Perlahan Kalea membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit kamar.
“Kalea.”
Mendengar suara Alby, membuat Kalea mengalihkan pandangannya pada suaminya itu. Melihat suaminya itu, rasanya Kalea benar-benar kesal.
“Kalea, bagaimana keadaanmu? Apa kita perlu ke dokter?”
Kalea selalu suka saat Alby perhatian, tapi tidak kali ini. “Tidak!” Dengan tegas dia langsung menolak sambil membuang muka. Melihat ke arah lain selain Alby.
“Baiklah, kalau begitu kamu istirahat saja dulu. Aku akan berangkat kerja dulu.”
Kelae tidak menjawab ucapan Alby. Masih mengalihkan pandangan ke arah lain. Saat Alby pergi, barulah Kalea merasa tenang. Perasaan Kalea kali ini campur aduk. Sakit, kecewa, dan marah. Hal itu tiba-tiba saja membuatnya pusing lagi.
“Kenapa aku pusing? Apa aku mau datang bulan?” Biasanya rasa pusing itu melanda saat Kalea mau datang bulan, jadi dia menebak-nebak apa yang terjadi. “Tunggu-tunggu.” Namun, saat pikiran tertuju pada jadwal datang bulan, tiba-tiba dia ingat sesuatu. “Aku sudah terlambat datang bulan sebulan.” Alangkah terkejutnya ketika mengetahui jika dirinya belum datang bulan sebulan. Kali ini perasaannya semakin campur aduk, memikirkan apakah mungkin dirinya hamil.
Untuk tahu hal itu, Kalea pun akhirnya memutuskan ke rumah sakit untuk memeriksakan dirinya.
“Saya mau ke dokter kandungan.” Kalea yang melakukan pendaftaran menyebut ke mana dia akan memeriksakan diri.
“Mau dengan dokter siapa?”
“Dr. Derran.” Kalea menyebut salah satu nama dokter di rumah sakit ini. Dr. Derran adalah dokter kandungan Kalea dulu. Sewaktu hamil Kyna, dia memeriksakan kandungan pada dr. Derran.
“Dr. Derran praktik jam sepuluh. Apa Ibu mau menunggu?”
Kalea melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul 09.30. Artinya masih ada tiga puluh menit lagi. Jadi dia harus menunggu lebih dulu.
“Tidak apa-apa.” Kalea sudah nyaman dengan dr. Derran jadi dia memilih untuk tetap menunggu.
Setelah melakukan pendaftaran, segera Kalea ke bagian poli kandungan. Di depan poli kandungan ada banyak bangku, jadi dia bisa duduk di sana.
Namun, langkah Kalea terhenti ketika baru saja berbelok. Dari kejauhan Kalea melihat Alby dan Sandra di depan poli kandungan.
Hancur hati Kalea melihat suaminya mengantarkan selingkuhannya itu ke dokter kandungan. Padahal tadi suaminya itu pamit ke kantor.
Tangan Alby yang membelai lembut perut Sandra pun membuat hati Kalea semakin sakit. Seolah suaminya begitu mencintai anak di dalam kandungan itu. Interaksi Alby dan Sandra yang tampak mesra-saling melemparkan senyuman pun menyadarkan Kalea, kalau memang percuma mempertahankan rumah tangganya.
Tak sanggup melihat itu, Kalea pun berbalik. Berpikir mungkin dia akan ke rumah sakit lain waktu saja.
Namun, baru saja dia berbalik, tiba-tiba tubuhnya tertabrak tubuh seseorang.
“Auuu ....”
“Kamu tidak apa-apa?”
Mendapati pertanyaan itu Kalea menatap pemilik suara. “Dr. Derran.” Dia tampak terkejut bertemu dengan dokter tampan itu.
“Kamu tidak apa-apa?” Dr. Derran kembali bertanya.
“Iya, saya tidak apa-apa, Dok.”
“Syukurlah.” Dr. Derran mengulas senyum manisnya. “Kamu sedang lihat apa?” tanyanya ingin tahu.
Kalea refleks menoleh ke arah di mana suaminya berada.
“Oh ... mereka.” Dr. Derran tampak tidak terkejut ketika melihat suami Kalea dan selingkuhannya.
Dari reaksi Dr. Derran yang tidak terlalu terkejut membuat Kalea penasaran. “Dr. Derran pernah melihat mereka?” Kalea tidak mau penasaran. Karena itu dia memilih untuk bertanya.
“Bulan lalu aku lihat mereka periksa kandungan juga, tapi tidak denganku. Sepertinya suamimu trauma memeriksakan kandungan ke dokter pria.” Dr. Derran menjawab sambi melemparkan candaan.
