Share

Bab 5

Author: Reg Eryn
last update Last Updated: 2023-10-02 14:57:39

"Ayo, kita cari makanan. Ibu laper, nih," ajak Ibu seraya menggandeng lenganku. 

Bu Sari tak lagi mempedulikan kakak sepupuku itu. Kasihan juga Mbak Neni. Pasti dia malu kalau sampai tidak jadi membeli semua pakaian yang sudah dipilih olehnya. 

Dia itu paling pantang kalau sudah memilih sesuatu tapi tidak dibelinya. Apa yang sudah ditunjuk, biasanya selalu dibayar olehnya. 

"Bu, jangan begitu dong. Ini belanjaanku gimana?" teriak Mbak Neni yang kebingungan. 

Aku bisa melihat dia bolak-balik melihat ke arah bajunya dan ke arah kami. Dia pasti sangat menginginkan pakaian itu. Antara ingin tertawa dan juga sedih melihat Mbak Neni seperti itu. 

"Kalau kamu nggak punya uang, ya, tinggalkan saja! Gitu aja kok repot," sahut Ibu tak mau ambil pusing dengan urusan Mbak Neni.

Duh, gimana ya? Aku nggak mungkin meminta calon mertuaku ini untuk membayarnya. Belanjaan untukku saja sudah sebanyak itu. Apalagi kalau ditambah barang Mbak Neni. Mau habis berapa lagi. 

"Ayo, Nak. Sudah, biarkan saja Mbakmu itu. Dia 'kan sudah sering dibelikan baju sama Nenek dan Ibunya. Nanti biar dia minta dibelikan sama mereka lagi." Ibu kembali menarik lenganku.

Aku mengikuti Ibu mertua dan membiarkan Mbak Neni yang sepertinya sedang menjelaskan sesuatu pada penjaga toko. Tampak terjadi perdebatan di antara mereka. Dan setelahnya, Mbak Neni seperti memarahi mereka lalu pergi begitu saja. 

Meskipun sedang berjalan, sesekali aku menoleh ke belakang melihat Mbak Neni yang mengekor dengan menghentakkan kakinya. Dia pasti sangat kesal karena keinginannya tidak tercapai.

***

"Mbak Menik, kami pulang dulu, ya," pamit Bu Sari, sesaat setelah kami sampai di rumah dan berbincang-bincang sebentar dengan Nenek. 

Bu Sari mengatakan pada Nenek, seminggu lagi Ia dan keluarganya akan datang untuk melamarku secara resmi.

Nenek sudah menyetujui semuanya, dan dengan senang hati menerimanya. Ya, aku tau. Nenek pasti senang karena aku sudah akan pergi dari rumah ini dan tidak lagi menjadi parasit di hidup Nenek. 

"Kok buru-buru, toh, Dek Sari," jawab Nenek berbasa-basi. 

"Iya, Mbak. Sudah lumayan lama saya ninggalin rumah. Takutnya nanti dicariin sama cucu." Ibu tertawa tak enak. 

Setelah acara salam-salaman sebagai pertanda perpisahan, Nenek mengantar Bu Sari sampai di depan teras. 

Pakaian yang tadi dibelikan oleh Bu Sari, semuanya ditinggal di rumah. Calon mertuaku itu juga mengatakanpada Nenek jika semua pakaian itu milikku. 

Mbak Neni tak henti-hentinya cemberut sepanjang perjalanan pulang tadi. Bahkan saat kami makan, Mbak Neni tidak mau makan meski sudah ditawarin oleh Bu Sari. Dia masih sakit hati dan mengatakan jika takut makanan yang dipilihnya tidak akan dibayarkan lagi oleh Ibu. 

Saat sampai di rumah, Mbak Neni juga langsung pulang ke rumahnya tanpa berpamitan pada kami. 

"Enak banget, ya, dibelikan baju sama calon mertua!" seru Mbak Neni, sewot. Ia baru saja masuk ke dalam rumah Nenek saat mobil Bu Sari sudah pergi. 

Mbak Neni juga terlihat sudah berganti pakaian. Sepertinya ia sudah selesai mandi. 

"Mana banyak banget lagi." Mbak Neni membongkar semua pakaian yang masih berada di dalam plastik besar. 

"Kamu jangan malu-maluin, Rah. Minta dibelikan pakaian sebanyak itu!" sungut Nenek saat ia sudah masuk ke dalam rumah. 

