi pesan-pesan ancaman. Ia sampai ketakutan setiap kali pulang sendirian. Lusi membuka mulut, lalu menutupnya lagi. Aron memperhatikannya dengan saksama. “Kamu ragu.” Lusi mengangguk. “Aku nggak mau nambah beban kamu.” Aron tersenyum kecil, tapi tatapannya jelas memperlihatkan kalau ia ingin Lusi jujur padanya. “Sayang,” katanya pelan tapi tegas, “kita udah sah.” Lusi menatapnya. “Sekarang tuh nggak ada lagi istilah ‘aku merepotkan kamu’ atau ‘aku nambah beban kamu’,” lanjut Aron. “Kalau kamu capek, itu capek kita bersama. Bahkan ketika kamu takut, itu rasa takut aku juga.” Ia menarik napas. “Aku bukan cuma suami kamu di depan orang-orang. Aku juga tempat kamu pulang, tempat berlindung, d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status