Satu tahun menikah, Sofie mendapat fakta mencengangkan bahwa bukan dirinya wanita yang suaminya cintai. Dia digugat cerai tepat di hari satu tahun pernikahannya dengan Anggara. Ternyata, selama ini dia dijadikan sebagai istri pengganti sampai kekasihnya kembali. Demi mempertahankan rumah tangganya yang selama ini baik-baik saja, Sofie menolak perceraian itu. Namun, Anggara justru membawa kekasihnya pulang dan tinggal bersama. Setiap hari bersikap mesra bahkan tidur di kamar yang sama. Tidak tahan melihat semua itu membuat Sofie menyerah. Dia menerima perceraian itu dan menikmati masa kehancurannya. Beruntung, dia bertemu dengan Oxel, pria yang menawarinya pernikahan dengan segala kemewahan. Seperti apa kelanjutan kisah Sofie dan Oxel? Mampukah Sofie menunjukkan pada Anggara bahwa dia bisa bahagia meski tanpanya? Cover by AI and design by me Cerita ini dipublikasikan pada 13 Januari 2025
view moreTerlihat, seorang wanita cantik sedang berbaring di tempat tidur. Lingerie tembus pandang yang melekat di tubuh indahnya berwarna merah menyala. Dia Sofia Larasati atau biasa disapa Sofie. Sorot matanya tertuju pada pintu yang perlahan mulai terbuka.
Sepersekian detik, manik matanya menangkap sosok pria tampan dengan balutan setelan mahal. Pria itu adalah Anggara Guntara, suaminya. Dengan sigap, Sofie beranjak mendekat dan berbisik, "Selamat hari jadi pernikahan kita, Sayang." Sofie memeluk Anggara dan bersiap menariknya ke tempat tidur. Namun, sang suami justru menahan tubuhnya seolah enggan. Hal itu membuat Sofie mengernyit bingung. "Ada apa? Apa ada masalah di kantor?" tanya Sofie lembut. "Aku ingin kita cerai," ujar Anggara datar. Bukannya menjawab pertanyaan yang Sofie lontarkan, Anggara justru melantur meminta cerai. Ucapannya ini terdengar seperti petir di tengah terik. "Cerai? Ya ampun, Mas! Kamu mau prank aku di hari jadi pernikahan kita?" Sofie tersenyum sambil memukul dada bidang Anggara. "Aku serius, Sofie. Aku ingin kita cerai," sergah Anggara masih dengan raut datar. Mendengar ucapan Anggara membuat tubuh Sofie tersentak. Wanita cantik dengan rambut panjang kecoklatan yang tergerai indah itu membuka mata dan mulutnya lebar-lebar. "Tidak, aku tidak percaya." Sofie menggeleng kuat dengan bola mata memerah. "Aku yakin kamu cuma mau prank aku. Iya 'kan, Mas?" "Kalau kamu masih tidak percaya, kamu bisa baca dan tandatangani surat ini." Anggara menyodorkan amplop coklat pada Sofie. Entah sejak kapan amplop coklat itu ada di tangan Anggara. Kenapa Sofie sama sekali tidak melihat? Apa karena dia terlalu fokus pada perubahan sikap sang suami? "A-a-apa ini, Mas?" tanya Sofie terbata. Bibir dan tangan kanan yang hendak meraih amplop coklat itu bergetar. "Surat cerai. Aku mau kamu tandatangani surat itu secepatnya," sahut Anggara menatap Sofie tidak sabaran. "Kamu bohong 'kan, Mas? Kamu cuma mau prank aku, kan?" Terlihat jelas bahwa Sofie berusaha berpikir positif meski hati merasa takut. Tidak mendapat jawaban apa pun membuat Sofie mau tidak mau meraih amplop coklat itu dan membukanya. Bola mata indah wanita itu terbelalak tidak percaya mengetahui bahwa ucapan Anggara memang benar. Sofie menggeleng cepat sambil menyodorkan lembar kertas itu pada Anggara. "I-ini ... ini tidak benar 'kan, Mas?" "Sudahlah! Aku tidak sedang bercanda. Semua yang kamu lihat itu benar, aku ingin kita cerai." Anggara mengibaskan tangan kesal. "Tapi kenapa? Kenapa tiba-tiba kamu mau cerai, Mas, kenapa?" Bulir-bulir bening perlahan jatuh membasahi pipi Sofie. Sejak pertama menikah, kehidupan rumah tangga Sofie dan Anggara selalu diliputi kebahagiaan. Jarang sekali diterpa masalah dan selalu terlihat romantis. Jadi, sulit sekali