"Bukan Sarah yang minta kok, Nek. Semua ini Bi Sari sendiri yang membelikannya. Padahal Sarah sudah menolaknya."

"Jangan banyak alasan kamu! Nenek nggak suka nanti keluarga kita direndahkan oleh mereka."

"Tapi, Nek. Sarah bener-bener udah nolak, kok." Aku kembali membela diri. Karena semua ini juga bukan mauku. Tapi Bu Sari sendiri yang berinisiatif membelikannya. 

"Nenek tau, tadi, Neni minta dibayarkan juga beberapa potong baju. Tapi calon mertua Sarah menolaknya. Dia nggak mau membayarkan barang satu pun. Si Sarah juga, bukannya membela, malah dia diam aja. Jadilah semua pilihanku nggak bisa kebeli," cerocos Mbak Neni kesal. 

"Kamu itu, Rah. Serakah sekali sama sepupu sendiri. Seharusnya tuh, kamu minta belikan juga untuk Neni. Jadi biar impas, gitu. Bukannya malah mencari keuntungan sendiri aja!" Nenek jadi ikutan memarahiku. 

Tadi saja, Nenek seperti menjaga harga dirinya karena aku dibelanjakan obanyak oleh Bu Sari. Tapi sekarang, hanya karena cucu kesayangannya, Nenek rela menjatuhkan harga dirinya dengan cara memintaku untuk Bu Sari membayarkan barang Mbak Neni. 

"Sarah nggak enak, Bu. Bu Sari juga kan, masih calon mertua. Jadi Sarah nggak mungkin memintanya untuk membayar pakaian Mbak Neni juga. Semua itu juga dibelikan oleh Bu Sari tanpa sepengetahuan Sarah."

"Banyak sekali alasanmu, Rah!" sungut Mbak Neni sambil merobek kertas pembungkus pakaian yang sudah tak ada plastiknya lagi. 

Aku hanya diam, tak lagi menjawabnya. Percuma saja, aku tetap akan salah di mata mereka. 

"Ini bajumu lebih dari sepuluh pieces. Kamu bagi aku tiga, ya?" pinta Mbak Neni setelah membongkar habis semuanya, dan melihat satu persatu pakaianku. Ia juga sudah mengepaskan pada tubuhnya. 

"Tapi, Mbak. Aku gimana bilangnya, sama Bu Sari? Tadi kan Ia membelikan semuanya untukku."

"Kamu itu, b*doh atau tol-ol, sih? Ya, nggak usah bilang lah sama dia!" bentaknya marah. 

Mbak Neni tetap membawa pakaian pilihannya. 

Meskipun aku berikan itu padanya. Aku yakin tidak akan muat dipakainya. Tubuh berisi Mbak Neni tidak memungkinkan untuk dia memakainya. 

"Sudahlah. Berikan itu pada Mbakmu! Jangan kikir kamu jadi manusia!" ketus Nenek. 

"Nek, aku pulang, ya! Mau nyoba baju baru." Mbak Neni berpamitan dengan sangat girang. Ia tetap membawa pakaianku. 

Apapun yang sudah menjadi keinginan Mbak Neni, mau tak mau aku harus menurutinya. Kalau tidak, Nenek akan memarahiku bahkan mema-kiku. 

Nenek tampak tersenyum melihat Mbak Neni. 

Hmmmm. Sabar Sarah, sebentar lagi, kau akan keluar dari rumah ini. Bisik hatiku. 

"Bereskan itu semua. Jangan berantakan seperti itu! Sumpek Nenek lihatnya!" gerutu Nenek saat ia hendak berjalan ke belakang. 

Pakaian yang tadi sempat diobrak-abrik Mbak Neni, tidak kembali di bereskannya. Semua dibiarkan begitu saja.

Sudah menjadi kebiasaan. Siapa yang buat berantakan, siapa juga yang disuruh bereskan. 

Satu-persatu, aku kembali melipat pakaian dan menumpuknya terlebih dahulu sebelum membawanya ke kamar untuk dipindahkan ke dalam lemari pakaian. 

Plastik pembungkusnya juga kukumpulkan menjadi satu dan akan segera membuangnya. 

Selesai. 

Akhirnya semua sudah tertata rapi di kamar. 

"Sarah! Sarah!" teriak Mbak Neni dengan gerutuan tak jelasnya. 

