Saat Anakku Kaya 66Bab 66Ibu dan Ayah sambung yang sangat baik Duduk tepat di hadapanku dan Mas Johan adalah Yuda dan Lina. Mereka berdua terlihat tegang, duduk dengan posisi kaku dengan punggung yang tegak. Lina sama sekali tak berani menatap mataku. Entahlah, kupikir tampangku ini jauh dari kata garang. Mas Johan bahkan pernah berseloroh jika tampangku ini lugu dan gampang ditipu hihi. Sengaja aku dan Mas Johan mengundang Lina dan Yuda untuk datang ke rumah hari ini. Ada sesuatu yang akan diutarakan oleh Mas Johan kepada anak dan menantuku ini. Sesuatu yang sangat penting yang pastinya akan mengubah kehidupan Yuda. Aku tidak menampik, melihat keadaan Yuda saat ini seperti mengiris hatiku. Perih dan juga miris. “Kalian sengaja saya panggil kemari karena ada sesuatu yang ingin saya dan ibumu sampaikan.” “Maafkan saya, Om … maafkan saya, Bu. Semuanya saya yang salah,” ujar Yuda tiba-tiba dengan suara serak. Aku dan Mas Johan saling melirik. Kenapa Yuda, tiba-tiba meminta maaf s
Saat Anakku Kaya 67Bab 67Permintaan aneh Lina POV Yuda “Terima kasih banyak, ya, Mas Slamet. Ini kunci rumah saya kembalikan.” Bersama Lina dan anakku Zidan, aku mampir ke rumah Mas Slamet, orang yang bertanggung jawab terhadap rumah kontrakan yang aku huni selama ini. “Sudah mau pergi?” Tanya Mas Slamet, pria baik yang pernah aku kenal. “Iya, Mas … sebentar lagi jemputan datang.” jelasku sembari melempar senyum semringah. Hari ini, aku memang akan meninggalkan rumah kontrakan. Ibu menyuruh aku dan Lina untuk berpindah ke rumahnya. Sebenarnya, aku agak keberatan atau lebih tepatnya malu. Bagaimana tidak? Dulu saat aku memiliki rumah besar dan bagus malah membiarkan ibu pergi dan menggelandang tanpa tujuan. Sekarang, saat ibu memiliki rumah besar dan kaya, justru dengan senang hati mengajakku tinggal bersamanya. Sungguh, ibuku sangat baik. Kasih sayangnya padaku sebagai seorang anak tunggal tidak pernah luntur. Ibu seolah melupakan begitu saja perlakuan buruk yang pernah aku d
Saat Anakku Kaya 68Bab 68Tinggal di rumah Ibu banyak aturan “Assalamualaikum, Bu.”“Hei, WaalaikumSalaam.” sambutku renyah. Senyum lebar seketika tersungging di bibirku. Aku yang memang sudah menunggu kedatangan anak, menantu serta cucuku, sangat antusias menyambut. Yuda dan Lina bergantian mencium punggung tanganku. Sekarang, Lina sudah tidak lagi merasa jijik atau geli denganku. Lina dengan senang hati mencium tangan bahkan memeluk tubuhku ini. “Ayo masuk, Yuda, Lina,” kataku. Melihat Zidan yang tiba-tiba terbangun, aku segera menghampiri. “Eh, cucunya Uti sudah bangun,” ujarku sembari mencubit lembut pipi bocah berkulit putih dengan gurat merah tipis. “Ayo, sini, gendong Uti.” tanganku mengukur untuk mengambil Zidan dari pelukan Yuda. Mata Zidan yang masih terlihat kriyip-kriyip menatapku. Untungnya, bocah ganteng itu tidak menolak saat aku meraih tubuhnya. “Pinternya cucuku.” aku berucap sembari menciumi pipi Zidan yang menggemaskan. Kangen. “Nggak bawa barang, ya, Pak
Saat Anakku Kaya 69Bab 69Pengakuan yang mengagetkan “Mau ngomong apa, Yuda, Lina?” Tanyaku setelah melihat keduanya berbisik bisik. “Emm, anu, Bu …” Kembali Lina tampak mencolek pinggang suaminya. Bola mata Lina bergerak seolah memerintah yuda agar buka mulut. Aku mulai tidak nyaman, sebab kupikir, Mas Johan juga melihat kelakuan janggal mereka. “Katakan sekarang saja, Yuda, karena saya tidak akan berdiskusi lagi setelah ini.” Mas Johan berkata dengan suaranya yang berat. “Begini, Om. Setelah pindah kemari, saya menuruti perintah Ibu untuk berhenti bekerja sebagai cleaning service. Selanjutnya, apa yang harus saya kerjakan, Om?” Yuda bertanya dengan hati-hati. Oh, rupanya itu to yang ingin diutarakan Yuda dan Lina? Memang, aku menyuruh Yuda untuk berhenti bekerja sebagai cleaning service. Bukan apa-apa, pertimbangannya adalah kantor tempat Yuda bekerja berjarak jauh dengan tempat tinggalku. Yuda tidak memiliki mobil ataupun sepeda motor jadi transportasinya juga susah. Lingkun
