"Jadi maksud kedatangan kami ke sini untuk melanjutkan pembicaraan kemarin, Buk," ujar Adnan dengan hati-hati. Sementara sang istri masih mengamati keadaan rumah yang hampir roboh itu. Ia masih tak menyangka mengapa suaminya memilih wanita dari keluarga seperti ini. Namun, sebagai seorang istri, Inggid hanya ingin menjadi wanita yang patuh sebagaimana adab yang sudah ditetapkan. Ia hanya bisa mendukung keputusan suami, apa pun itu selagi tidak melanggar ketentuan agama.
Mendengar penuturan Adnan, Hana dan ibunya saling pandang. Keduanya masih belum percaya secepat ini Adnan dan istrinya datang lagi untuk membicarakan pernikahan."Anak saya umurnya sudah tiga puluh lebih, Buk. Saya harap ini bukan menjadi penghalang untuk anak saya, Rayhan dan Hana melanjutkan hubungan yang lebih serius. Anak saya sudah bersedia dan kalau kalian berkenan, secepatnya saja kita langsungkan pernikahannya. Tidak usah menunda sesuatu hal yang baik apa lagi mempersulitnya, bukan begitu, Buk?" tanya Adnan dengan wajah yang semeringah disertai anggukan Nining.Menurutnya, Hana adalah anak yang baik, sopan dan bertutur sapa lembut. Ia yakin Hana akan mampu meluluhkan hati Rayhan yang kaku."Gimana, Han? Kamu siap?" tanya Nining sambil menggenggam sebelah tangan anaknya. Sebenarnya Nining sendiri belum yakin atas lamaran ini, ia sungguh takut jika anaknya hanya dijadikan pembantu persis seperti di sinetron-sinetron kesayangannya. Yang miskin selalu menjadi babu di keluarga kaya. Begitulah kurang lebih.Hana mengangguk pelan. Ia sudah yakin dengan keputusannya itu. Adnan dan Inggid pun saling lempar senyum."Hana maunya gimana? Mau dilamar dulu atau langsung nikah aja?" Adnan to the poin. Sebenarnya ia sudah tidak sabar melihat Rayhan menikah agar tidak lagi suka keluar malam tanpa tujuan. Namun, ia akan menjunjung tinggi rasa hormat pada calon besannya itu, terlebih Hana, calon menantunya. Adnan akan melangsungkan acara sesuai kemauan Hana dan calon besannya."Langsung nikah aja, Pak! Nggak usah ada lamar melamar. Benar kata Bapak, kita nggak boleh mempersulit sesuatu yang baik. Lebih cepat lebih baik kan, Pak, Buk?""Tapi, kalaupun mau nikah, tunggulah selesai kakak kami menikahkan anaknya. Baru kita langsungkan terus acaranya. Kebetulan kakak kandung saya juga mau menikahkan anaknya dalam Minggu ini." Jelas Nining yang membuat Adnan dan Inggid mengangguk setuju. Sementara Hana, masih ada rasa patah hati dalam dirinya mendengar pernikahan yang akan digelar. Bertahun-tahun menjalin hubungan dengan Ridwan tanpa pernah dihadapkan dengan masalah berat, membuat Hana tak semudah itu melupakan cinta pertamanya. Bahkan sampai saat ini nama Ridwan masih melekat erat di relung hatinya, meskipun Hana sadar bahwa ini adalah salah."Oh ya sudah, kita ikuti instruksi dari sini , Buk. Kita ngikut aja" jawab Inggid."Tapi kalau bisa, kita nggak usah terlalu lama mengulur waktu! Lebih cepat lebih baik kan ya, Buk?" Sambung Adnan. Sebenarnya ia takut kalau anak lelakinya itu berubah pikiran. Dulu juga pernah kejadian seperti itu, Rayhan diam-diam pergi begitu saja saat mau dijodohkan. Adnan tak ingin kejadian itu terulang lagi.Nining hanya mengulas senyum mendengar ucapan calon besannya yang terkesan ingin buru-buru menikahkan anaknya."Ayo, Pak, Buk. Diminum dulu tehnya!" Ucap Nining sambil menunjuk dengan telapak tangan teh yang sudah tak lagi mengepul asapnya.Adnan dan Inggit pun mulai menyeruput teh buatan Hana.