bagi Sofie untuk percaya. "Yura sudah kembali dan ini saatnya kamu pergi," jawab Anggara sambil membuang pandangan. "A-apa? Jadi, selama ini kamu hanya menjadikanku sebagai pengganti?" Sofie menatap Anggara dengan terkejut. "Terserah kamu mau bilang apa. Lebih baik sekarang, kemasi barang-barangmu dan pergi dari rumah ini," balas Anggara tak acuh. Setelah mengucapkan kata-kata menyakitkan itu, Anggara berbalik dan bersiap pergi. Namun sayang, Sofie langsung memblokir langkahnya dengan cepat. "Tunggu, Mas! Jawab pertanyaan aku!" seru Sofie menggebu. "Cukup, Sofie! Aku menikahimu karena senyummu mirip dengan kekasihku. Jadi, kita cerai saja karena dia sudah kembali." Anggara menatap Sofie tajam. Dia benar-benar kesal karena wanita itu tak kunjung memahami ucapannya. "A-apa?" Lagi-lagi, Sofie dibuat terkejut. Tubuhnya membeku dan air matanya kembali mengerucuk deras. Pada kesempatan ini, Anggara berjalan melewati Sofie. Dia pergi tanpa merasa bersalah sedikit pun. Setelah di depan pintu, dia berkata, "Ayo, Sayang!" Ucapan Anggara terdengar sangat jelas di telinga Sofie. Sontak, dia langsung menoleh ke belakang dan mendapati seorang wanita berpakaian minim tersenyum sinis. Tanpa pikir panjang, dia lekas mengejar dan menyentuh lengan wanita itu dengan kekuatan penuh. "Awww!" pekik Yura kesakitan. "Kenapa, Sayang?" tanya Anggara lembut. Yura tidak menjawab dan hanya menatap lengan kirinya yang memerah dicengkeram Sofie. Lantas, Anggara pun mengikuti arah pandangnya. "Apa yang kamu lakukan, Sofie?!" bentak Anggara dengan manik mata terbelalak. Tangannya pun bergerak cepat melepaskan tangan sang istri dari lengan Yura. "Kamu yang apa-apaan, Mas?! Beraninya kamu membawa wanita murahan ini ke rumah kita!" sanggah Sofie balas membentak. "Mas?" ucap Yura lirih dengan raut sedih. Meski posisi Yura seperti wanita murahan yang mau dibawa ke rumah pria beristri, tetapi dia tetap merasa sakit hati. Ucapan Sofie membuatnya merasa sangat rendah. "Yura kekasihku!" seru Anggara murka. "Bukan! Dia hanya wanita murahan yang ingin merusak rumah tangga kita!" Sofie menunjuk Yura sambil menggeleng kuat. "Beraninya kamu menyebut Yura wanita murahan!" bentak Anggara. Tidak lupa dengan tangan yang diayun tepat ke wajah Sofie. Susah payah Anggara menunggu dan mencari Yura. Kini, di saat sang kekasih sudah kembali, Sofie dengan seenaknya menyebut kekasihnya wanita murahan. Tidak bisa dibiarkan! Kepala Sofie terdorong ke samping dengan pipi yang sudah sangat merah. Sontak, tangan kanannya bergerak menyentuh wajah yang terasa panas. Sofie melirik Anggara tajam. "Lalu apa namanya kalau bukan murahan, sedangkan dia ada di sini ... di rumah kita dan di antara hubungan pernikahan kita?!" Kemarahan Sofie sudah memuncak. Semua masalah berasal dari Anggara, tetapi sikap pria itu seolah Sofie yang telah melakukan kesalahan. "Bukankah sudah ku bilang kalau kamu hanya seorang pengganti?" Anggara terlihat merilekskan tubuhnya. "Jadi, tandatangani surat cerai itu dan enyahlah dari pandanganku!" "Bajingan kamu, Mas!" Kini, giliran Sofie yang menampar wajah Anggara. Sudah sedari tadi Sofie menahan amarah. Akan tetapi, Anggara justru semakin menjadi-jadi di depan Yura. Apalagi reaksi wanita itu yang sangat bangga. Rasanya Sofie ingin mencabik-cabik wajahnya sampai tak berbentuk. "Terserah!" Anggara menatap Sofie malas. Pria memang tidak suka banyak bicara. Sama seperti Anggara yang kini kembali merangkul pinggang Yura dan melangkah pergi. Sementara itu, Sofie hanya bisa melihat tanpa bisa berbuat apa-apa. Tangannya terkepal dengan gigi yang dieratkan. Air mata pun perlahan mulai jatuh membasahi pipi mulusnya lagi. "Jangan menggodaku, Yura!" kata