Share

Part 4. Si cantik Mariana

Penulis: TrianaR
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-07 12:11:01

Part 4

'Mas Bambang?'

Tampak keterkejutan dalam tatapannya. Hampir aja aku keceplosan ingin memanggil namanya dan membicarakan masalah kami.

Dia yang pergi tiba-tiba, jadi inikah alasan yang sebenarnya?

"Hei Mbak, tolong barang-barang kami dibawa masuk ya!" sergah seorang wanita di samping Mas Bambang.

Apakah dia yang bernama Mariana? Seorang wanita muda yang tampak begitu cantik dan menawan. Dengan bibir merah merona dan rambut bergelombang berwarna pirang. Sungguh teramat cantik, bahkan aku yang seorang wanita pun turut mengagumi kecantikannya.

"Tunggu, tunggu, kamu pembantu baru di sini ya? Aku kok baru lihat kamu?"

"Eh i-iya, Nyonya, saya baru bekerja hari ini," sahutku, kali ini aku mengalihkan pandangan.

Wanita itu manggut-manggut tapi pandangannya mengulitiku.

"Lain kali jangan lihatin suamiku seperti itu. Aku tahu suamiku ini tampan. Tapi jangan lancang ya!" serunya lagi.

Deg! Ah, rasanya sungguh tak karuan ...

"Maaf, Nyonya." Aku menunduk dengan debar jantung yang tak menentu.

Bohong rasanya kalau aku bilang baik-baik saja, aku belum bisa melupakan sosok lelaki yang sudah menemaniku selama tiga tahun terakhir.

Ingin bangkit dan melupakan semua tapi tak semudah membalikkan telapak tangan.

"Sudah itu, tolong dibawa masuk semuanya ya! Jangan sampai ada yang ketinggalan, soalnya itu oleh-oleh dari luar negeri. Barang-barang mahal, kamu tidak akan bisa menggantinya kalau rusak."

Tiba-tiba seseorang menyenggol lenganku, rupanya ada Isna yang datang menyusulku. Isna ini sama sepertiku, seorang pembantu yang mengabdi, bedanya dia sudah lebih dari dua tahun tinggal di sini.

Setelah mengatakan hal itu, Mariana dan Mas Bambang masuk dan bergabung dengan yang lain.

"Ayo buruan, Hana, nanti bu majikan malah marah-marah! Kamu lelet banget sih! Tadi Nyonya Mariana ngomong apa sama kamu? Kelihatannya dia tidak suka?" tegur Isna.

Aku mengangguk. Keluar mengikuti Isna, mengambil koper-koper yang sudah berjejer di teras depan. Bukan hanya koper, banyak pula tas belanja di sana, yang isinya barang-barang mahal dan branded.

“Tolong ya, itu dibawa naik ke atas semua, di ruang keluarga!” tukas Mariana sambil menunjukku saat aku melewati ruang makan.

Aku menoleh sejenak, tanpa sengaja tatapanku kembali terfokus pada lelaki itu. Mas Bambang sudah bergabung di sana untuk makan bersama, ia tampat tertawa kecil saat ditanyai oleh Tuan Bama.

Apa Mas Bambang pura-pura tak mengenalku di sini?

“Hana, jangan bengong terus! Ayo, nanti kamu kena komplen lagi loh!” tegur Isna lagi.

Isna mendahuluiku naik ke atas tangga. Akupun mengangguk. Sebagai orang baru aku hanya bisa mengikuti tanpa bisa menolak. Bolak-balik ke atas dan ke bawah rasanya begitu melelahkan, tapi perjuangan belum berakhir. Ini baru permulaan. Kupikir aku bekerja jauh di sini bisa melupakan bayang-bayang Mas Bambang, tapi nyatanya justru aku dipertemukan dengan dia lagi?

Aku menata barang belanjaan itu di ruang keluarga.

“Mbak Isna, tadi itu siapa? Apa dia juga nyonya di rumah ini?” tanyaku ingin tahu.

Isna memandangku. “Kau belum tahu ya?”

Aku menggeleng pelan.

“Dia itu cucu pertama Tuan Besar, alias putrinya Tuan Bama. Hati-hati jangan sampai buat kesalahan di depannya.”