"Ada apa, Mbak?" tanyaku saat menemuinya di dapur. 

"Lihat nih, pakaian yang dibelikan mertuamu semua kaliannya jelek. Lihatlah, baru dibeli sudah sobek!" sungutnya seraya melemparkan pakaian yang tadi sempat ia bawa pulang. 

Aku membentangkan pakaian itu ke atas lantai. Ternyata memang benar sudah sobek di bagian resletingnya. Ada juga yang dibagian bawah ketiak. 

"Ini sih bukan kainnya yang jelek. Tapi badan Mbak Neni saja yang kebesaran."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Nenek nya bener bener pilih kasih
goodnovel comment avatar
musarofah5
orang ngebeliin buat yang kecil badannya ini yang Makai malah yang badannya bodag, ya pasti sobek
goodnovel comment avatar
Sri Sudaryati
Kasihan Sarah selalu dikambing hitamkan oleh neneknya dan Neni ,semoga menemukan kebahagiaannya.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dibuang Keluarga, Dapat Calon Mertua Dari Surga   Bab 85

    "Maaf, Bu. Anda bisa menjelaskan semuanya di kantor polisi." Polisi wanita itu tetap menggeret Mbak Diana."Tidak mau! Saya tidak mau dipenjara!" teriaknya lagi, sambil terus meronta.Kedua tangan Mbak Diana yang dipegang oleh polisi wanita itu, terus bergerak hendak melepaskan diri."Tolong kerja samanya, Bu! Atau kami akan mengambil tindakan tegas!" seru polisi wanita itu dengan wajah seram.Nyali Mbak Diana menciut. Mulutnya seketika berhenti meronta. Tapi matanya terus saja mengeluarkan air."Kami, permisi dulu, Pak, Bu!"Setelah berpamitan, semua polisi itu pergi dari rumah dengan membawa kakak iparku.Mas Malik terlihat kuyu. Dia pasti sangat lelah atas semua yang terjadi pada keluarganya."Aku tidak menyangka Diana sampai berbuat sejauh ini. Mungkin aku juga bersalah karena terlalu sibuk bekerja, sehingga dia tega menduakanku." Mas Malik menunduk, sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

  • Dibuang Keluarga, Dapat Calon Mertua Dari Surga   Bab 84

    "Ini semua gara-gara kamu, Mbak!" celetukku saat kulihat Mbak Diana berada di dalam kamar Ibu. Dia masih menangis sambil memegang bingkai foto Ibu.Sebentar ia menatap foto itu, kemudian memeluknya."Diam kamu, Sarah! Kalau saja kau tidak kembali ke sini, semua ini tidak akan terjadi. Ibu tidak akan datang dan masuk ke dalam rumah, memergokiku bersama Danu. Hingga akhirnya aku tak sengaja mendorongnya!" ujarnya sinis.Mbak Diana menatapku dengan tajam. Wajahnya yang masih terdapat jejak air mata terlihat sangat berantakan.Dia itu menangisi kepergian Ibu, atau menangis karena takut diusir oleh Mas Malik"Tidak sengaja katamu? Sudah mendorongnya dengan kuat, kamu bilang tidak sengaja? Dasar perempuan tak punya hati!" sungutku, menatap wajahnya dengan tatapan menantang."Aku memang tidak sengaja. Karena panik, aku jadi mendorong Ibu. Pasti kamu kan yang meminta Ibu masuk ke dalam rumahku?" cecarnya galak."Hey, Diana! Sepa

  • Dibuang Keluarga, Dapat Calon Mertua Dari Surga   Bab 83

    "Iya, Bu. Kamar Ibu nggak dikunci kan?""Enggak kayaknya. Kalaupun di kunci, pasti kuncinya masih gantung di pintu. Karena di dompet Ibu nggak ada kunci."Aku mengangguk. Ibu berjalan ke rumah Mas Malik, sementara aku masuk ke rumah Ibu.Rumah Mas Malik juga terbuka, sepertinya Mas Malik memang sedang berada di rumah.Aku dengan segera menuju kamar Ibu. Dan benar saja, kamar Ibu tidak dikunci. Pintu depan juga tidak dikunci tadi. Mungkin Ibu banyak pikiran, sampai lupa mengunci pintu."ASTAGHFIRULLAHHALAZIM ... APA YANG KAU LAKUKAN DIANA!" Suara Ibu terdengar sampai ke dalam kamar.Aku segera berlari meski belum menemukan ATM milik Ibu. Rumah Mbak Diana sudah permanen. Jika suara Ibu sampai terdengar ke dalam kamar, pasti sesuatu sedang terjadi pada Ibu.'DUAK!'"Awww!"Kakiku tersandung sofa."Suami pergi bekerja, kau malah enak-enakkan berbuat maksiat!" suara Ibu kembali terdengar saat aku sa