Mendengar ucapan dr. Derran membuat Kalea semakin terluka. Ternyata sang suami begitu perhatian dengan selingkuhannya itu, sampai-sampai mengantarkannya periksa kandungan.
“Saya permisi dulu, Dok.” Tak mau menunggu lama, Kalea pun berpamitan, tak mau menangis di depan dr. Derran.
Dr. Derran melihat jelas jika mata Kalea berkaca-kaca. Hal itu membuatnya merasa bersalah.
“Tunggu!” Dr. Derran menghentikan Kalea yang mau pergi.
Kalea berhenti lebih dulu.
“Kamu ke sini untuk periksa?” tanya dr. Derran memastikan lebih.
“Tadinya saya mau memeriksakan pada Anda, Dok, tapi sepertinya saya akan kembali besok saja.” Kalea melihat ke arah suaminya yang masih duduk di ruang antre. Dia tidak mau mengantre dan membuatnya bertemu dengan suaminya.
Dr. Derran melihat ke arah suami Kalea. Tampaknya Kalea tidak jadi memeriksakan karena sang suami di sana. Saat memerhatikan suami Kalea, dr. Derran melihat suaminya itu sudah masuk ke ruang dokter.
“Ayo, ke ruanganku,” ajak dr. Derran.
Kalea kembali melihat jam tangan di pergelangan tangannya. “Ini belum jam sepuluh, Dok. Bukannya harusnya dr. Derren belum mulai praktik?”
“Kamu bisa menunggu di dalam ruanganku sampai aku mulai praktik. Jika kamu menunggu di luar, kamu akan bertemu dengan suamimu itu.”
Apa yang dikatakan dr. Derren memang benar. Jika menunggu di luar, pasti Alby dan Sandra akan melihatnya. Namun, jika pulang tanpa tahu apa yang terjadi padanya, tentu saja itu membuatnya penasaran. Kalea harus tahu hari ini juga jika dirinya hamil atau tidak.
“Baik, Dok.”
Akhirnya Kalea ikut dr. Derran untuk ke ruangannya. Di dalam ruangan hanya ada mereka berdua. Perawat belum masuk karena memang masih mempersiapkan data pasien yang akan memeriksakan diri dengan dr. Derren.
“Duduklah.” Dr. Derren mempersilakan Kalea.
Kalea segera duduk di kursi yang berada di depan meja dr. Derren.
“Apa yang terjadi padamu sampai mau memeriksakan padaku?”
“Saya sudah terlambat datang bulan sebulan, Dok.”
Dr. Derran mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kamu sudah cek di rumah?”
Kalea langsung menggeleng. Sejujurnya Kalea takut memeriksakan sendiri. Karena takut melihat hasilnya sendiri.
Dr. Derran pun segera mencatat informasi yang dibutuhkan seperti kapan terakhir datang bulan, berapa lama datang bulan, gejala apa yang dirasakan saat ini. Baru setelah itu, dia memberikan alat untuk menampung urin untuk Kalea.
“Kamu bisa gunakan toilet di sini saja.” Dr. Derran menunjukkan toilet yang berada di dalam ruangannya, karena tidak mau Kalea keluar dan bertemu dengan suaminya.
“Terima kasih, Dok.” Kalea merasa bersyukur sekali karena dr. Derran mengerti sekali jika saat ini dia tidak mau bertemu dengan suaminya.
Akhirnya Kalea ke toilet tersebut, dan keluar dengan satu botol kecil berisi urin yang diminta oleh dr. Derran.
Dr. Derran segera mengecek dengan alat tes kehamilan.
Kalea menunggu dengan duduk di kursi. Perasaannya cemas menunggu hasil pemeriksaan. Masih berdoa jika dia tidak akan hamil.
“Kalea, kamu hamil.”
Pikiran Kalea berkecamuk. Di tengah kekacauan ini, dia justru dinyatakan hamil. Bagaimana bisa ini semua terjadi? Entah harus bahagia atau harus sedih ketika mendapati kabar kehamilannya ini. Pernikahannya sedang di ambang kehancuran, tapi semakin hancur dengan kabar kehamilan ini.
Dr. Derran melihat reaksi Kalea yang tampak sedih. Bingung harus memberikan selamat atau tidak.
“Apa kita bisa lanjutkan pemeriksaan?” tanya dr. Derran.
“Boleh, Dok.”
Dr. Derran segera memeriksa kandungan Kalea dengan alat USG. Terlihat di layar USG jika kandungan Kalea sudah dua bulan. Dr. Derran pun memberikan beberapa hal yang harus dilakukan dan tidak dilakukan saat hamil.
“Kamu bisa datang ke sini sebulan lagi untuk melakukan pemeriksaan.”
“Baik, Dok.”
