....Pagi ini saat membuka matanya, Prims melihat Arley yang masih berbaring di sebelah kirinya. Mereka tidur dengan keadaan saling berhadapan. Dan saat prianya itu masih menutup matanya seperti ini, Prims memiliki kesempatan untuk mengaguminya lebih lama tanpa cemas Arley mengetahuinya.Pemandangan yang tampak sangat manis ketika Arley terpejam kedua netranya. Sebuah hal yang sangat kontras dengan dirinya jika sudah berperan sebagai suami yang ‘aktif’ di malam hari.Tidak akan pernah Prims lupakan apa yang semalam terjadi di dalam kamar mandi. Sebuah malam yang panjang ia habiskan di sana hingga ia dan Arley mengabaikan bahwa air di dalam bath tub menjadi dingin.Candu bibirnya yang menandai Prims di bagian dirinya yang memang terbuka secara utuh adalah bagian kecil dari penyebab suara erotikanya keluar tanpa henti.Jatuhnya air ke lantai kadang terjadi karena gerakan kecil atau guncangan masif yang membuat gelas-gelas wine milik mereka limbung dan menggelinding.Yang tentu saja itu
BLAM!Pintu tertutup. Wajah Jayden tak lagi terlihat. Prims melongo di tempatnya sebelum sedetik kemudian menatap Arley dengan kedua alisnya yang terangkat dan bertanya, “Kamu cemburu pada Jay?” “Iya.”“Apa-apaan itu? Aku tidak menganggapnya sebagai pemuda yang menarik loh padahal.”“Hah?”“Karena yang menarik bagiku hanya Arley Miller.”Arley bergeming. Prianya itu sedikit memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan ekspresinya yang salah tingkah dengan hanya mendengar Prims mengatakan bahwa tidak ada yang menarik baginya selain dirinya ini, Arley Miller.“Kamu semakin posesif belakangan ini, apakah itu efek setelah satu minggu tidak mendapatkan sentuhan jadi kamu bersikap seperti itu?” Prims menyipitkan matanya, meraih tangan Arley dan melingkarkan tangannya sendiri ke sana.Dengan satu tarikan agar Arley menunduk sehingga Prims bisa mendaratkan bibir di pipinya, Arley telah dibuat luluh. Sebuah kecupan telah mengakhiri kecemburuan tak berdasar itu.Benar-benar tipe posesif!“Jangan
Vernezza akan menjadi saksi, tentang cinta di antara Prims dan Arley yang tumbuh semakin hebat. Dimulai dengan sebuah pagi yang manis, Prims bisa melihat Arley yang sedang berada di dapur vila.Tangannya sibuk dengan pisau yang ia gunakan untuk memotong daun bawang. Seperti tak ada beban.Dan kecakapan menjadi pesonanya yang melimpah ruah, Prims bisa melihatnya melakukan multi tasking dengan memanggang daging di atas teflon.Prims pernah bertanya mengapa Arley tidak meminta salah seorang pelayan yang ia miliki di rumahnya untuk turut terbang ke Italia atau ke manapun mereka pergi untuk membantu mereka. Tetapi Arley menjawab jika ia tak ingin ada orang lain di dalam rumah selain hanya mereka berdua.Arley lebih suka jika dia yang membuatkan sarapan untuk Prims, atau ada baiknya mereka pesan saja daripada ada orang lain. Pengecualian, jika mereka nanti sudah memiliki anak dan pergi liburan keluarga, maka Arley akan membawa salah seorang dari mereka.‘Tapi yang kita lakukan sekarang ada
“Hari ini ulang tahunku?” ulang Arley dengan tidak percaya.Kedua sudut bibirnya tampak terangkat, memindai Prims yang mengangguk yakin kala memberinya jawaban. Ia juga memandang pada Jayden yang berdiri di belakang Arley dan membawa buket bunga berukuran besar di tangannya.“Happy Birthday ... to you ....”Lagu yang dinyanyikan oleh Prims diikuti oleh semua orang yang berada di dalam kafe, suaranya yang manis diikuti oleh Jayden yang malu-malu menirukannya. Dan sepertinya apa yang ia lakukan telah menghipnotis semua orang untuk melakukan hal yang sama.Seolah semua pengunjung yang ada di sana tak akan membiarkan Prims menyanyi berdua saja bersama dengan Jayden untuk mengucapkan selamat ulang tahun untuk Arley. Mereka tenggelam di dalam haru kebahagiaan itu.Sedang Arley yang berdiri di sudut kafe terpancang tak bisa pergi ke manapun selain hanya tersenyum.Ia menatap Prims sangat lama, tidak bisa beranjak atau berpindah dari wajahnya yang manis.Hingga tiba di ujung lagu, Prims menga