Saat Anakku Kaya 1Bab 1Minta uang “Lina, Ibu mau minta uang.” aku memberanikan diri menemui Lina, menantuku untuk meminta sedikit uang. “Apa, sih, Bu, minta uang terus?” Dengan wajah masam, Lina melihatku yang berdiri di samping tempat tidurnya. Aku menghela nafas pelan. “Dua hari lagi, Ibu mau ikut piknik Ziarah sama ibu-ibu pengajian kampung. Mobilnya gratis tapi, ibu nggak punya sangu,” jawabku pelan. “Nggak punya sangu ya nggak usah ikut to, Bu. Gitu aja kok repot.” Lina beringsut dan membelakangi aku. Dengan menahan rasa kecewa, akupun berlalu dari kamar menantuku. Malamnya, saat sedang sendirian di kamar, Yuda, anak lelakiku masuk dan menemuiku. Aku melihat Yuda yang mendekat dan duduk di sampingku. “Lagi ngapain, Bu?” Tanya Yuda sambil melihat aktivitasku merajut. “Ini, Ibu lagi merajut kaos tangan dan kaos kaki bayi,” ucapku sambil tersenyum. Aku juga menunjukkan kaos tangan mungil yang sudah jadi pada Yuda. Mengambil kaos tangan bayi yang aku tunjukkan, Yuda memand
Dinikahi Raja jalan tol 2Bab 2“Ibu, belanja, ini uangnya. Lina pingin makan cumi.” Padahal, aku baru saja membereskan piring bekas sarapan Yuda dan Lina. Menantuku itu sudah berjalan ke arahku dengan perut besarnya. Lina menaruh uang sebesar Lima puluh ribu rupiah di meja makan. Aku melihat uang tersebut. “Kenapa melotot, Bu?” Tanya Lina seketika. Bola mataku berpindah padanya. “Oh, apa karena nggak ada upah?” Mata Lina melebar. “Bukannya Ibu sudah dikasih uang sama Mas Yuda kemarin sore, seratus ribu? Itu buat sebulan ya, Bu!” Lina menghardik keras. “Uang itu buat sangu piknik Ziarah, Lin,” kataku pelan. “Mau pakai piknik, kek, mau pake jajan, kek. Terserah! Pokoknya itu jatah buat sebulan. Kalau sehari sudah habis, ya sudah, Ibu diam,” ujar Lina garang. Aku mengangguk dengan bibir tersenyum. “Iya, Lin …” Lina berbalik badan dan kembali masuk ke kamar. Seperti biasa, aku hanya dapat menghela nafas untuk meredakan sesak di dada. Lina adalah istri pilihan Yuda sendiri, aku t
Dinikahi Raja jalan tol 3Bab 3Piknik Ziarah “Ibu nggak pernah ngerumpi, atau keluyuran. Kamu tau sendiri kan, Lin, kegiatan Ibu hanya ke masjid dan ikut pengajian, selebihnya, Ibu lebih banyak di rumah untuk beres-beres,” jawabku menyangkal tuduhan Lina. “Lha, iya, itu, Ibu ngerumpinya pas lagi ngaji, ibu ngomongin Lina sama teman-teman ibu.” Lina menatapku jahat. “Astaghfirullah, Lin. Di pengajian nggak ada orang ngerumpi!” Ucapku sedikit tinggi. Apa yang ada di pikiran Lina ini, menuduh orang mengaji menjadi ngerumpi. “Mana kutau!” Lina berucap sembari berkelebat pergi. Kembali, aku hanya dapat mengelus dada dengan kelakuan menantuku. **[Jangan lupa ya, Ibu-ibu, besok kumpul di lapangan pagi jam setengah tujuh. Jangan terlambat]Begitu pesan admin dari grup pengajian yang aku ikuti. Besok adalah hari piknik Ziarah diadakan. Aku melirik tas kain di meja. Semua kebutuhan buat piknik sudah aku siapkan dari tadi siang. Mukena, sandal jepit, air minum, permen dan sebungkus roti
Dinikahi Raja jalan tol 4Bab 4Tak seperti kenyataan Rombongan melakukan sholat dluhur di Masjid Menara Kudus. Setelah itu lanjut melakukan ziarah kubur pada makam Sunan Kudus yang ada di komplek masjid. Akupun mengikuti semua sesi acara yang sudah diatur oleh panitia. “Makan, yuk, lapar.” Bu Sani menghentikan langkah dan mengelus perutnya. Aku, Bu Safiq dan Bu Asmah setuju karena memang sudah siang dan jatahnya mengisi perut. Kulihat, peserta piknik yang lain juga sudah pada membuka bekal makanan mereka. Sebagian lagi pada membeli makanan di warung makan yang ada di sekitar tempat ziarah. Bersama sahabat-sahabatku, kami mencari tempat teduh di area yang diperkenankan untuk pengunjung. “Duduk sebelah sana, yuk!” Aku menunjuk sebuah tempat. Ketiga temanku mengangguk. Alhamdulillah, dapat tempat yang bisa dikatakan nyaman buat bersantai dan menikmati makanan. “Bu Ainun, kok nggak pakai nasi?” Tanya Bu Safiq saat melihat bekal yang aku makan. “Iya, ini saja kenyang, kok,” jawabku