“Tunggulah di sini dulu. Aku akan minta perawat untuk mengambilkan vitaminmu.”
Kalea merasa beruntung karena dr. Derran begitu perhatian. Bisa dibayangkan jika Kalea harus mengambil vitamin yang diresepkan, pasti akan bertemu dengan suaminya.
“Terima kasih, Dok.”
Kalea menunggu sebentar vitaminnya diambilkan oleh perawat, setelah itu, dia baru pulang. Dia memilih jalan lain agar tidak bertemu dengan sang suami.
Dari rumah sakit, Kalea tidak langsung pulang. Dia menjemput anaknya lebih dahulu dan mengajaknya untuk pergi ke taman bermain lebih dulu. Kalea ingin menenangkan diri lebih dulu sebelum pulang. Kabar kehamilannya ini benar-benar membuat perasaannya tak karuan.
Tepat jam tiga sore barulah Kalea pulang. Namun, sampai di rumah dia dikejutkan dengan banyak orang di sana.
“Ada apa ini?”
Kalea meminta anaknya untuk menunggu di mobil karena dia harus memastikan lebih dulu. Dengan jantung yang berdegup kencang, dia segera turun dari mobil. Langkahnya diayunkan masuk ke rumah untuk tahu apa yang terjadi di rumah.
Langkahnya terhenti di depan pintu saat melihat Sandra yang memakai kebaya putih dan Alby memakai jas hitam. Tampak tiga orang di sana. Satu orang Kalea kenal, yaitu adik Bu Salma yang merupakan paman Alby.
“Kalea kamu sudah pulang?” Sandra menyapa Kalea dengan senyuman.
Senyuman Sandra itu membuat hati Kalea meradang. Dari pakaian yang dipakai Sandra, dia yakin jika hari ini adalah hari pernikahan Sandra dan Alby.
“Apa-apa ini, Mas?” Kalea menatap Alby yang berdiri tepat di samping Sandra.
“Menurutmu kita ke mana?” tanya dr. Derran.Dari jalanan yang dilalui, tentu saja dia tahu ke mana arah mobil. Namun, dia memang ingin memastikan saja.Benar saja. Akhirnya mobil berhenti di depan rumah milik dr. Derrran. Sudah tidak tampak pembangunan sama sekali di rumah tersebut.“Apa sudah jadi?” tanya Kalea menatap sang suami.“Ayo kita lihat saja.”Kalea segera turun sambil menggendong Davi, sedangkan Kyna tampak asyik berjalan bersama dengan sang daddy.Mereka masuk bersama. Saat masuk pekarangan, Kalea dibuat terkejut karena fasad depan benar-benar berubah sekali. Ternyata tidak hanya bagian dalam saja, tapi bagian depan juga yang dirubah. Dindingnya berwarna putih dengan aksen kayu di beberapa sudut, atapnya berwarna abu-abu gelap, dan jendela-jendela besar yang memungkinkan cahaya matahari masuk dengan leluasa. Di depan rumah, ada taman kecil yang dipenuhi bunga berwarna-warni—mawar, melati, dan beberapa tanaman hijau yang tumbuh subur. Sebuah bangku taman berwarna cokelat
Alby mengalihkan pandangan pada pemilik suara itu. Tampak dr. Derran berjalan dengan langkah pasti-menghampiri.“Apa yang terjadi karena Tuhan ingin kamu sadar akan apa yang sudah kamu lakukan. Sehingga ke depan kamu tidak akan melakukan kesalahan lagi.” Dr. Derran kembali melanjutkan ucapannya.Senyum tipis menghiasi wajah Alby. Dr. Derran adalah lelaki yang bijak. Maka memang pantas Kalea mendapatkan pria itu.“Fokuslah pada keluarga. Karena keluarga adalah tempat ternyaman.” Dr. Derran menepuk bahu Alby. “Anak-anakmu adalah keluargamu. Jadi jagalah mereka dengan sepenuh hati.”Alby mengalihkan pandangan ke arah Kyna dan Alysa yang berada di stroller. Dua anaknya adalah hal berharga untuknya.“Kamu memang harus fokus pada anakmu yang sakit, tapi bukan berarti kamu melupakan anak pertamamu. Bagilah kasih sayangmu. Jangan sampai kamu kehilangan seperti dulu kamu kehilangan banyak hal di hidupmu.”Kata-kata yang diucapkan dr. Derran memang ada benarnya. Memang seharusnya Alby membagi w
