Jihan benar-benar terbuai oleh perbuatan Darren yang menggila pada tubuhnya. Namun, Jihan berusaha keras untuk tidak menunjukannya, hingga membuat Darren merasa di atas angin. Jihan menutup rapat mulutnya dengan cara menggigitnya."Elina," kata itu lolos dari mulut Darren dengan penuh hasrat di telinga Jihan.Hanya dengan satu kata itu saja. Semua kenikmatan yang Jihan rasakan lenyap sudah. Tergantikan oleh keheranan luar biasa. Siapa itu Elina? Hati Jihan bertanya-tanya hingga tangan Darren yang berniat menggenggam pinggangnya. Jihan gunakan kesempatan itu untuk mendorong Darren darinya.Darren sendiri terkejut saat Jihan berhasil terlepas, terburu Jihan menarik asal pakaian di lantai kemudian berlari dan mengunci diri di kamar mandi. Tanpa memakai apa pun Darren juga terburu mengejarnya."Jihan, buka pintunya," pinta Darren sembari mengetuk permukaan pintu kamar mandi cukup keras."Jihan kau dengar tidak? Buka pintunya cepat!"Jemari Jihan mencengkram erat baju di tangannya, perlaha
"Kau mau bunuh diri karena aku menyentuhmu, iya!" seru Darren kesal.Bukannya menjawab, Jihan malah menunjuk pada pintu kamar yang terbuka. Pembantu yang semula nampak cemas dan ingin ikut mencegah Jihan bunuh diri, sekarang malah menguping. Darren yang mengerti langsung mendengkus, berjalan pergi dan menutup pintu.Meski mata Darren sempat menatapi wajah para pembantu, hingga membuat mereka bergegas menjauh. Darren sendiri mendekat dan menatap sengit pada Jihan. Apalagi saat melihat mata sang istri yang bengkak karena kelamaan menangis."Jelaskan," titah Darren duduk di atas ranjang.Jihan hanya diam saja, tak ada niatan untuk menjawab. Bahkan, sekarang kepala Jihan melengos dengan mata seperti tak sudi menatap Darren. Hal itu membuat sang suami marah.Hingga Darren bangkit hanya untuk menggiring Jihan dan terjatuh ke sofa kamar. Jihan melotot terkejut dan terburu mendorong pundak Darren, tapi suaminya malah mencengkram kedua tangannya dan menatap tajam. "Bapak mau apa!" Jihan jelas
Yohan menatap Susan dengan pandangan menyelidik. "Jangan bilang, kau sejak muda mengabdi pada tuanmu, menolak menikah. Kau tertarik pada Pak Darren?"Susan menggelengkan kepala. "Tidak, bukan seperti itu.""Wah parah. Nyonya kau harus hati-hati, bisa saja suatu hari Susan menarik suamimu ke kamar saat kau tak ada," tuding Yohan.Susan menatap terkejut. "Tidak Nyonya. Saya tidak ada niatan seperti itu. Saya masuk ke rumah ini karena ingin membalas budi pada Tuan."Balas budi. Jihan teringat dengan pernikahannya yang pertama. Semua dimulai dengan kata balas budi, hingga berujung menikah dan akhirnya disakiti. Jihan menatap Susan yang terus saja menggeleng dengan wajah takut ini.Jihan tersenyum. "Bagaimana kalau kita tukar status saja? Jangankan kamar, status istri saja aku bisa berikan."Susan yang mendengar hal itu langsung berlutut, bahkan memohon ampun pada Jihan dan Darren. Sementara mata Darren melotot sangat tajam begitu mendengar ucapannya."Apa maksudmu? Bertukar posisi?" Darre
"Kalau mau nganu itu, wajib kunci pintu. Kalian ini lupa kalau di rumah ada Bella? Kalau yang lihat Bella bagaimana?" omel Aksa malah membuat pintu semakin terbuka lebar.Darren sendiri benar-benar menjauh setelah mendapatkan ponsel. Sementara Jihan terburu duduk di tepi ranjang. Jihan benar-benar gugup dan hanya bisa membisu saja."Sejak kecil aku sudah mengajari Bella untuk punya adab saat masuk kamar yang bukan miliknya," sahut Darren.Sang kakak yang merasa tersindir langsung menunjuk diri sendiri. "Jadi, maksudmu aku tidak punya adab begitu?""Bagus kalau kau memang sadar diri," celetuk Darren mulai melangkah keluar kamar.Aksa sendiri juga terburu keluar. Sebelum Darren mengamuk atau sampai terdengar gosip antara pembantu, kalau Aksa berada di kamar yang sama dengan adik ipar."Aku tidak menyangka, kalau kalian berdua tidur satu kamar. Pria sepertimu yang begitu mencintai istri pertama, tiba-tiba saja menikah, itu saja susah begitu menggemparkan seluruh keluarga," singgung Aksa.
