“Bagaimana caranya menggiringnya untuk datang pada kita, Nona Primrose?” tanya Carlos. Prims yang ditanya beberapa saat terdiam sebelum ia menatap pria dengan jas semi formal itu.“Anda bisa menggunakan temannya untuk memancing kedatangannya, detektif Carlos.”“Dengan pria-pria yang tadi mengejar anda?”“Benar. Kita bisa memanfaatkan mereka untuk memberi tahu Celine bahwa mereka sudah berhasil menangkapku.”“Bagaimana kalau dia tidak percaya?”“Aku yakin dia akan percaya, dari tempat dia bersembunyi dan mengasingkan diri ... memercayai orang yang sudah dia bayar untuk melakukan kejahatan lebih membuatnya percaya daripada ia percaya pada orang baru.”“Lalu selanjutnya? Kami ingin mendengar rencana dari anda, Nona Primrose.”“Gunakan aku untuk membuatnya keluar!”Prims bisa mendengar hela napas Arley yang sedikit dalam, ada ketidak setujuan yang menyeruak darinya. Tetapi ia sedang menahan diri untuk tak mengkonfrontasi istrinya di depan banyak orang.Mereka pergi setelah melakukan bebe
“Sebaiknya kamu menjaga bicaramu karena hidup dan matimu bergantung padaku sekarang ini, Primrose!” ucap Celine seraya menghembuskan asap rokok di depan wajah Prims yang terbatuk untuk menghindarinya.Wanita itu menjatuhkan putungnya yang terlihat masih mengeluarkan bara. Di atas lantai yang sedikit basah dan lembab, kakinya yang berbalut di dalam sepatu cats itu menginjaknya hingga pipih.Meski Prims tidak melihat ke bawah, ia yahu betul bahwa sekarang ini Celine sedang menjadikan putung rokok itu sebagai sebuah peringatan, menyusul kalimatnya yang memberi ancaman perihal hidup dan mati prims bergantung padanya.“Apa alasan kamu melakukan ini?” tanya Prims, menatapnya dengan mata yang berair. “Karena kamu sudah mengambil semuanya dariku.”“Aku? Mengambil apa darimu memangnya?”Celine lebih dulu tertawa sebelum melepas tangannya dari leher Prims dengan kasar.“Tempat di samping profesor Mashe. Kalau kamu tidak lancang dengan datang ke studio itu, yang menjadi satu-satunya orang di sa
“AKHH!” Celine merintih kesakitan.Niat hati ingin menyerang Prims dan membungkamnya karena ‘lancang’ yang terjadi justru dirinyalah yang malah babak belur.Punggungnya terasa patah saat ia menerjang meja setengah lapuk yang tadi ia duduki.Sebuah hal yang tidak ia antisipasi. Langkah Prims seperti baru saja lepas dari pegawasannya dan menjadi senjata makan tuan.Ia berpikir ... ‘Bagaimana bisa Prims memiliki kekuatan seperti itu?’Ataukah memang itu adalah sebuah bentuk pembelaan diri? Sehingga kekuatan yang terperangkap di dalam dirinya keluar di saat ia merasa terhimpit dan tak memiliki jalan keluar?Belum usai pemikiran panjangnya ... atau bagaimana saat ia meraba punggungnya di bawah tatapan Prims yang menelisik dan mengusiknya, tiba-tiba ... “ANGKAT TANGAN!”“POLISI! ANGKAT TANGAN!”Celine mendengar derap kaki banyak orang. Ia mencari perlindungan dengan meraba senjata api yang ia sembunyikan di balik kaos ketat yang ia kenakan.Tetapi hal itu urung ia lakukan karena ia mendeng
Petang hari ini ....Prims dan Arley berkunjung ke rumah keluarga Miller. Begitu keluar dari mobil, Katie—yang luka bakar di wajahnya sudah mengalami tigkat kesembuhan di atas delapan puluh persen karena ini memang beberapa bulan pasca pembakaran itu terjadi—telah bersiap menyambut mereka di depan pintu.Senyumnya terlihat sumringah. Ia merentangkan kedua tangannya dan disambut oleh Arley.Tetapi ....Hal yang mengejutkan adalah, ternyata Katie bukannya ingin memeluknya. Melainkan ia melewati anak lelakinya itu begitu saja dan memeluk Prims.“Selamat datang,” sambutnya kemudian mengusap lembut pipi Prims yang memerah dengan cepat. Jika biasanya Arley yang tak henti membuat pipinya merona seperti itu, kini adalah Katie.“Mama sudah lama menunggumu, Primrose,” lanjutnya.“Ah ... benarkah?”Katie mengangguk membenarkannya, “Iya, benar. Kenapa kamu lama sekali tidak ke sini sih?”Prims hampir menjawabnya tetapi Katie kembali bersuara, “Apakah karena Arley sibuk sehingga kamu tidak ke mar
Beberapa waktu yang lalu ... setelah Celine ditangkap oleh polisi, Prims dan Arley sepakat untuk memeriksakan kandungan. Karena takut terjadi sesuatu yang buruk.Namun, bukan sesuatu yang buruk yang mereka dapatkan melainkan sebuah kabar yang sangat baik, ‘Selamat, Nona Prims dan pak Arley akan mendapatkan anak kembar.’Mereka benar-benar tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya hari itu.Arley bernyanyi sepanjang waktu di rumah. Jodie bahkan mengatakan jika Arley sedang menggelar konser tunggal.Kadang menunjukkan bakat dalam bervokal, kadang dia menjadi rapper. Kadang juga jika dia sedang mood, dia akan bermain piano. Lain hari jika ia sedang memiliki energy tambahan, dia akan mengajak Prims karaoke di dalam kamar.Ternyata ... Arley jauh lebih bahagia daripada Prims yang sedang mengandung.Begitu mengetahui hal itu, mereka menjadi lebih hati-hati.Prims merasakan pergerakan di dalam perutnya. Dari gerak lembut hingga semakin terasa.Saat ia bercermin, dari yang semula rata, sek
“Kamu ... jadi apa?” ulangi Arley, memandang Prims yang kedua pipinya memerah, terlihat ingin menangis tetapi sedang ia coba tahan sebisa mungkin. “Kalau aku bukan ditakdirkan menjadi manusia, dan aku adalah kodok. Apakah kamu masih akan tetap mencintaiku?” Arley membuang napasnya dengan pelan, jika ia lakukan itu dengan kasar Prims bisa benar-benar menangis, pikirnya. “Kenapa kamu tanya begitu?” “Jawab saja ....” Tapi ... bukankah sepertinya Arley tak perlu menanyakan apa alasanya? Ia pernah membaca bahwa kecemasan pada ibu hamil meningkat dua kali lipat pada saat mereka mendekati hari perkiraan lahir. Meski tadinya Arley mengira Prims tidak akan khawatir seperti itu karena ia selalu terlihat tenang, siapa sangka ternyata kekhawatirannya itu justru terjadi pada pagi buta seperti ini? “Iya, tentu saja aku akan mencintaimu,” jawab Arley kemudian. “Kenapa kamu mencintaiku padahal aku seekor kodok?” “Kenapa lagi memangnya? Jika di dunia manusia Arley lahir lebih dulu daripada Pr
“Kenapa?” tanya Arley seraya mengguncang lembut tangan mereka yang saling menggenggam. Mungkin karena melihat Prims yang terus terdiam sedari tadi makanya Arley bertanya demikian. Prims mengedipkan matanya lebih dari satu kali, memandang Arley yang tinggi menjulang dan tampan seperti biasanya. “Huh?” “Kamu diam saja, ada yang sedang kamu pikirkan?” “Tidak ada, Arley. Hanya ... bingung karena pilihannya sangat banyak.” “Kalau kamu bilang kita sebaiknya beli yang warna netral saja, kita bisa ambil satu yang hitam dan satu yang putih. Atau kamu mau biru dan merah?” “Sepertinya aku lebih suka dengan hitam dan putih.” Arley mengangguk tak keberatan. Banyak barang yang mereka beli hari itu. Sebagian bisa langsung mereka bawa dan sebagiannya nanti akan dikirim, paling lambat besok staf toko bilang. Lelah berputar dan menghabiskan uang—yang sebenarnya tak akan habis-habis juga—Prims meneguk minuman dingin yang ia minta dari Arley saat mereka duduk di tempat istirahat. Tak j
Arley menoleh ke arah di mana Richard menunjuk Prims duduk.Dan itu benar.Prims telihat kesakitan dengan membungkuk dan memegangi perutnya.“SAYANGKU!” panggil Arley seraya berlari kea arahnya. Menerjang bahu Richard yang tubuhnya berputar seperti baru saja ditaabrak angin puting beliung.“SAYANGKU!”Arley merangkul bahu Prims dan membantunya bangun.“Kamu baik-baik saja? Kamu sudah akan melahirkan sekarang? Tapi barang-barangnya ‘kan ada yang belum selesai di antar? Akh, si kembar hari perkiraan lahirnya maju ya ternyata?”Banyak sekali pertanyaan Arley yang bahkan Prims bingung harus menjawabnya dari mana terlebih dahulu.Ia mencengkeram lengan Arley yang berbalut dalam kemeja lengan panjang hitam yang ia gulung hingga ke siku itu semakin erat.“Ayo kita ke rumah sakit!” ajak Arley pada Prims yang tak kuasa menjawabnya.Arley menoleh pada Richard yang berdiri di sebelah kirinya dan meminta tolong padanya dengan mengatakan, “Antar kami ke rumah sakit, Rich!”“Aku?”“Memangnya ada la