***"Ray, Loe kenapa sih kok uring-uringan gitu. Seharusnya Loe itu happy dong karena bentar lagi bakal nikah. Jadi penasaran gue sama cewek itu, gimana ya tampangnya sampe bokap Loe nekad jodohin Loe sama dia?" Arfan senang karena sahabatnya itu akan segera melepas masa lajangnya."Apaan sih, Loe. Bukannya cari cara supaya gue bisa mangkir dari perjodohan ini, malah kayak kegirangan gitu. Loe itu sebenarnya sahabat gue apa sahabat papa gue sih? Heran," Rayhan mencebik kesal."Hei, nikah itu enak, Bro. Loe nanti bakal ada yang ngurus, ada yang perhatiin dan ada yang ngebucinin. Dan itu semua enak, Bro. Bisa ...." Arfan menepuk-nepukkan tangannya menandakan sebuah hubungan suami istri."Halah dasar omes, Lu. Loe liat tuh si Fikri, mana ada waktu dia buat kita setelah nikah. Jangankan ngumpul, nelpon aja nggak pernah kan? Loe mau gue kayak gitu?" Rayhan menatap sahabatnya itu dengan tatapan pias."Beda dong, Ray. Loe liat gue! Gue walaupun udah nikah dan punya anak tapi gue masih bisa kan ketemu sama Loe. Kalau Si Fikri beda, Ray. Perekonomian dia kan beda sama kita. Dia harus ekstra banting tulang buat nafkahi keluarganya. Sedangkan kita dari keluarga berada, tapi sih gue yakin, Si Fikri itu juga bahagia banget. Kalau pas kita ketemu nggak pernah tuh dia curhat tentang rumah tangganya. Lagi pula istri Si Fikri itu teman istri gue. Walaupun sederhana tapi mereka bahagia banget, Ray. Percaya sama gue! Loe pasti bisa lupain Si Anisa itu. Dia itu masa lalu, nggak pantas dikenang dan Loe nggak bisa mengharapkan dia kembali lagi," ucap Arfan panjang lebar. Ia yakin saat ini Rayhan cuma butuh sedikit diyakinkan atas pernikahannya yang mendadak ini.Rayhan terdiam mendengar ucapan Arfan. Ada benarnya juga apa yang dikatakan Arfan. Namun, ia memang belum bisa melupakan masa lalunya itu dan entah bagaimana nanti jika Anisa kembali setelah dirinya menikahi Hana. Sementara kedua orang tuanya tak lagi bisa menunggu untuk Rayhan tidak menikah.Rayhan masih sangat mencintai Anisa. Anisa wanita pertama yang ia cinta, meski sekarang Rayhan sudah kehilangan komunikasi dengan Anisa. Namun, ia yakin bahwa suatu saat nanti Anisa akan kembali padanya."Lagian kenapa nggak bicara aja sama orang tua, kalau loe itu punya gebetan? Masak iya papa mama Loe nggak mau ngerti?" Arfan mencoba mencari solusi untuk sahabatnya itu."Nggak sesimpel itu, Fan. Gue udah pernah jelasin ke mereka, tapi memang mereka nggak mau tau lagi alasan gue. Kerena memang gue selalu gagal buat bawa Anisa ke orang tua gue. Bahkan itu jauh sebelum kami putus kontak." Rayhan tampak kesal. Ia memukul angin karena geram."Gue yakin Anisa pasti kembali ke pelukan gue, Fan. Dia cinta pertama gue, begitu juga gue. Gue itu cinta pertamanya. Sama seperti gue yang nggak bisa ngelupain dia, dia pun pasti ngerasain apa yang gue