"Sialan! Berani sekali kau menyebut adik iparku babu!" seru Luna marah dan kembali menampar, bahkan melanjutkan menjambak.Yuna yang tak mau kalah, langsung menyerang Luna dengan tak kalah sengit. Jihan yang merasa tidak bisa melerai, langsung berlari dan meminta bantuan untuk melepaskan mereka. Hingga pengunjung sekitar membantu memegangi tubuh Luna dan Yuna supaya tidak bertengkar lagi."Kemari kau wanita sialan!" seru Yuna terlihat sangat emosian.Sementara Luna minta dilepaskan oleh orang sekitar dan menatap remeh pada Yuna. "Anjing kalau menggonggong ternyata berisik juga ya.""Apa kau bilang! Kau yang anjing gila!"Luna tersenyum sinis melihat kondisi Yuna yang sangat berantakan. Hingga pihak keamanan telah datang. Hal itu membuat Yuna tersenyum di atas angin, sebab merasa kalau wanita yang bertengkar dengan dia akan ditangkap. Kemudian dikeluarkan dari mall secara tidak hormat.Tapi, Yuna nampak terkejut saat pihak keamanan justru hanya menggiring dia untuk keluar. Malah seoran
Mata Jihan mengerjap melihat reaksi dari Darren yang terlihat biasa saja. Jihan mengira kalau suami kontraknya ini bakal marah, sebab masa lalunya sebagai janda dan tak becus mengurus anak hingga meninggal diketahui oleh Luna. Hal itu bisa saja jadi kelemahan untuk Darren."Anu, Pak--Mas. Bukankah bisa gawat kalau kak Luna tahu?"Darren menatap Jihan serius. "Kau takut kalau kak Luna akan mengatakannya pada keluargaku?"Kepala Jihan mengangguk. "Iya Mas.""Kak Luna bukan orang yang berpihak pada keluargaku," sahut Darren."Aku juga tidak peduli dengan pandangan mereka terhadapmu. Aku hanya perlu kau fokus mengurus Bella dan berpura--"Jihan menatap Darren yang berhenti bicara dan melirik ke arah pintu. Jihan tertegun saat Darren tiba-tiba saja menarik tangannya, hingga membuat Jihan terjatuh di atas pangkuan suaminya. Tangan Darren pun memeluk perutnya, ketika Jihan berusaha memberontak, Darren memeluk erat."Ada yang datang," bisik Darren.Jihan menjadi membisu dengan jantung yang be
Jihan membulatkan mata saat mendengar bahwa Darren menginginkan tubuhnya. Jihan berusaha memberontak, tapi Darren menciumnya dengan sangat rakus. Bukan hanya tak bisa bicara. Bergerak saja Jihan kesulitan."Jihan diam dan menurutlah," pinta Darren dengan kesal sebab dirinya selalu memberontak."Ini tidak benar Pak. Bagaimana bisa kau mau melakukannya padaku? Terakhir kali aku tidak begitu mempermasalahkannya, karena saat itu kau dikuasai oleh hasrat dari minuman yang kau minum. Sementara sekarang kau dalam kondisi sadar, Pak."Darren tersenyum sinis. "Saat itu aku juga sadar, sama sekali tidak mabuk. Makanya aku ingin tubuhmu, karena aku sangat sadar dan merasa kau menyenangkan."Jihan tertegun mendengar fakta bahwa bagi Darren, dirinya menyenangkan. Makanya diinginkan kembali untuk menjadi penghangat ranjang. Jadi, meski Jihan menolak pun, Darren akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan kepuasan melalui dirinya.***Tengah malam. Jihan menuruni ranjang dan memunguti pakaiannya y
"Kau memanggilku mama? Ah, senangnya." Jihan langsung memeluk anaknya.Bella tersenyum dan melingkarkan tangan pada pinggangnya dengan erat. Sementara Luna langsung menutup mulut dengan tangan, saking tidak percayanya pada apa yang barusan masuk ke telinga."Kenapa kau memanggil Jihan dengan Mama?" tanya Luna dengan mata menatap tajam pada Bella."Karena aku kan ibunya, Kak," sahut Jihan mewakili Bella yang hanya diam.Luna menyeringai mendengar penuturannya, lantas mulai berbalik dan berjalan pergi. "Jangan lupakan jati dirimu sendiri. Kau bisa buat anakmu sedih karena begitu senang mendengar anak orang lain mengakuimu sebagai ibunya."Senyum di bibir Jihan langsung hilang sempurna. Mendengar Luna menyinggung, membuat Jihan teringat dengan anak kandungnya. Memang, Jihan tidak bisa melupakan putri kecilnya. Tapi, terlepas dari itu semua, ada anak yang harus dirinya sayangi sebagai konsekuensi karena Jihan menikahi ayahnya."Mama mau ke kantor papa sebentar. Bella tidak apa kan ditingg