“Mama.” Kyna langsung memegangi baju Kalea.Kalea tahu persis jika anaknya takut, karena itu dia berusaha untuk menenangkan. “Tidak apa-apa.”Alby yang berjalan sambil mendorong stroller pun langsung menghampiri Kalea dan Kyna.“Kyna.” Alby memanggil sang anak.Kyna takut saat papanya memanggil.“Kyna, tidak apa-apa.” Kalea berusaha meyakinkan sang anak.Kyna yang awalnya takut, akhirnya maju untuk menghampiri sang papa. Alby segera merentangkan tangan menyambut sang anak yang sedang menghampiri.Sebuah pelukan diberikan Alby pada Kyna. Kerinduan yang terpendam saat Alby memeluk anaknya. Rasa bahagia menyelimuti karena dapat melepaskan kerinduan pada anaknya.Kyna merasakan kehangatan sang papa, karena dia cukup lama tidak bertemu dengan papanya.“Kyna, apa kabar?” Alby melepaskan pelukan dan menatap sang anak.“Kyna baik Papa.”Alby membelai lembut wajah Kyna. Merasa benar-benar sedih sudah mengabaikan anaknya cukup lama. Selama ini Alby sibuk mengurus anaknya yang sedang sakit. Haru
Seminggu sudah dr. Derran tidak bekerja. Dia memilih fokus untuk menjaga anaknya. Pagi ini dia mulai praktik lagi. Sengaja dr. Derran berangkat pagi-pagi, karena ada yang ingin dilakukannya.Rumah sakit masih terlihat sepi. Perawat juga baru datang beberapa. Dr. Derran segera ke ruangannya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat seseorang keluar dari ruangannya.“Kamu sudah apa, Olda?” tanya dr. Derran.Olda yang baru saja keluar dari ruangan dr. Derran seketika panik. Seperti maling yang ketahuan mencuri.“Saya hanya merapikan ruangan dr Derran.” Olda memberanikan diri untuk menjawab.Dr. Derran menatap dengan penuh curiga. Masih belum yakin jika Olda benar-benar merapikan ruangannya. Dengan segera, dia membuka pintu. Dilihatnya bunga segar terdapat di vas yang berada di atas meja.“Kamu yang menaruh bunga itu?” tanya dr. Derran penuh selidik.“Iya, Dok.” Olda tidak bisa mengalak lagi.Bunga yang terdapat di atas meja sama persis dengan yang ada di mejanya beberapa waktu lalu. Pik
“Dr. Derran.” Mayra yang melihat dr. Derran memanggilnya, karena ini masih di lingkungan rumah sakit, tentu saja Mayra harus sopan.Dr. Derran menghentikan langkahnya. Padahal dia berniat ke parkirkan untuk mengambil sesuatu di mobilnya.“Ada apa?” tanya dr. Derran dengan sikap dingin.“Bagaimana keadaan istrimu?” tanya Mayra penasaran.“Dia sudah melahirkan. Bayi kami selamat.”“Syukurlah. Aku ikut senang mendengarnya.” Mayra kemarin harus pulang karena ada urusan, karena itu dia langsung meninggalkan Kalea setelah wanita itu dirawat.Saat bersama Mayra, dr. Derran teringat akan sesuatu. “Aku sudah dengar cerita dari Kalea. Maaf jika aku menuduhmu ingin mendekati aku.”“Tidak masalah. Yang terpenting masalahnya sudah diluruskan.” Mayra ikut senang jika ternyata semua sudah tidak ada kesalahpahaman. “Apa kamu sudah menemukan siapa pelakukanya?” tanyanya penasaran.“Belum, aku akan segera mencarinya.”Mayra mengangguk. Itu sudah ranah dr. Derran. Jadi tidak mau ikut campur.Usai berb
“Aku tahu, pasti itu jadi pertanyaan.” Mayra tersenyum. “Waktu itu direktur rumah sakit cabang meminta aku ke rumah sakit pusat. Aku sempat menolak, tetapi dia mengancam akan memecat aku, karena itu aku tetap memilih pindah.”Kalea hanya bisa mengembuskan napasnya kasar.“Jadi dapat atau tidak izin dari Derran, sebenarnya aku tetap akan bekerja di rumah sakit. Aku hanya menghargai dia, karena itu aku berniat meminta izin.”Urusan pekerjaan memang tidak selayaknya dicampur adukkan dengan urusan pribadi. Kalea tahu pasti itu.“Aku sudah tidak mau berhubungan dengan Derran sebenarnya, karena aku tahu seberapa salah aku pada Derran, tapi aku butuh pekerjaan.” Mayra menatap Kalea lekat.Kalea pernah dengar cerita dari suaminya jika dia dan Mayra bercerai karena Mayra memilih pria lain. Saat dipindah tugaskan ke rumah sakit cabang, Mayra menjalin hubungan dengan pengusaha di sana. Hingga akhirnya memilih menikah dengan pengusaha itu dan sejak itu mereka mengakhiri semuanya.Ingin rasanya