rasa.""Hmmm ..., Yaudah deh terserah Loe maunya gimana. Pokoknya apapun keputusannya, gue ngikut dan dukung Loe." Arfan kembali menghidupkan rokok yang sempat mati karena pembicaraan serius ini.Sementara Rayhan, tatapannya kosong. Memikirkan antara Anisa dan wanita pilihan orang tuanya. Sementara pilihannya tentu saja lebih berat ke Anisa, cinta pertamanya.Bersambung****Pergi begitu saja meninggalkan Anisa dan senyum Anisa yang tadinya semeringah memudar kala Rayhan berdiri dan mulai meninggalkannya. "Rayhan ...," panggil Anisa sambil mengejar Rayhan, tetapi langkah Rayhan terlalu panjang sehingga tak terkejar olehnya. Sementara Rayhan tetap memaksa mengendarai mobilnya agar sampai di rumah. Dorongan hasrat ini harus segera dituntaskan, jika tidak maka itu akan menjadi siksaan batin yang bisa saja membuatnya gila. Rayhan membuka kancing kemeja bagian atas hingga menampakkan bulu-bulu halus itu. Setelah sampai di garasi, ia pun lantas berlari ke arah rumah. Masuk dengan kunci yang ada padanya. Hana baru saja keluar dari kamarnya dengan kepala yang masih berbalut handuk. Ia terperanjat melihat gelagat aneh sang suami yang tak seperti biasa. "Hana," lirih Rayhan sambil berjalan mendekat pada wanita yang hanya memiliki tinggi tubuh sekitar seratus enam puluh cm itu. Mengangkat tubuh Hana dan membawanya menuju kamar terdekat, yaitu kamar Hana. "Mas,
"Apa betul mama menerima sejumlah uang dari keluarga Rina dan sebagai gantinya aku harus menikahi Rina? Betul itu, Ma?" tanya Ridwan dengan suara lantang dan mata yang membulat. "Ridwan, kamu ini datang-datang bukannya kasih salam dulu, malah nanya yang nggak-nggak." Lastri mencebik kesal, ada rasa takut dalam hatinya sekaligus heran mengapa rahasia ini bisa sampai bocor."Tolong jawab aja, Ma! Jawab yang jujur!" sentak Ridwan sehingga Lastri terkejut dan semakin ketakutan. Namun, berusaha bersikap tenang.Lastri terdiam dan itu sudah menjadi jawaban untuk Ridwan. Ia menggeleng pelan, tak menyangka bahwa sang ibu telah menjual dirinya demi uang, padahal Ridwan berusaha menerima jodoh yang ibunya pilihkan. Berharap ini adalah pilihan terbaik, meski Harau mengabaikan hati dan cintanya pada Hana."Ridwan ... Wan, mau kemana kamu? Mama mau jelasin sesuatu sama kamu," teriak Lastri saat Ridwan pergi dari hadapannya.Melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga ia tak perduli lagi ten
"Seharusnya Abang pulang langsung ke rumah. Bukannya malah cari perhatian sama Hana. ingat, Bang! Hana itu udah punya suami dan kamu juga udah punya aku," ucap Rina. Dengan kondisinya yang sedang sakit, ia nekad pergi ke rumah Nining untuk menjemput sang suami. Karena sedari tadi ia duduk di depan terasnya untuk memantau acara yang dibuat Hana dan ibunya.Melihat mobil yang biasa suaminya kendarai pulang cepat, Rina pun bergegas ke rumah itu. Namun, kedatangannya itu ternyata untuk melihat sang suami sedang saling tatap dengan Hana. Kedua tangan Ridwan menyangga tubuh Hana agar tidak jatuh. Ingin rasanya ia langsung berteriak dan melerai keduanya. Namun, ia tak kuasa melakukannya karena kakinya terasa lemas. Pun Nining segera memberi kode kepada kedua orang yang tengah berpandangan itu hingga keduanya sadar dan melepaskan diri.Rina bisa melihat bahwa suaminya masih menyimpan rasa terhadap Hana. Terbukti saat Ridwan masih saja menatap Hana yang melenggang pergi."Abang nggak sengaja