  • Dibuang Keluarga, Dapat Calon Mertua Dari Surga   Bab 82

    "Maaf, Nak. Sarah. Bukan maksud Ibu tak menganggap Nak Sarah anak. Tapi, Ibu takut merepotkan kamu." Ibu mengusap-usap punggungku. Tangisku semakin pecah mendengar penuturan Ibu."Bu, tidak ada yang namanya orang tua merepotkan anak. Karena setiap anak, pasti ingin merawat orang tuanya. Sama seperti tujuan orang tua membesarkan anaknya, seorang anak juga ingin membalas apa yang telah dilakukan orang tuanya," ucapku seraya mengurai pelukan. Kalau saja Ibuku masih ada, ingin rasanya aku membahagiakan dia seperti dia membahagiakanku. Tapi itu semua sudah tidak mungkin. Yang aku punya saat ini adalah Ibu mertua. Maka aku harus memperlakukannya sama seperti Ibuku sendiri. Karena sejak awal, Ibu sudah baik padaku. Aku ingin membalas semua kebaikan Ibu.Meski aku tahu, kalau aku tidak mungkin bisa membalasnya."Terimakasih, Nak Sarah. Maaf, karena telah menyembunyikan semuanya dari kalian." Ibu menghapus air mataku yang mengenai pipi.Aku berusaha untuk tidak menangis lagi. Walau di hati m

  • Dibuang Keluarga, Dapat Calon Mertua Dari Surga   Bab 81

    Pak Rt mengangguk seraya membalas senyum Mas Malik. "Baiklah Pak Malik. Kalau begitu, saya juga ingin berpamitan. Mbak Sarah, saya juga meminta maaf atas nama para warga karena sudah salah paham. Lain kali, kalau ada tamu Mbak Sarah bisa lapor dulu ke saya, agar tak terjadi hal yang seperti ini lagi.""Saya ingin melapor, Pak. Tapi kemarin posisinya sudah malam. Jadi takut mengganggu istirahat Bapak. Makanya saya tak jadi melapor. Pagi ini rencananya saya mau datang ke rumah Bapak, tapi belum juga datang, Bapak dan warga malah udah datang berbondong-bondong," sahut Mbak Ani menimpali."Wah, maaf, ya, Mbak Ani. Saya juga kalau tidak mendapat laporan, nggak akan datang. Para warga juga bukan saya yang mengerahkan. Mereka datang sendiri.""Ya, sudah, Pak. Saya minta nomor Bapak sajaJadi kalau ada tamu lagi, tinggal langsung telepon." Mbak Ani mengeluarkan ponselnya. Ia mencatat saat Pak Rt dengan pelan menyebutkan nomor ponselnya."Saya pam

  • Dibuang Keluarga, Dapat Calon Mertua Dari Surga   Bab 80

    "Jangan banyak alasan, Kamu! Kalian berdua tuh sama aja!" Mbak Neni memotong ucapan Mbak Diana.Aku memegangi tangan Mbak Diana agar dia bisa sedikit tenang."Mas, tolong percaya sama aku, ya? Kejadian ini benar-benar terjadi begitu saja. Namanya manusia kan bisa aja khilaf. Aku takut Sarah khilaf, dan memasukkan penjahat. Makanya aku langsung lapor Pak Rt-""Dan lapor suami beserta Ibu mertua Sarah, agar mereka dengan cepat mengusir Sarah. Iya, kan?" potong Mbak Neni lagi, tak memberi kesempatan untuk Mbak Diana menyelesaikan ucapannya."Kamu, kenapa sih ikut campur saja? Kamu itu orang luar, jangan ikut campur masalah kami!" bentak Mbak Diana, menatap sinis Mbak Neni."Kalau kamu tidak membawaku dalam masalahmu, aku juga tidak akan ikut campur masalah kalian. Tapi sayangnya, kamu terlanjur memasukkanku ke dalam masalah ini, jadi tak ada salahnya aku ikut campu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status