Share

6. Aku Ingin Membatalkan

Penulis: Vhiaraya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-04 12:31:48

Dengan sigap, Oxel menyelamatkan lembar surat perjanjian sebelum Sofie berubah pikiran dan merobeknya.

"Apa? Se-se-sepuluh miliar?" Sofie menganga dengan mata terbuka lebar, bahkan langkah kakinya bergerak mundur karena terlalu terkejut.

"Ya, sepuluh miliar," sanggah Oxel tersenyum. Dia terlihat sangat puas melihat reaksi Sofie.

Oxel tahu betul kalau Sofie hanya karyawan biasa di sebuah toko bunga. Bahkan jika harus bekerja dua puluh tahun sekalipun, wanita itu tidak akan pernah sanggup membayarnya.

"Jika kamu sanggup, kamu boleh pergi dari sini," sambung Oxel mencebikkan bibirnya malas.

"Bagaimana bisa dendanya sebanyak itu?" tanya Sofie dengan tangan terkepal.

"Tentu saja karena apa yang akan kamu dapatkan juga sama besarnya, bahkan lebih." Oxel menatap Sofie sambil melipat kedua tangan di dada.

Mendengar ucapan Oxel membuat kepala Sofie semakin sakit. Suhu tubuhnya sudah sangat dingin, bahkan hampir membeku seperti es. Perlahan, wanita itu merasakan tubuhnya seakan melayang dan pandangan mulai mengabur. Sepersekian detik, semua menjadi gelap dan dia pun terjatuh.

"Sofie!" teriak Oxel terkejut.

Pria tampan itu lekas menghampiri dan berusaha menyadarkan dengan cara menepuk-nepuk pipi Sofie.

"Bangun, Sofie, bangun!" Oxel masih berusaha menyadarkan Sofie. "Buka matamu!"

Sekeras apa pun Oxel berusaha, Sofie tetap tak kunjung membuka mata. Terlebih, Oxel merasakan seluruh Sofie yang dingin. Hal itu membuatnya semakin Oxel panik. Dia lekas meraih ponsel di meja dan menghubungi seseorang yang diketahui adalah dokter keluarga.

"Aku tunggu di rumah, secepatnya."

Oxel memutus panggilan dan meletakkan ponselnya di saku jas. Setelah itu, dia mengangkat tubuh Sofie dan membawanya pergi.

***

"Ini benar Tante Sofie, Pa?" Arsene bertanya tanpa mengalihkan pandangan. Dia menatap Sofie dengan raut serius.

Saat ini, Arsene duduk sila di tempat tidur. Sementara Oxel, dia berdiri di dekat pintu dan bersandar pada dinding sambil melipat kedua tangan di dada.

"Mmm," sahut Oxel malas.

Sudah jelas-jelas yang sedang berbaring di depan mata adalah Sofie. Lalu, untuk apa Arsene bertanya padanya seolah tidak percaya. Apa anak semata wayang Oxel ini sangat bahagia ada Sofie di sana?

"Tapi kenapa tubuh Tante Sofie panas sekali? Papa tidak berbuat macam-macam pada Tante Sofie, kan?" Arsene menatap tajam ayahnya dengan raut curiga.

"Astaga!" Oxel mendengus kesal mendapat tuduhan negatif lagi dari sang putra, "Bukankah kamu sudah memeriksanya berkali-kali kalau Tante Sofie-mu itu baik-baik saja?!" sambungnya menggertakkan gigi.

"Tapi--," ujar Arsene terhenti.

Ucapan anak laki-laki itu langsung dipotong begitu saja oleh sang ayah. Tentu saja karena Oxel sudah tahu seperti apa kalimat selanjutnya.

"Kamu pikir mudah menjadikan wanita itu ibumu? Apa perlu papa batalkan semuanya saja?" potong Oxel mengancam.

Sejak Sofie muncul, sikap Arsene berubah drastis. Yang ada di kepala anak laki-lakinya itu hanya ada Sofie, Sofie, dan Sofie. Bahkan Oxel selalu disalahkan demi membela wanita itu.

"Papa!" teriak Arsene dengan manik mata membola. Dia begitu terkejut mendengar penuturan sang ayah.

"Apa?" Oxel menatap tajam putranya.

Arsene lekas bangkit dan mendekat. "Jadi, papa sudah berhasil membujuk Tante Sofie?" tanyanya berbinar dengan kepala mendongak.

"Mmm." Oxel membuang pandangan dengan malas.

Baru saja bersikap tidak sopan dan sekarang bersikap sok manis. Demi apa pun, Oxel tidak pernah menyangka sang putra akan berubah seperti ini. Anak yang biasanya selalu bersikap dingin justru menjadi banyak ekspresi.

"Terima kasih, Papa." Arsene tersenyum bahagia dan langsung memeluk sang ayah, "Aku janji akan jadi anak yang baik," imbuhnya bersemangat.

"Papa pegang kata-kata kamu," ujar Oxel menunduk, menatap putranya serius.

"Iya, Pa," sanggah Arsene mengangguk.

Tanpa melepas pelukan, Arsene menoleh ke arah Sofie dan melihat sebuah pergerakan di jemari wanita itu. Sontak, dia berlari dan melompat ke tempat tidur.

"Tante, Tante Sofie sudah sadar?" tanya Arsene setelah melihat kelopak mata wanita itu perlahan terbuka.

"Arsene. Kenapa kamu di sini?" Sofie menyentuh kepala dan mulai mengedar pandang. "Astaga! Kenapa aku bisa ada di sini?" sambung Sofie langsung langsung beranjak duduk.

"Jangan banyak bergerak, Tante," ucap Arsene terlihat khawatir.

Sayangnya, Sofie tidak menghiraukan ucapan Arsene. Dia terlihat linglung dan mencengkeram kepalanya kuat-kuat. Wanita itu berusaha mengingat apa yang telah terjadi.

"Ya, Tuhan." Sofie meraup wajahnya kasar setelah mengingat apa yang telah terjadi.

"Tante Sofie, kenapa? Ada yang sakit?" tanya Arsene khawatir.

"Kenapa? Kamu sudah ingat?" celetuk Oxel dengan seringai tipisnya.

Dalam hati, Oxel mensyukuri kejadian itu. Andai Sofie tidak jatuh pingsan, mungkin akan ada drama penyesalan dan membuatnya pusing. Beruntung wanita itu tidak sadarkan diri di waktu yang tepat.

"Ka-kamu ...." Sofie menatap Oxel dengan manik mata membola.

"Tante, Tante Sofie!" Arsene memanggil sambil menyentuh lengan Sofie.

Mau tidak mau, Sofie melupakan Oxel sejenak dan beralih menatap Arsene. "Iya, Arsene. Kenapa?"

Jantung sudah berdebar kencang dan pikiran pun kacau mengingat kejadian di ruang kerja Oxel. Akan tetapi, Sofie tetap harus tenang. Tidak mungkin bukan, jika dia terus mengabaikan Arsene dan membahas masalah kecerobohannya di depan anak kecil itu?

"Tante Sofie sudah baik-baik saja, kan?" tanya Arsene masih saja khawatir.

"I-iya, tante hanya sedikit demam," sahut Sofie terbata.

"Sebentar!" Arsene meraih gelas air di meja dan menyerahkannya pada Sofie. "Tante minum dulu."

Sofie meraih gelas air itu dan lekas meneguknya perlahan. Dia termenung sesaat, bahkan menatap Oxel sekilas. Arsene sangat lembut dan perhatian, tetapi kenapa Oxel justru berbanding terbalik?

"Apa Arsene bukan anak kandung si penculik itu?" Sofie bertanya-tanya dalam hati. "Atau Arsene mirip ibunya?"

"Ehem!" Oxel berdehem merasa tidak biasa dengan tatapan Sofie.

"Uhuk-uhuk!" Sofie tersedak karena terkejut dengan suara deheman dan sorot tajam Oxel.

Merasa sudah ketahuan telah curi-curi pandang, Sofie bergegas menatap ke arah lain. Namun sayang, kini lehernya terasa tercekat dan batuknya tak kunjung berhenti.

"Tante Sofie," ujar Arsene khawatir.

Anak laki-laki ini terlihat seperti bapak-bapak yang melihat bayinya tersedak. Khawatir lagi dan lagi padahal Sofie wanita dewasa dan sudah bisa jaga diri.

"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja," kata Sofie berusaha tersenyum, padahal wajahnya sudah memerah dengan sudut mata berair.

"Papa ingin bicara dengan Tante Sofie. Bisakah Arsene keluar sebentar?" ujar Oxel meminta izin.

Alih-alih menjawab, Arsene justru menatap ayahnya curiga. Tatapan matanya sama seperti sebelumnya ketika membela Sofie.

"Kenapa menatap papa seperti itu lagi? Kamu pikir papa kamu ini penjahat?" tanya Oxel dengan nada mengejek.

"Baiklah." Dengan lesu, Oxel menunduk lemah. "Aku keluar dulu ya, Tante Sofie," lanjutnya berpamitan.

Sofie hanya mengangguk dan menatap kepergian Arsene. Sampai pada akhirnya, manik matanya menangkap punggung kokoh Oxel yang sedang menutup pintu.

"Terima kasih karena sudah menolongku, tapi ... maaf mengenai kecerobohanku sebelumnya. Aku ingin membatalkan apa yang sudah aku tandatangani," ucap Sofie dengan raut serius.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dicerai Bajingan Dinikahi Sultan   22. Semua Kacau

    Anggara memang bajingan yang memanfaatkan Sofie selagi Yura tidak ada. Meskipun demikian, Yura tetap tidak terima orang yang paling dicinta direndahkan seperti itu."Akan ku bunuh kamu, jalang!" Yura bersiap menghabisi Sofie, tetapi seruan Lily menghentikannya."Yura, cukup!" bentak Lily murka. Dia berdiri secara tiba-tiba dan menatap tajam temannya.Sejak awal, Lily tahu kalau Yura yang sengaja mencari masalah dengan Sofie. Meski dikalahkan berkali-kali, temannya itu tidak menyerah dan terus-menerus membuat masalah. Sikapnya ini menunjukkan betapa rendah Yura."Lily ...." Yura menatap kecewa temannya. Sudah berteman sejak SMA, tetapi Lily lebih memilih membela Sofie alih-alih membela Yura. Apa harta lebih penting dari pertemanan? Akan tetapi, harta pula yang membawa Yura ke club itu. Jadi, bukankah mereka berdua sama saja?"Tolong berhenti membuat keributan!" ujar Lily dengan raut memohon."Astaga! Kalung berlian sebagus ini kamu dan suamimu jadikan sebagai hadiah?" celetuk Jessica

  • Dicerai Bajingan Dinikahi Sultan   21. Diam, Jalang, Diam!

    Yura tidak menyangka Sofie akan seberani itu. Sudah disudutkan bukannya melemah, tetapi wanita itu justru semakin kuat."Benarkah?" Sofie berdiri. Dia melangkah mendekat ke arah Yura sambil melipat kedua tangan di perut. "Lalu apa yang kamu lakukan di hari satu tahun pernikahanku dan Mas Anggara?""Apa yang akan kamu lakukan, Sofie?!" bentak Yura dengan raut ketakutan.Sebisa mungkin, Yura harus memutarbalikkan keadaan. Jangan sampai semua orang tahu kebenarannya. Apalagi tujuannya datang ke sana demi mendapat teman baru dari kalangan atas."Aku tidak akan melakukan apa-apa. Aku hanya akan mengungkap kebenaran di sini," sahut Sofie santai."Diam!" bentak Yura murka."Kalian tahu?" Sofie mengedar pandang menatap satu per satu penghuni ruangan itu. "Gara-gara Yura yang datang di pernikahan kami dan di hari satu tahun pernikahan kami, aku diceraikan suamiku."Sofie tidak terburu-buru. Dia hanya ingin melihat Yura hancur dengan cara mengungkap kebenaran secara perlahan. Andai wanita itu s

  • Dicerai Bajingan Dinikahi Sultan   20. Dasar Wanita Licik!

    "Bukan itu maksudku, Oxel. Bahkan kartu itu belum aku pakai sama sekali," ucap Sofie berusaha menjelaskan.Kartu yang Oxel berikan pada Sofie belum pernah sekali pun digunakan. Tentu saja karena semua kebutuhan sudah pria itu penuhi. Baik sandang maupun pangan, tanpa kurang suatu apa pun."Lalu?" Oxel ingin Sofie menjelaskan lebih detail."Aku ingin menemani Arsene pergi ke ulang tahun temannya. Dengar-dengar ini bukan perayaan ulang tahun biasa. Jadi, aku ingin kamu menyiapkan gaun edisi terbatas dan hadiah mahal. Kamu tahu maksudku, bukan?" jelas Sofie panjang kali lebar.Jika Oxel belum pernah menemani Arsene ke acara seperti itu, Sofie ingin Memon ini menjadi momen terbaik bagi anak tiri kontraknya. Apalagi mimik sedih yang ditunjukkan ketika mengajaknya. Apa pun yang terjadi, Sofie akan melakukan yang terbaik."Aku mengerti. Aku akan menyiapkan segalanya untukmu juga Arsene," sahut Oxel mantap."Baik, terima kasih." Sofie mengakhiri panggilan dan menatap ke arah samping.Hidup me

  • Dicerai Bajingan Dinikahi Sultan   19. Lepaskan Aku!

    "Aaaa!" Yura berteriak cukup keras dengan manik mata terbuka.Dalam hati, Yura menyesali kebodohannya yang mengabaikan peringatan Anggara untuk tidak mengejar Sofie. Andai dia menurut, mungkin dia akan aman dan sedang memilih perlengkapan bayi."A-aku ... aku tidak jatuh?" batin Yura bertanya-tanya. Dia mencium aroma parfum yang terasa sangat lembut di indera penciumannya."Apa kamu baik-baik saja?""Kok aku seperti kenal suara ini?" bisik Yura dalam hati.Sepersekian detik kemudian, Yura membuka mata dan mendapati dirinya berada dalam dekapan seseorang. Sayangnya, seseorang itu adalah Sofie."Lepas, lepaskan aku!" seru Yura ketus.Bertepatan dengan ucapan Yura, Sofie sudah merasa tidak kuat lagi. Tangannya kebas karena menahan tubuh wanita itu yang tengah berbadan dua."Oke." Sofie mengangkat kedua tangan dengan raut santai."Awww! Brengsek kamu, ya!" Yura memekik kesakitan dan mengumpat.Posisi jatuh Yura tidak terlalu tinggi dan cukup aman. Namun karena orang itu Sofie, jadi dia ti

  • Dicerai Bajingan Dinikahi Sultan   18. Cukup, Yura, Cukup!

    Hanya menatap Sofie sebentar saja sudah membuat Yura mengamuk. Apalagi kalau sampai saling sapa seperti ini. Anggara tidak yakin kejadian di perusahaan tadi tidak akan terulang lagi."Kalau begitu aku permisi, Mas. Kasihan Arsene sudah kelelahan dari pulang sekolah belum istirahat," pamit Sofie mengulas senyum lembut.Untuk apa terus berada di sana sedangkan target sudah melihat. Sofie hanya perlu memberi umpan dan melihat hasilnya nanti. Lagi pula, dia masih ingin bermain-main dan berjanji akan membuat mereka menyesal."Kamu mau ke mana, Sofie?!" teriak Yura dengan langkah besar."Aku mau temani anakku belanja, Yura," sahut Sofie santai.Wanita cantik itu menghentikan langkahnya membuat Arsene pun mengikuti. Dia mengedar pandang menatap orang-orang yang memusatkan atensinya pada Yura. Setelah itu, menoleh ke belakang dan mengedipkan sebelah mata. "Kenapa berhenti, Ma?" tanya Arsene menengadahkan kepala."Tidak apa-apa, Sayang." Sofie membalas, lalu mengusap puncak kepala anak tiri k

  • Dicerai Bajingan Dinikahi Sultan   17. Menghabisimu

    Yura berjalan santai sambil bersiul. Suaranya terdengar mengerikan karena diikuti siulan yang memantul. Tatapan matanya terus tertuju pada Sofie yang masih setia berdiri di depan lift. "Ayolah! Kali ini aku tidak akan hanya mencabik-cabik wajahmu, tapi menghabisimu sekaligus," bisik Yura tersenyum jahat. "Mama!" teriak Arsene memanggil. Sontak, Yura langsung menghentikan langkahnya tepat di samping mobil yang baru saja berhenti. "Ah, sial!" Yura mengumpat dalam hati. Selain ada Arsene, Oxel pun baru saja keluar dari lift. Ternyata mereka berdua sengaja ingin menjemput Arsene di sana. Lalu, bagaimana dengan penglihatan Yura yang melihat Sofie tertawa? "Sialan!" Yura mundur perlahan dan sembunyi di balik mobil yang terparkir. Dia menjulurkan kepalanya sedikit dan mulai memperhatikan. "Halo, Sayang." Sofie berjongkok sambil merentangkan tangan membiarkan Arsene masuk ke dalam pelukan. "Bagaimana kegiatan di sekolah hari ini? Apa menyenangkan?" Harusnya Sofie pergi menjempu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status