Share

2 : Suami Boros

Author: Az Zidan
last update Last Updated: 2024-08-06 02:05:27

Satu tahun terlewat. Bukan hal mudah bagi Dara menjalani kehidupan penuh dengan luapan emosi setiap harinya. Tidak sampai satu bulan hubungan harmonis yang menjanjikan itu. Nyatanya setiap waktu Dara dan Raka bisa saja memiliki pendapat yang bertentangan.

“Kamu di mana, Mas? Ini sudah jam sembilan, kenapa belum pulang juga?” tanya Dara dengan suara lembut. Dia lelah bertengkar dan harus terus menunggu sang suami pulang larut sepanjang waktu 24x7.

“Dua jam lagi aku balik, Da. Kamu tidur dulu saja, nggak usah nunggu aku balik.”

“Tapi, Mas. Aku—” panggilan terputus tanpa Dara mampu menyelesaikan kalimatnya.

Gadis itu mengusap wajah gusar. Ada desir perih dalam perutnya. Ia kembali membuka dompet yang teronggok di meja. Sudah puluhan kali dia membukanya dan mendapati hal yang tidak akan berubah. Sama sekali tidak dilihat uang di sana. kecuali koin lima ratus rupiah untuk penunggu.

“Ck! Sampai mata belekan juga nggak bakal beranak kan duit ini,” gerutunya. Ia kembali melempar dompet bewarna salem itu di atas meja, tergeser jauh hingga terjatuh di atas lantai saking kerasnya Dara melontarkannya.

Desing motor matic Raka terdengar. Dara meninggalkan kegiatannya yang sudah berjalan lima jam di kursi kayu itu, menarik pantat untuk menyambut kedatangan sang suami. Ini bukan lagi jam sebelas, tetapi lebih tiga puluh tiga menit.

“Kenapa belum tidur?” Begitu daun pintu yang menderit itu menyambut Raka, lontaran pertanyaan itu juga menggelontor keluar dari mulutnya.

“Aku menunggumu, Mas. Lagian kenapa kamu terus balik malem-malem, sih, Mas?” Ia merebut pelan tas jinjing Raka. Meletakkannya di meja bersisihan dengan laptop miliknya.

“Banku tadi bocor. Lain kali nggak usah nungguin. Kamu bisa kan langsung tidur.”

“Aku pengen ngobrol bareng kamu. Pengen makan malem bareng kamu, Mas.”

“Aku sudah makan,” jawab Raka, seraya melepaskan dua kancing kemeja yang sudah seharian mencekik lehernya. Kemudian dua kancing di pergelangan tangan.

Bahu Dara merosot. “Tapi aku belum. Mas gajian kan hari ini?”

“Terus?” Dara mengerutkan dahi. Matanya menyipit tajam seakan ingin memperjelas kata terus yang baru saja terucap dari bibir suaminya.

“Maksudnya terus gimana, Mas? Gaji ngajarku belum keluar. Hasil nulis juga belum cair, nunggu akhir bulan,” papar Dara. Sekuat hati dia menahan gejolak emosinya.

“Aku nggak ada, Dara. Lima ratus ribu aku buat beli ban. Aku bilang kan tadi banku bocor. Terus lima puluh ribu lagi—"

"Ban lima ratus ribu? Kamu beli ban apa? Ban tronton? Lagian kenapa nggak ditambal aja, sih?" sergah Dara kaget. Ban apa semahal itu? Apa berlapis baja?

"Bannya udah banyak tambalan Dara. Kudu diganti, udah gak bisa ditolong."

"Ya tapi lima ratus ribu— sumpah, kamu beli ban tronton, ya?" Dara tertawa geli. Mencoba mengajak suaminya bercanda, kendati batin dan pikirannya menolak alasan gila itu. Kemarahannya sudah diubun-ubun. Namun, Dara hanya bisa mengeram tertahan.

Raka menimpali senyum Dara. "Ini lucu— Dara." Lantas raut wajahnya kembali masam. Seolah senyum itu adalah balasan dari ejekan Dara sebelumnya.

"Terus, sekarang gimana? Aku nungguin kamu, aku belum masak belum makan sejak pagi, Mas."

"Aku udah makan tadi ada temen punya hajat."

"Lha aku? Aku gimana, Mas? Aku juga punya perut, aku laper. Cuma ada lima ratus perak di dompetku, Mas Raka.” Dara mendengus pelan. Dia masih tidak ingin menunjukkan bagaimana dia begitu kesal sekarang.

"Aku yakin masih ada sisa kan? Gaji kamu dua setengah juta, berarti masih ada dua juta dong," imbuh Dara. Mencari sisa-sia upah barangkali ada. Dara berdiri di sisi sang suami. Tangannya menengadah untuk meminta uang sisa gaji sang suami dengan balutan senyum antusias.

"Satu juta aku buat bayar kontrakan kita. Seratus buat bensin sama rokok. Tiga ratus buat bayar utang temen. Terus—"

"Cukup! Sekarang berapa pun sisanya bagi aku, Mas. Aku mau beli mi instan buat ngeganjel perutku yang udah perih sejak pagi,” seru Dara. Dia sudah tidak tahan. Perutnya hanya digelontor dengan air putih saja sejak bangun tidur, karena tadi, Raka bilang kalau sabar dulu sampai nanti malem ya, aku gajian. Nyatanya Dara kudu terima kenyataan perutnya kelat dan bisa saja asam lambung.

"Maaf, Dara nggak ada."

Rahang Dara jatuh. Matanya membeliak tidak percaya.

"Mas! Uang dua setengah juta habis sehari? Terus besok kita mau makan apa?! Kamu—" Dara kehabisan kata. Ia daratkan bokong di kursi kayu dan meraup wajah. Memijit pelipis juga pangkal hidung. Matanya berkunang-kunang menahan semua yang baru saja dia dapatkan.

"Kamu sebenernya niat gak sih, berumah tangga sama aku?" lirih Dara. Dia lelah.

"Kalau aku gak niat ngapain aku nikahin kamu sampe rela diusir dari rumah gedongku sendiri? Gila kamu, ya?!" bentak Raka.

"Terus kalau niat kenapa setiap gajian sedikit aja kamu gak mikirin aku! Ada aja uangnya kamu pakai sendiri. Atau jangan-jangan kamu jajan diluaran sana?!" tuduh Dara.

Plak!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dibuang Suami Setelah Menikah   144 : Bahagia Selalu

    "Siapa aku? Siapa aku yang kalian kenal?" Setelah sekian lama.membisu, bahkan daftar menu yang sebelumnya tersentuh pun kini teronggok tidak dihiraukan. Mereka kalut dengan pemikiran mereka masing-masing. Mereka sibuk meminta maaf dan menantikan jawaban yang diberikan oleh anaknya."Prilly. Dara, bahkan namamu sekarang atau dulu, mommy tidak peduli. Siapa pun nama yang kamu sukai, kamu berhak memakainya. Bu Larasita sudah memberikan nama yang begitu baik, begitu indah dan bagus. Mommy hanya ingin kamu memaafkan kamu, Nak. Mommy telah kehilangan segalanya, penyesalan mommy tidak pernah bisa berhenti setelah mengetahui berita hilangnya, kamu. Mommy minta maaf, Dara." Veily mencoba meraih tangan anaknya.Anak yang tidak pernah dia asuh, tidak pernah dia susui. Tidak pernah berhenti dia rindukan, tetapi tidak pernah ada aksi yang dia lakukan hingga dua puluh enam tahun berlalu. Sebegitu pentingkah Cloe sampai harus melupakan anak mereka yang lainnya?"Ibu," gumam Dara. Air mata yang menet

  • Dibuang Suami Setelah Menikah   143 : Bertemu dan Terungkap

    Sebuah mobil putih berhenti di halaman sempit milik Dara, tepat di bahu jalan mungkin lebih lama. Karena pekarangan rumah itu bahkan tidak muat untuk di masuki motor."Siapa, ya?" tukas Dara dengan tatapan yang lurus ke depan meniti siapa gerangan orang yang menakutkan mobilnya di depan gubuk reyot miliknya."Aku kenal mobil itu," jawab Abby, tetapi dia tidak berniat memberitahukan siapa pemiliknya ke pada Dara. Begitu keduanya tiba dan keluar dari mobil. Dara melihat dua orang berdiri di depan rumahnya dan barang-barang miliknya yang sudah berada di luar rumah.Dara melongo tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Bahkan wanita paruh baya dengan gayanya yang khas dan tubuh yang masih sangat kokoh dan fit itu terlihat berseteru dengan sang pemilik rumah."Tante Veily? Ada apa ini? Ibu Luri, kenapa barang-barang saya di luar?" Dara yang telah berhasil mendekati mereka, langsung bertanya alasan kenapa barang-barang miliknya seolah terbuang."Masih tanya kenapa! Kamu jelas-jelas tidak bi

  • Dibuang Suami Setelah Menikah   142 : Rumah Spesial

    Dalam ruangan yang tidak terlalu besar, mungkin hanya tujuh kali delapan meter, di sana hanya ada ranjang yang memiliki tiang besi dengan ukiran lawas di bagian atas kepala, dua nakas di samping kanan dan kiri tempat meletakkan lampu tidur dan satu sofa serba guna, atau sofa seribu gaya. Ranjang itu sendiri tidak terlalu besar, dengan ukuran besar. Sempit dan memang itu yang diinginkan oleh pemiliknya. Tidak ada almari di dalam ruangan itu, karena bukan difungsikan untuk serba bisa.Almari dan ruang ganti berada di sebelah kamar utama dengan satu pintu penghubung yang hanya ditutup dengan tirai transparan. Di depan kamar sedikit ke kiri adalah ruang baca yang menyuguhkan pemandangan gunung di depannya. Di ruangan paling ujung adalah kamar mandi dan dapur. Ada satu pintu yang menuju ke kebun sayur dan beberapa buah yang bisa hidup di kaki gunung.Di samping ruang tamu, jendela besar yang terpasang kaca itu, tempat bersantai, membaca buku tentunya yang sudah pasti sungai adalah pemandan

  • Dibuang Suami Setelah Menikah   141 : Hari Istimewa

    Lain rasa bahagia yang dirasakan oleh Dara bersama dengan keluarga barunya. Lain pula apa yang dirasakan Ravella pada keluarganya. Semuanya berubah 180° atau mungkin putaran penuh? 360° atau bagaikan dijungkir balikkan sebuah fakta yang mengejutkan nuraninya? Intinya kehidupannya sudah tidak lagi sama dengan kehidupan yang pernah dia rasa sempurna. Dari kubangan dipungut tercuci bersih dan menyombongkan diri, lupa bahwa dia telah merebut kehidupan bahagia seseorang. Kini, semuanya dikembalikan! Dia tetap akan mengingat bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa, yang justru kini harus menanggung beban tetapi orang lain menyebutnya anugerah.Anak— ya! Ravella harus mengurus anaknya seorang diri. Di mana sang ayah mertua meninggal dunia tidak lama setelah dilarikan ke rumah sakit. Sang ibu mertuanya harus syok berat menghadapi kenyataan bahwa dia seorang diri saat ini. Ia juga tidak akan menerima kehadiran Ravella tanpa Raka. Membiarkan wanita itu terkatung-katung tidak jelas bersama cucunya. A

  • Dibuang Suami Setelah Menikah   140 : Penebusan

    Dalam perjalanan pulang mengantar Dara pulang dengan hati yang diliputi rasa malu, Abby bungkam. tidak ada sepatah kata yang keluar kecuali ungkapan maaf."Maafkan aku, Dara. sungguh, kukira Mommy akan luluh saat melihatmu. tapi, dia justru bersikap layaknya manusia paling suci.""Aku sama sekali tidak mempermasalahkan semua ini, Bee. Tidak mudah menerimaku di tengah musibah yang telah terjadi. Kamu tidak seharusnya marah sama ibumu. Kamu tahu bagaimana aku begitu merindukan sosok ibu kan? Maukah kamu kembali ke rumah dan lebih baik kita meminta maaf padanya.""Tidak! dia sudah merendahkanmu, Sayang." Dara menggeleng."Direndahkan tidak selalu rendah kan? Aku punya kamu, aku tidak merasa di rendahkan saat seorang pria membelaku mati-matian. Aku hanya tidak mau hubunganmu dengan Ibu semakin hancur gara-gara aku. Kita kembali, ya?"Menanti beberapa menit untuk menimbang keputusan hingga mobil itu berputar arah kembali ke rumah. Saat kembali membuka pintu yang sempat dua tinggalkan Abby

  • Dibuang Suami Setelah Menikah   139 : Kesadaran

    "Tidak! Aku tidak mau mereka kemari! Kalau pun tetap memaksakan ke sini, ya sudah kamu saja yang layani mereka, Pa!" ketusnya setelah Abrisam menyampaikan jika Abby dan Dara akan ke sini untuk makan malam bersama."Ma! Kenapa kamu sangat membenci Abby? Apa salah dia padamu?" Abrisam duduk di sofa, kemudian menatap tajam istrinya yang masih saja terlihat ketus.Sebetulnya Dayyana juga bingung, jawaban apa yang harus dia lontarkan untuk suaminya. Abby memang anaknya yang cukup baik dan tidak senakal itu sehingga dia tak menyukainya. Hanya saja, mungkin karena dia terlalu menyayangi Aaron membuat dia menomor duakan anaknya yang lain, yakni Abby."Kamu itu ibunya! Kenapa kamu bisa-bisanya bersikap seperti itu pada Abby? Ma, Abby itu anak kita satu-satunya sekarang! Abby satu-satunya penerus keturunan kita! Dia darah daging kita! Abby—""Sejak kecil, Abby selalu kamu bedakan. Padahal dia anak yang baik, Ma. Kenapa bisa-bisanya kamu membeda-bedakan kasih sayang antara Aaron dan Abby? Keduan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status