“Kenapa?”

“Ya … Nanti kau juga akan merasakan sendiri sikap Nyonya Mariana seperti apa. Banyak para pembantu yang keluar gara-gara salah sama dia meski pun hal sepele.”

Aku terdiam tak berani bertanya lagi.

“Dia juga baru menikah bulan kemarin, pestanya mewah sekali. Yang tadi pulang bersamanya itu Tuan Wijaya, suaminya. Dan mereka baru pulang dari luar negeri, habis bulan madu, bikin bocil,” bisiknya lagi sambil tertawa kecil.

Mendengarnya begitu seketika membayangkan Mas Bambang, ah, nyeri sekali hati ini.

“Enak sekali ya jadi orang kaya, sekalinya bulan madu sewa hotel yang mewah dan jalan-jalan ke luar negeri, bawa oleh-oleh seabreg, ah rasanya jadi ingin dipersunting lelaki kaya.”

“Hei, kalian kok malah ngerumpi di sini? Kerja sana! Kalian ada di sini itu bukan untuk bersantai tapi untuk kerja!” seru Bik Rasni yang tiba-tiba muncul, matanya mendelik ke arah kami. Padahal dia tahu sendiri kami tak menganggur, karena banyak sekali barang bawaan yang perlu dirapikan.

“Iya, Mbak.” Kami memanggilnya Mbak pada Bik Rasni karena dia sendiri yang memintanya.

Seketika, aku dan Isna turun dari lantai dua rumah mewah ini. Kembali menuju ruang meja makan, rupanya para majikan masih memakan hidangan itu dengan lahap. Belum lagi si cantik Mariana yang berceloteh riang menceritakan pengalamannya yang paling berkesan, hingga tercipta tawa di antara mereka.

“Siap-siap nih, papa bakal punya cicit,” seru Ny. Bama pada ayah mertuanya, disambut tawa renyah yang lain, tapi tidak dengan Tuan Putra, dia hanya diam tak menanggapi.

Selesai makan malam, para majikan langsung ke pergi ke ruang keluarga, mereka asyik berbincang di sana dengan tawa yang begitu riang gembira. Tapi tidak dengan Tuan Putra yang lebih memilih pergi ke kamarnya sendiri.

Sementara para permbantu masih sibuk dengan pekerjaan rumah tangga. Dan baru makan setelah semua pekerjaan selesai.

“Hei, kamu pembantu baru! Tolong bereskan kamar saya! Saya mau istirahat!” pungkasnya menghentikan langkahku yang tengah mengelap piring.

Aku menatap kedatangan Mariana ke dapur, tangannya sudah disilangkan depan dada.

“Buruan! Jangan bengong aja! Kamu tahu kamarku kan? Ada di atas dan di ujung kanan!” ketusnya lagi.

Aku mengangguk, lalu mengikuti perempuan yang sudah berganti pakaian lebih seksi. Mendadak kami berpapasan dengan Mas Bambang yang tengah membawa gelas kosong.

Mariana langsung merangkul pria itu. Untuk sejenak, tatapan kami bertemu.

“Sayang, mau ngapain?” tanya Mariana. Ia langsung mengecup bibir Mas Bambang tanpa rasa malu.

Aku tertunduk. Haruskah aku menyaksikan adegan mesra mereka? Sungguh Mas Bambang tak punya hati!

Ah, lebih baik aku memang tak mengenal Mas Bambang dari pada harus mebelan sakit seperti ini.

“Hana …” Tiba-tiba suara tegas seorang lelaki memenuhi pendengaranku. Panggilan itu cukup mengagetkan hingga Mariana pun melepaskan ciuman mesranya.

“Kau ikut dengan saya!” titahnya. Aku menoleh ke arah pria yang berdiri tak jauh dariku. Tuan Putra memandang dengan tatapan datar tanpa eksrpresi.

“Om? Kenapa sih mengganggu aja!” seru Mariana.

“Pembantu ini sudah aku tugaskan untuk membersihkan kamarku malam ini! Jadi jangan seenaknya sendiri dong, Om! Kalau Om butuh bantuan minta saja sama Bik Rasni!” tambahnya lagi dengan nada kesal, raut wajah Mariana tampak terganggu.

“Dia pengasuh Alvaro, jadi aku yang lebih berhak menggunakan jasa tenaganya, bukan kamu. Ayo, kau ikut aku, Hana!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Ratih Rohaeni
dasar ma lampir
goodnovel comment avatar
Nahirah Ira
ya Allah Bambang setengah itukah kamu sama mantan istrimu rasanya AQ yg sakit hati
goodnovel comment avatar
Tatik
menyeeeebbbbaallkkaaannnnnnn....kenapa sih hrs dipert|emukan dg pria btengseeeekkkkk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 115

    Part 115 "Bagaimana aku melanjutkan hidup, Tante? Aku kehilangan semuanya! Aku kehilangan semuanya!!" teriak Mariana saat Reni masuk ke kamarnya. Ia berusaha menenangkan sang keponakannya itu."Tenang sayang, kamu gak sendirian. Kamu masih punya Tante di sini."Mariana masih menangis histeris. "Tapi, aku merasa dunia ini gak adil buat aku, Tante. Ini gak adil! Bukankah lebih baik aku mati saja, Tante? Hiks hiks!"Reni memeluk Mariana penuh kasih, mengusap punggungnya dengan lembut."Tante tau, ini pasti berat bagi kamu. Tapi kamu harus kuat, hidup akan terus berjalan. Kamu masih muda, Sayang. Perjalanan hidupmu masih panjang. Semua yang berlalu biarlah berlalu, semua yang pergi takkan mungkin kembali. Ayo kita perbaiki semuanya. Ayo kita mulai lembaran baru lagi! Jangan menyerah, Nak. Tante yakin, akan ada kebahagiaan setelah ujian bertubi-tubi ini."Mariana terdiam, pikirannya terus berkecamuk. Sedih, marah, rasa sesak dan ingin menyerah semua bercampur padu jadi satu. Sementara it

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 114

    Part 114Mariana duduk di kamarnya dengan di bawah cahaya lampu temaram, menatap televisi tanpa benar-benar memperhatikannya. Malam itu terasa sepi, lebih sepi dari biasanya. Ia merasa khawatir saat menerima pesan sang suami bahwa ia tak bisa pulang, situasinya sedang gawat. Memangnya apa yang sedang terjadi?Kekhawatirannya semakin menjadi-jadi ketika ponselnya berdering.Mariana melirik jam dinding, menunjukkan pukul sebelas malam. "Siapa yang menelepon malam-malam begini?" gumamnya. Dengan tangan gemetar, dia mengangkat gagang telepon."Halo?" suaranya terdengar lemah dan penuh kecemasan."Apakah ini dengan Ibu Mariana?" suara di seberang terdengar serius dan resmi."Ya, saya sendiri. Siapa ini?""Ibu Mariana, ini dari Kepolisian. Saya harus memberitahukan sesuatu yang sangat penting. Suami Anda, Bapak Wijaya, mengalami kecelakaan. Mobilnya jatuh dan terbakar."Deg! Jantung Mariana berdebar dengan kencang. Sejenak, dunia terasa seperti berhenti berputar. Suara dari telepon seperti

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 113. Musibah

    Part 113"Aaarrghh! SIAAALL!"'Hari apesku sepertinya mulai datang, ck!' gumam Wijaya. Belum sempat turun dari mobil, Wijaya segera berputar arah sebelum petugas polisi menyadarinya. Tapi sayang, salah seorang polisi memergoki mobilnya. "Ada mobil lain yang datang, tapi dia langsung pergi lagi!" "Kejar dia! Itu pasti komplotannya!"Di bawah langit yang gelap dan sebentar lagi turun huhan, pohon-pohon di samping kiri dan kanan jalan menjadi satu-satunya saksi dari kecepatan mobil hitam yang melaju dengan cepat di jalan raya yang sepi. Di dalam mobil itu, Wijaya duduk dengan tegang di kursi pengemudi. Tatapan cemasnya terpaku pada cermin belakang saat ia menyadari bahwa mobil polisi sedang mengejarnya.Saat ini, ia benar-benar terjerat dalam situasi yang sulit. "Yolanda kabur, lalu Om Heri tertangkap?! Astaga, lalu apa yang akan terjadi padaku?! Ini benar-benar di luar dugaan!" rutuknya sendiri.Wijaya mengambil ponseknya di dashboard lalu mengirimkan pesan suara pada sang istri.

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 112

    Part 112"Tu-tuan Putra?""Ya, ini aku," sahut Putra singkat, padat dan jelas. Ia menatap tajam perempuan muda di hadapannya.Yolanda mendekat dan bersimpuh di hadapan pria tampan itu. "Tuan, tolong saya. Lepaskan saya dari sini, Tuan. Saya ingin pulang," rengeknya sambil menangis."Saya ingin pulang, Tuan.""Tidak semudah itu. Apa kau tahu kenapa aku membawamu kesini?"Yolanda menggeleng pelan."Apa kau tidak tahu apa kesalahan yang sudah kamu perbuat?"Seketika perempuan muda itu terdiam. Ia menyeka butiran air matanya sekilas dan tertunduk, tak berani menatap pria di hadapannya.Cukup lama terdiam, tak ada satu patah kata apapun yang keluar dari mulutnya."Ehemm ...! Sampai kapan kamu diam? Mau sampai kapan kamu tutup mulut." tanya Putra penuh penekanan."Ma-ma-af Tuan, a-apa maksud Anda?" Dia bertanya dengan nada gemetar.Pria itu tersenyum sinis, melihat kelakuan Yolanda. Apakah dia memang b0doh, tak tahu kesalahannya sendiri?"Ohooo ...! Haruskah aku mengingatkan semuanya? Bah

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 111

    Part 111"Tuan, kami sudah menemukan keberadaan Yolanda!" ucap sebuah suara di seberang telepon."Oh ya? Dimana dia sekarang?" "Dia tinggal di rumah kerabatnya Tuan Wijaya, Tuan.""Hmmm ...""Tapi sepertinya dia di sini cuma dijadikan pembantu, Tuan. Kami liat dia tengah melakukan pekerjaan rumah tangga," jelasnya lagi."Bawa dia ke tempat biasa, aku ingin dia menghadapku. Tapi ingat, jangan sampai orang-orang tau, bawa dia saat mereka semua lengah!" tukas Putra di ujung telepon."Baik, Tuan, kami mengerti.""Pastikan juga orang-orang yang terlibat dengan Herry untuk segera ditangkap! Aku tidak mau masalah ini makin berlarut-larut!""Baik, Tuan."Putra mematikan panggilan teleponnya. Pria itu menghela napas dalam-dalam sembari menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya.Masalah-masalah besar yang membelitnya sungguh hal itu membuatnya sangat penat. Banyak sekali kejadian rumit, yang tak bisa dicerna oleh akal pikiran.Kenapa musuhnya harus orang-orang terdekatnya sendiri. Untuk apa? Ap

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 110

    Part 110Putra keluar dari ruangan dan mencoba menghubungi orang rumah."Hallo, dengan kediaman keluarga Mahesa, ada yang bisa saya bantu?" ucap sebuah suara di seberang telepon."Hallo, Bi, ini Putra.""Oh, Tuan Putra. Ada apa, Tuan?""Bi, Mbak Reni apakah ada di rumah? Tolong panggilkan saya ingin bicara sebentar dengannya.""Maaf Tuan, tadi pagi Nyonya Reni pergi sama Tuan Heri. Nyonya Mariana sama Tuan Wijaya juga pergi.""Pergi? Kemana?""Saya kurang tau, Tuan. Nyonya Reni diam saja saat pergi. Kalau Nyonya Mariana pergi ke dokter, katanya mau check-up.""Ya sudah, baiklah. Tolong nanti kabari kalau Mbak Reni sudah pulang.""Baik, Tuan."Panggilan itupun berakhir. Pria itu tak kembali masuk ke dalam ruang perawatan ayahnya. Ia justru pergi dan menghubungi Derry.***Sementara itu, sejak pagi ... Mariana dan Wijaya bersiap-siap, akan check up ke dokter. Semalam, Mariana mengalami flek, maka dari itu, ia merasa sangat khawatir."Sayang, sudah tenang saja, aku akan antar kamu ke dok

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status