Anggara memprotes. "Siapa yang menggoda? Aku hanya tidak sengaja menciummu. Memangnya tidak boleh?" sanggah Yura manja. "Tentu saja boleh. Apalagi kalau lebih dari sekedar mencium." Anggara tertawa gemas. "Rasanya aku ingin memakanmu sekarang juga." Mereka berdua bersikap seolah tidak ada Sofie di sana. Melakukan candaan yang cukup intim seolah hal itu bukan apa-apa. Entah itu disengaja atau memang sudah sering melakukannya. "Tapi lenganku sakit, Mas," ujar Yura dengan raut memelas. "Tenang saja karena aku tidak akan menyakitimu. Paling-paling aku hanya akan membuatmu mengerang keenakan." "Ih, Mas Anggara nakal deh." Yura memukul dada bidang Anggara dan menyandarkan kepalanya di sana. "Ayo, kita ke kamar!" ajak Anggara bersemangat. Anggara membawa Yura menuju kamar tamu yang letaknya bersebelahan dengan kamar utama. Mereka berdua saling menggoda dan tertawa riang. Suaranya terdengar jelas di telinga Sofie yang berada di sana. "Keterlaluan!" Sofie meninju dinding tanpa mengalihkan pandangan dari dua sejoli itu. Wanita cantik itu menyaksikan suaminya dan Yura masuk ke kamar tamu. Perlahan rasa takut mulai menggerogoti relung hati, bahkan tanpa sadar kakinya melangkah menuju kamar itu. Tepat di depan pintu, dia mendengar suara menjijikan. "Ah ... eum ...." Suara erangan terdengar membuat tubuh Sofie menegang.Anggara memang bajingan yang memanfaatkan Sofie selagi Yura tidak ada. Meskipun demikian, Yura tetap tidak terima orang yang paling dicinta direndahkan seperti itu."Akan ku bunuh kamu, jalang!" Yura bersiap menghabisi Sofie, tetapi seruan Lily menghentikannya."Yura, cukup!" bentak Lily murka. Dia berdiri secara tiba-tiba dan menatap tajam temannya.Sejak awal, Lily tahu kalau Yura yang sengaja mencari masalah dengan Sofie. Meski dikalahkan berkali-kali, temannya itu tidak menyerah dan terus-menerus membuat masalah. Sikapnya ini menunjukkan betapa rendah Yura."Lily ...." Yura menatap kecewa temannya. Sudah berteman sejak SMA, tetapi Lily lebih memilih membela Sofie alih-alih membela Yura. Apa harta lebih penting dari pertemanan? Akan tetapi, harta pula yang membawa Yura ke club itu. Jadi, bukankah mereka berdua sama saja?"Tolong berhenti membuat keributan!" ujar Lily dengan raut memohon."Astaga! Kalung berlian sebagus ini kamu dan suamimu jadikan sebagai hadiah?" celetuk Jessica
Yura tidak menyangka Sofie akan seberani itu. Sudah disudutkan bukannya melemah, tetapi wanita itu justru semakin kuat."Benarkah?" Sofie berdiri. Dia melangkah mendekat ke arah Yura sambil melipat kedua tangan di perut. "Lalu apa yang kamu lakukan di hari satu tahun pernikahanku dan Mas Anggara?""Apa yang akan kamu lakukan, Sofie?!" bentak Yura dengan raut ketakutan.Sebisa mungkin, Yura harus memutarbalikkan keadaan. Jangan sampai semua orang tahu kebenarannya. Apalagi tujuannya datang ke sana demi mendapat teman baru dari kalangan atas."Aku tidak akan melakukan apa-apa. Aku hanya akan mengungkap kebenaran di sini," sahut Sofie santai."Diam!" bentak Yura murka."Kalian tahu?" Sofie mengedar pandang menatap satu per satu penghuni ruangan itu. "Gara-gara Yura yang datang di pernikahan kami dan di hari satu tahun pernikahan kami, aku diceraikan suamiku."Sofie tidak terburu-buru. Dia hanya ingin melihat Yura hancur dengan cara mengungkap kebenaran secara perlahan. Andai wanita itu s