"Bangun! Bangun, Mas!" Hana menggoyang dan menepuk punggung tangan Rayhan supaya bangun. Kerena waktu subuh tidak banyak jika untuk mengerjakan wajibnya.Berulang kali Hana mencoba membangunkan hingga ia lelah dan membelakangi posisi Rayhan. Tetiba muncul keisengannya.Hana mendekat pada wajah Rayhan yang masih tertidur pulas. Menatapnya dari dekat, begitu dekat, bahkan sangat dekat. Hingga Hana dapat merasakan terpaan hangat nafas Rayhan. Ia pejamkan mata merasakan debaran jantung yang mulai tak beraturan.Rayhan mengerjakan mata, melihat Hana yang begitu dekat dengannya. Entah mengapa ada rasa nyaman dan menginginkan waktu berhenti agar Hana tak berlalu dari hadapannya.Muncul pula ide dalam benaknya agar Hana tak segera berlalu. Rayhan memeluk Hana sambil membenarkan posisi ternyaman, matanya masih terpejam agar Hana menganggap ini adalah ketidak sengajaan yang tercipta.Hana membulatkan matanya saat dirinya malah terjebak dalam pelukan Rayhan. Semakin ia berusaha melepaskan diri,
"Sebaiknya jangan ,Nak. Selagi masih bisa diatasi dengan kata-kata, biarlah! Ibu juga nggak tega kalau budenya Hana masuk penjara," ujar Nining dengan tatapan sendu."Keterlaluan, Buk," ketus Hana. Ia sudah lelah menghadapi sikap Obed yang selalu ingin menang sendiri."Ya udah kita masuk yuk!" ajak Nining. Malam itu, Rayhan jadi tak sampai hati untuk meninggalkan rumah itu. Ia tak ingin jika Obed datang lagi dan menekan ibu mertuanya. Saat di kamar, Rayhan menelpon seseorang untuk berjaga-jaga di rumah mertuanya besok. Perempuan dan tentunya bisa bela diri untuk menjaga Nining saat Obed tiba-tiba mengamuk.Hana baru saja masuk ke dalam kamar. Ia ingin berganti baju.Berjalan menuju lemari dan mengambil baju yang ia inginkan. Setelah itu berganti di dalam kamar mandi."Kamu mau tidur di kamar ibu kamu lagi?" tanya Rayhan saat Hana baru saja ingin memutar handle pintu kamar. Ia memang akan keluar dari kamar itu."Kamu mau ibu kamu curiga, terus nambahin beban pikirannya, hmm? Anak maca
Sementara Hana mengerti betul bahwa Ridwan masih menyimpan rasa. Itu terlihat dari ekspresi cemburu yang tak bisa Ridwan tutupi darinya.Sama seperti dirinya yang tak bisa langsung membunuh cinta terhadap Hana, begitu jugalah Hana yang sulit mengubur masa indah saat menjalin kasih dengannya.Rayhan langsung membuka pintu mobil, diikuti Ridwan yang juga baru sadar dengan ketidakfokusannya.Setelah kepergian Rayhan dan Ridwan, Hana pun ingin berlalu masuk ke dalam rumah. Namun, langkahnya ya terhenti saat Obed memanggil namanya."Hana ...," panggil Obed sambil berjalan mendekat pada Hana diikuti Hana yang menoleh ke sumber suara."Jangan mentang-mentang kamu itu istrinya orang kaya, bos besar, terus kelakuan pun udah sombong," ucap Obed dengan berkacak pinggang, menatap tajam pada Hana yang hanya diam dengan kedua alis seakan tertaut."Sombong apanya, Bude?""Jangan sok-sokan nggak tahu lah! Pasti selama ini Ridwan itu pulang malam terus dari tempat kerja karena kamu yang suruh, Kan? Ka
Menghirup udara malam di depan rumah orang tuanya membuat Hana seakan mengulang masa lalu saat di mana dirinya diasuh dan dibesarkan oleh kedua orang tua yang begitu menyayanginya.KreeeeetSuara pintu terbuka, Hana langsung menatap wajah ibunya yang muncul dari balik pintu. Berlari dan memeluk sang ibu, seakan ingin melebur semua rasa rindu dalam hatinya.Rayhan pun turun dari motornya, mendekat dan mencium punggung tangan Nining dengan takzim."Kalian pulang, Nak. Ibu senang banget. Ayo masuk!" Nining merangkul pinggang Hana dan menuntunnya masuk. "Mimpi apa semalam ibu, bisa lihat kalian datang, ibu nggak nyangka," ujar Nining dengan mata yang tampak berkaca-kaca. Beberapa hari ini ia selalu melangitkan doa agar anak semata wayangnya itu datang mengobati rindu yang kian bersemayam dalam hatinya. Allah maha baik, ia dipertemukan dengan sang anak yang menurut logikanya tak mungkin muncul malam ini."Hana katanya kangen, Buk," sambung Rayhan yang berjalan di belakang kedua wanita itu
Hari ini malas sekali rasanya Rayhan untuk pergi ke kantor. Suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja karena Hana yang masih marah padanya.Seharian di kamar membuat dirinya lapar dan memilih turun ke lantai bawah menuju dapur. Hana baru saja selesai dengan makannya, ia hanya memasak mie instan, itupun hanya di rendam beberapa menit dengan air panas dan langsung ia santap.Hari ini moodnya juga sedang tidak baik. maka dari itu ia memilih berdiam diri di kamar yang baru saja dikosongkan oleh Inggit.Keduanya berpapasan di pintu yang menghubungkan antara dapur dan ruang tengah. Tak saling sapa walaupun Rayhan sengaja menyentuh jari-jemari Hana sebagai suatu gurauan.Namun Hana sama sekali tak memperdulikan itu. Ia tetap fokus menuju kamar, dan membiarkan Rayhan berpikir untuk mengisi perutnya sendiri. Hana tidak masak sesuatu untuk Rayhan, ia tak perduli dan sesekali ingin memberikan lelaki itu pelajaran."Ya ampun, nggak ada makanan. Gimana sih? Lagi marah ya marah aja, tapi jangan s
Setelah hatinya sedikit tenang, Hana pun berlalu ke kamarnya dengan map yang diberikan oleh Ridwan tadi. Sementara Rayhan baru saja keluar dari dalam kamar mandi."Dari bang Ridwan," ucap Hana sambil meletakkan map itu di meja telat di hadapan Rayhan berdiri. Setelah itu putar arah dan akan keluar dari kamar ini. Karena bertemu dengan Rayhan akan semakin memperburuk suasana hatinya.Lebih baik ia memilih sendiri dulu dari pada bersama Rayhan, Hana belum siap untuk mendapat sebuah kata-kata kasar lagi malam ini."Tunggu!" ucap Rayhan sebelum Hana memutar handle pintu. Hana mematung, fokus mendengarkan apa yang akan dikatakan Rayhan."Jadi udah ketemu sama mantan?" tanya Rayhan."Seperti yang kamu tahu.""Menikmati? Bahagia?" cecar Rayhan lagi dan Hana tak mengerti maksud dari pertanyaan itu."Maksud kamu apa, Mas?" Rania berbalik dan menatap Rayhan dengan tatapan tajam."Jangan bohongi diri kamu, kalian pacaran lebih dari lima tahun dan rasa itu nggak mungkin berakhir begitu saja. Saya