“Apakah kamu tidak suka?” tanya Prims karena sedari tadi Arley hanya diam saja. Ia meraih tangan Arley, mengusap punggung tangannya dengan lembut hingga prianya itu tersadar dari lamunannya, “Suka, Sayang,” jawab Arley dengan gegas, seolah tidak ingin membuat Prims menunggu. “Tapi wajahmu tidak mengatakan begitu,” ucap Prims lirih. Arley tertawa mendengar nada bicaranya yang tampak kecewa, baru setelah itu ia menggelengkan kepalanya, “Aku tidak begitu loh. Kenapa kamu bilang jika wajahku tidak mendukung bahwa aku suka hadiah dari kamu?” “Karena kamu diam saja.” “Aku diam saja karena membaca kalimat yang kamu berikan di bawah namaku.” Prims tersenyum, menyentuh pipinya yang menghangat dengan menggunakan punggung tangannya, “Kamu tahu artinya?” tanya Prims dengan masih tak mengalihkan matanya dari Arley. Sebelah tangannya yang membawa garpu memotong-motong black forest yang ada di piring kue miliknya hingga menjadi cacahan yang lebih kecil. “Tahu,” jawabnya. “Aku akan mencintai ka
|| Dua belas tahun yang lalu ||Prims masih berusia empat belas tahun, dia masih berada di Sekolah Menengah Pertama. Hari itu di Seattle, beberapa temannya mengatakan jika mereka melihat bintang jatuh pada tanggal dua puluh tiga Desember.“Bintang jatuh?” tanya Prims pada diri sendiri satu hari setelahnya. Langkah kakinya sedang menginjak jalur pejalan kaki yang tertutup oleh salju yang mulai tebal. “Aku sama sekali belum pernah melihat bintang jatuh selama aku hidup,” katanya dengan sedikit kesal, menendang gumpalan salju yang terlihat lebih tinggi di bawah pohon maple. “Ke mana aku semalam?” ia tak habis pikir, padahal semalam ia juga tidur larut malam.Tetapi sepertinya bintang yang jatuh itu tidak ingin ia lihat.Ia melihat ke sekeliling, beberapa tetangga rumahnya sedang berjalan keluar dari rumah juga. Mereka akan menuju ke gereja untuk ibadah malam natal.Dua puluh empat Desember.Dan saat itu ... Prims yang sangat ingin melihat bintang jatuh memikirkan satu hal, ‘Bagaimana se
Senja datang menghampiri pantai di Vernazza. Prims bersama dengan Arley berpidah dari tempat mereka duduk untuk makan siang dan berkeliling sebentar kemudian berhenti di tepi jalan. Prims yang keluar lebih dulu dari dalam mobil. Ia menatap pada matahari terbenam yang sangat cantik yang separuh bagiannya seolah sudah tertelan oleh lautan.Ia terdiam mengagumi betapa indahnya apa yang ia saksikan sekarang ini. Dari samping kanannya, Arley meraih dan menggenggam tangannya. Pandangannya pun sama, pada matahari tenggelam yang indah. Seolah mereka baru saja menutup kilas balik perjalanan yang menghubungkan mereka hingga hari ini.Dan sebelum angin dari laut yang dingin menghampiri mereka, Arley meminta Prims untuk kembali ke dalam mobil.Jayden mengemudikannya membelah jalanan di Vernazza yang tak begitu ramai petang ini. Selama perjalanan itu, Prims masih bisa melihat indahnya matahari yang seperti sedang mengawasi ke manapun mereka pergi.“Mataharinya cantik sekali. Rasanya sudah sangat
Arley duduk di kursi yang ada di ruang tengah vila yang ia sewa. Ia tidak sendirian karena di seberang sana ada Prims yang masih asyik di dapur, ia baru saja selesai mencuci piring yang mereka gunakan untuk makan malam. Arley sebenarnya yang ingin membereskan itu, tetapi Prims mengatakan jika di hari ulang tahunnya sebaiknya ia tak mencuci piring sekarang.Biarkan dirinya menjalani jati dirinya yang merupakan seorang pangeran.Arley tersenyum dan ia sangat bahagia saat ini. Terkadang ia tidak percaya bahwa itu adalah Prims. Bagaimana bisa wanita yang memenuhi dadanya dengan perasaan bahagia ini adalah Prims?Tidak pernah terbesit di dalam benaknya ia akan menikah dengan seseorang yang mampu membuat hidupnya menjadi sangat menarik seperti ini.Dari menatap Prims dan mendengarkan senandungnya yang memanjakan telinga, matanya beralih memandang ke jendela, rentetan gerimis datang menyapu tempat ini. Ia menyaksikan hujan untuk pertama kalinya di Italia selama beberapa waktu terakhir yang