"Bukan itu maksudku, Oxel. Bahkan kartu itu belum aku pakai sama sekali," ucap Sofie berusaha menjelaskan.Kartu yang Oxel berikan pada Sofie belum pernah sekali pun digunakan. Tentu saja karena semua kebutuhan sudah pria itu penuhi. Baik sandang maupun pangan, tanpa kurang suatu apa pun."Lalu?" Oxel ingin Sofie menjelaskan lebih detail."Aku ingin menemani Arsene pergi ke ulang tahun temannya. Dengar-dengar ini bukan perayaan ulang tahun biasa. Jadi, aku ingin kamu menyiapkan gaun edisi terbatas dan hadiah mahal. Kamu tahu maksudku, bukan?" jelas Sofie panjang kali lebar.Jika Oxel belum pernah menemani Arsene ke acara seperti itu, Sofie ingin Memon ini menjadi momen terbaik bagi anak tiri kontraknya. Apalagi mimik sedih yang ditunjukkan ketika mengajaknya. Apa pun yang terjadi, Sofie akan melakukan yang terbaik."Aku mengerti. Aku akan menyiapkan segalanya untukmu juga Arsene," sahut Oxel mantap."Baik, terima kasih." Sofie mengakhiri panggilan dan menatap ke arah samping.Hidup me
"Aaaa!" Yura berteriak cukup keras dengan manik mata terbuka.Dalam hati, Yura menyesali kebodohannya yang mengabaikan peringatan Anggara untuk tidak mengejar Sofie. Andai dia menurut, mungkin dia akan aman dan sedang memilih perlengkapan bayi."A-aku ... aku tidak jatuh?" batin Yura bertanya-tanya. Dia mencium aroma parfum yang terasa sangat lembut di indera penciumannya."Apa kamu baik-baik saja?""Kok aku seperti kenal suara ini?" bisik Yura dalam hati.Sepersekian detik kemudian, Yura membuka mata dan mendapati dirinya berada dalam dekapan seseorang. Sayangnya, seseorang itu adalah Sofie."Lepas, lepaskan aku!" seru Yura ketus.Bertepatan dengan ucapan Yura, Sofie sudah merasa tidak kuat lagi. Tangannya kebas karena menahan tubuh wanita itu yang tengah berbadan dua."Oke." Sofie mengangkat kedua tangan dengan raut santai."Awww! Brengsek kamu, ya!" Yura memekik kesakitan dan mengumpat.Posisi jatuh Yura tidak terlalu tinggi dan cukup aman. Namun karena orang itu Sofie, jadi dia ti
Hanya menatap Sofie sebentar saja sudah membuat Yura mengamuk. Apalagi kalau sampai saling sapa seperti ini. Anggara tidak yakin kejadian di perusahaan tadi tidak akan terulang lagi."Kalau begitu aku permisi, Mas. Kasihan Arsene sudah kelelahan dari pulang sekolah belum istirahat," pamit Sofie mengulas senyum lembut.Untuk apa terus berada di sana sedangkan target sudah melihat. Sofie hanya perlu memberi umpan dan melihat hasilnya nanti. Lagi pula, dia masih ingin bermain-main dan berjanji akan membuat mereka menyesal."Kamu mau ke mana, Sofie?!" teriak Yura dengan langkah besar."Aku mau temani anakku belanja, Yura," sahut Sofie santai.Wanita cantik itu menghentikan langkahnya membuat Arsene pun mengikuti. Dia mengedar pandang menatap orang-orang yang memusatkan atensinya pada Yura. Setelah itu, menoleh ke belakang dan mengedipkan sebelah mata. "Kenapa berhenti, Ma?" tanya Arsene menengadahkan kepala."Tidak apa-apa, Sayang." Sofie membalas, lalu mengusap puncak kepala anak tiri k
Yura berjalan santai sambil bersiul. Suaranya terdengar mengerikan karena diikuti siulan yang memantul. Tatapan matanya terus tertuju pada Sofie yang masih setia berdiri di depan lift. "Ayolah! Kali ini aku tidak akan hanya mencabik-cabik wajahmu, tapi menghabisimu sekaligus," bisik Yura tersenyum jahat. "Mama!" teriak Arsene memanggil. Sontak, Yura langsung menghentikan langkahnya tepat di samping mobil yang baru saja berhenti. "Ah, sial!" Yura mengumpat dalam hati. Selain ada Arsene, Oxel pun baru saja keluar dari lift. Ternyata mereka berdua sengaja ingin menjemput Arsene di sana. Lalu, bagaimana dengan penglihatan Yura yang melihat Sofie tertawa? "Sialan!" Yura mundur perlahan dan sembunyi di balik mobil yang terparkir. Dia menjulurkan kepalanya sedikit dan mulai memperhatikan. "Halo, Sayang." Sofie berjongkok sambil merentangkan tangan membiarkan Arsene masuk ke dalam pelukan. "Bagaimana kegiatan di sekolah hari ini? Apa menyenangkan?" Harusnya Sofie pergi menjempu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments