Home / Romansa / Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan / Part 3. Pertemuan Tak Terduga

Share

Part 3. Pertemuan Tak Terduga

Author: TrianaR
last update Last Updated: 2023-04-07 12:10:18

Part 3

“Permisi Bu, ini ada surat dari Jakarta untuk Bu Hana Aisyah,” ujar seorang kurir. Aku yang saat itu tengah menyapu lantai, segera menerimanya.

Tanganku sedikit dingin dan gemetar saat membuka amplop putih itu ternyata isinya sebuah undangan. Aku mengejanya dengan seksama, undangan pernikahan “Bambang Wijaya dan Mariana.”

Deg! Hatiku seperti diremas-remas kembali. Perasaan luka yang kemarin mulai mengering kini terkoyak lagi. Jadi ... ini alasannya Mas Bambang menceraikanku? Dia akan menikah lagi? Dan dia tega sekali mengirimkan undangan pernikahannya padaku padahal akta cerai belum kuterima.

Jadi semudah itu Mas Bambang melupakanku? Sakit dan kecewa itu pasti.

“Han, ini kesempatan bagus loh! Ada lowongan jadi ART di tempat orang kaya, gajinya 5 juta perbulan. Lima juta, Han, banyak banget kan?”

“Masa sih ada gaji ART 5 juta?”

“Udah deh gak usah kebanyakan mikir, Han. Kita langsung aja berangkat. Pasti diterima, Han, kita ini sama-sama rekomendasi dari Bu Haji Siti Sadiyah, beliau disana sebagai penyalur ART dan baby sitter, Han,” seru Dita lagi. Dita sudah lebih dulu mendapatkan pekerjaan, dia pun sama atas rekomendasi Bu Sadiyah, orang kaya di kampungku ini.

Lima juta yang ditawarkan memang sangatlah banyak untuk orang miskin sepertiku, agak heran juga dengan persyaratannya. Tapi dalam bayanganku tiap bulan bisa mentransfer uang untuk orang tua dan biaya sekolah adik-adik, itulah yang membuatku bersemangat, juga senyuman kedua orang tua setelah kemarin menorehkan kecewa.

Untuk itulah aku berada disini, dengan harapan baru dan semoga bisa melupakan Mas Bambang yang sudah mencampakkanku.

***

“Varo, sini sama daddy!”

“Aku gak mau sama daddy, aku mau sama mommy!”

Mataku membulat mendengar ucapan bocah laki-laki ini. Wajahnya tampan dengan manik mata berwarna coklat. Sungguh ciptaan Allah yang paripurna. Tampan, lucu dan menggemaskan, serupa perwujudan ayahnya yang tak kalah mempesona.

“Varo, ayo ikut daddy sayang!” tukasnya lagi.

Tapi anak itu justru makin mengeratkan pelukannya padaku. Bocah mungil yang kutaksir umurnya baru empat tahunan itu menatapku lekat. Serasa ada magnet dalam tatapannya membuatku terkesima beberapa saat.

“Aku gak mau!” celotehnya makin menggemaskan, membuatku tersenyum lalu membelai kepalanya.

Dia menatapku beberapa saat. “Adik kecil namanya siapa? Varo ya?”

“Alvayo,” sahutnya, tidak bisa mengucapkan huruf R.

“Oh, Alvaro.”

Dia mengangguk.

“Alvaro, ayo sayang sama daddy dulu ya. Main sama tantenya nanti lagi ya.” Setelah dibujuk, anak itu akhirnya mau mengikuti ucapanku.

“Ehem! Maaf sebenarnya putra saya ini tak biasa dengan sembarang orang. Tapi sekali lagi terima kasih,” ujar pria itu seraya menggendong Varo. Tapi beberapa detik kemudian Varo langsung beralih ke tangan wanita yang mengenakan seragam baby sitter itu.

Pria itu hendak mengeluarkan uang dari dalam dompetnya dan mengulurkannya padaku.

“Ini buat kamu, terima kasih sudah menyelamatkan anak saya.”

“Eh tidak perlu, Pak,” tolakku. “Terima kasih banyak, sebenarnya saya kesini sedang cari alamat.”

“Alamat?”

“Iya, Pak. Kami sedang cari alamat ini,” ujar Dita yang entah sejak kapan berada di sampingku. “Ini benar kan rumahnya Tuan Mahesa?”

Pria itu langsung memandangku dengan tatapan entah. “Baik, saya mengerti. Jadi kamu orang yang direkomendasikan Bu Sadiyah?”

Aku mengangguk.

“Oke, kamu boleh masuk, aku akan jelaskan di dalam,” ucap pria itu lagi. Ia berjalan masuk mendahului dengan langkah tegap dan berwibawa.

Aku menoleh ke arah Dita. “Wow, calon majikan kamu ganteng banget, Han.”

Dita terkikik saat aku menyenggol lengannya. “Oke, sukses ya, Han. Aku langsung pulang, kita berkabar lewat telpon nanti ya.”

“Tapi, Dit.”

“Sudah jangan takut, sana masuk. Gaji gede, bos ganteng, bukankah itu impian semua orang!”

Aku mendelik mendengar ucapan Dita. Ia pun ngeloyor pergi. Tempat kerja Dita pun ada di area perumahan elit ini, hanya beda blok saja.

***

Sebuah seragam baby sitter berwarna pink muda dan juga map berisi dokumen pekerjaan sudah ada di hadapanku.

“Dibaca dulu, itu daftar tugas dan pekerjaanmu selama di sini, serta hal-hal apa saja yang boleh dan terlarang di sini. Seperti yang ditawarkan sebelumnya, gajimu lima juta. Apa ada pertanyaan?” ucap lelaki itu.

“Jadi beneran lima juta, Tuan?” tanyaku dengan nada gugup bercampur girang.

“Ya, apa masih kurang?”

Aku hanya menggeleng sembari menelan ludah, apalagi saat pria di hadapanku menatapku tanpa berkedip.

“Silakan ganti bajumu, kau mulai bekerja hari ini. Bik Rasni, silakan kau jelaskan padanya lebih terperinci mengenai pekerjaannya.”

“Baik, Tuan,” sahut wanita yang ada di sampingku. Kutaksir usianya baru 40 tahunan.

“Ayo, Hana, kau ikut aku.”

“Baik.”

Aku berjalan mengekori Bik Rasni, yang ternyata dia kepala pelayan di sini. Wanita bertubuh sedikit gemuk berisi itu katanya sudah lima belas tahun mengabdi pada keluarga Mahesa.

“Tugasmu yang paling utama adalah menjaga Den Alvaro, anak dari Tuan Putra. Kau harus bisa mengimbanginya, tidak boleh membuatnya tantrum. Selama ini tak ada yang betah mengasuh Den Alvaro karena dia sangat nakal dan ya ... aku tak bisa menjelaskannya, biar nanti kamu mengalaminya sendiri.”

“Maka dari itu, kamu mendapatkan gaji spesial, lebih besar dari pada yang lain. Tuan Putra, berharap agar kamu betah di sini. Pokoknya kamu baca saja semua yang ada di lembaran kertas itu, mengenai kesukaan dan ketidaksukaan Den Alvaro dan juga apa saja yang terlarang dan diperbolehkan.”

Aku menahan nafas. Mengasuh anak kecil seperti Alvaro harus sedetail ini? Benarkah dia begitu nakal sampai tak ada yang betah jadi baby sitternya?

“Kamu harus hati-hati, sedikit kesalahan saja, kamu bisa dipecat. Kalau kau sudah menyelesaikan tugasmu, bila Den Alvaro tidur, kamu juga harus bantu-bantu pekerjaan kami. Misalnya bantu menyiapkan makan malam bersama keluarga besar.”

Dari penjelasan Bik Rasni, aku jadi tahu kalau mereka semua akan berkumpul saat jam makan malam. Saat siang begini, semua sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

“Kamu juga harus standbye 24 jam bila dibutuhkan untuk Den Alvaro, jadi kamu tak boleh izin maupun libur selama enam bulan ke depan. Apa kau mengerti, Hana?”

“Iya, saya mengerti, Mbak.”

Aku langsung berganti baju dan dibawa ke kamar Alvaro. Anak kecil itu rupanya dikunci dari luar setelah kejadian kabur dari rumah tadi. Aku mendengar tangisannya sungguh memilukan.

“Alvaro ...?”

Dia masih sesenggukkan saat melihatku. “Mommy!” serunya dan langsung menghambur ke arahku. Aku tersenyum dan menenangkannya hingga dia tertidur.

***

Pukul 19.00 WIB

Kami semua tengah sibuk menyiapkan makan malam. Meski baru hari pertama bekerja, aku harus sigap dan cepat menyesuaikan diri. Setelah tadi dikenalkan pada para majikan oleh Bik Rasni. Aku mengelap meja makan itu lalu membawa makanan yang sudah dimasak oleh para juru masak pilihan dan menatanya di atas meja.

Para majikan satu persatu mulai turun dan duduk di kursi masing-masing. Tuan Besar Mahesa, lalu ketiga anak dan dua menantunya lalu cucu-cucunya yang sudah beranjak remaja.

Tuan Bama dan istri, Nyonya Reni serta suami dan anak bungsunya, Tuan Putra. Dan kami para pembantu akan menunggu mereka selesai makan.

“Tunggu-tunggu, yang baru balik bulan madu belum datang!” seru Nyonya Bama.

“Kapan si Ana dan Jaya datang, Mbak?” tanya Nyonya Reni.

“Sebentar lagi sampai. Tungguin dulu ya, biar ramai.”

Selang beberapa menit terdengar suara bel pintu. Bik Rasni menyenggol lenganku agar membukakan pintu. Gegas, setengah berlari aku menuju ke depan, membuka handle pintu.

Seorang wanita muda nan cantik datang dengan wajah yang sumringah. Pandanganku beralih menatap ke lelaki di sampingnya yang merangkul wanita itu dengan mesra.

Deg! Jantung berdebar lebih kencang saat tatapan kami bersirobok.

‘Mas Bambang?’

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Ratih Rohaeni
nah loh,makin seru nih
goodnovel comment avatar
Nahirah Ira
ya Allah ceritanya bakal semakin seruh dan rasanya semakin sengsara membaca kelanjutannya
goodnovel comment avatar
Murni Kadarwati
semakin seru
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 119. TAMAT

    Part 119Satu tahun berlalu sejak badai besar itu.Rumah besar keluarga kembali ramai dengan tawa. Mariana kini sudah melanjutkan hidup, wajahnya lebih segar dan matanya tak lagi kosong seperti dulu. Sesekali ia masih menangis kalau mengingat masa lalu, tapi kini ia punya alasan untuk terus melangkah.Reni lebih banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan sosial dan mengurus Mariana. Ia tidak lagi terlihat murung seperti dulu, karena penyesalan sudah ia tebus dengan banyak berbuat kebaikan.Tuan Mahesa sudah bisa berjalan perlahan dengan tongkat, meski tidak sekuat dulu, tapi semangat hidupnya kembali menyala.Putra dan Hana makin harmonis. Alvaro dan Elvano tumbuh sehat, lucu, dan penuh canda. Di halaman rumah, mereka sering duduk bersama di sore hari. Reni dan Mariana ikut bercengkerama, sementara Tuan Mahesa menatap dengan senyum bahagia.“Alhamdulillah… akhirnya keluarga ini kembali utuh,” ucapnya lirih.Putra meraih tangan ayahnya, Hana tersenyum, Mariana ikut mengangguk.Meski me

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 118

    Part 118Malam itu rumah keluarga Putra mendadak heboh. Hana yang hamil besar tiba-tiba merasa perutnya mulas, keringat dingin bercucuran, dan wajahnya panik.“Astaga, Aa… ini kayaknya mau lahiran deh!” Hana menggenggam tangan Putra erat-erat.Putra yang baru saja pulang kerja langsung pucat pasi. “Lahiran? Sekarang? Aduh, aduh… tas persiapan udah dibawa belum?”Hana meringis. “Mana aku tahu, A! Harusnya kamu yang siapin! Katanya suami siaga?”Putra kalang kabut. Ia berlari ke kamar, membuka lemari, dan bukannya mengambil tas persalinan malah mengangkat tas olahraga. “Ini ya? Udah lengkap isinya!”Hana melotot. “Itu kan tas futsal, A! Isinya sepatu sama kaos bolong!”Alvaro ikut heboh. Ia menenteng boneka dinosaurus kesayangannya dan berkata polos, “Ayah, ini bawa juga ya! Biar adik nggak takut di rumah sakit.”Putra malah tambah bingung, hampir saja ia ikut membawa boneka dinosaurus itu ke mobil.Sementara itu, Mariana yang ikut tinggal di rumah langsung mengambil alih. “Om Putra! Ta

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 117

    Beberapa Hari KemudianMariana duduk di teras rumah sambil memeluk lututnya. Pandangannya kosong ke arah jalanan sepi. Wajahnya masih pucat, matanya sembab. Meski waktu sudah lewat beberapa hari, rasa kehilangan itu masih menusuk tajam di dadanya.Tante Reni keluar sambil membawa teh hangat. “Nak, minum dulu. Badanmu lemah kalau gak ada asupan.”Mariana hanya menggeleng pelan. “Tante, aku masih gak percaya… semuanya terasa mimpi buruk. Seandainya aku bisa putar waktu, aku gak akan biarkan semua ini terjadi.”Reni mengusap punggungnya lembut. “Nak, jangan salahkan dirimu. Semua sudah kehendak Allah. Kamu masih muda, jangan habiskan hidupmu dengan menangisi yang sudah pergi.”***Hari-hari berlalu ...Putra tersenyum lega melihat keadaan ayahnya yang kini sudah jauh lebih bugar. Tuan Mahesa sudah bisa di kursi roda setelah sekian lama berbaring.“Ayah sudah jauh lebih baik. Ayah mau pulang ke rumah atau tetap di sini?” kata Putra penuh syukur.Tuan Mahesa menatap anak dan menantunya den

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 116

    Part 116Keesokan harinya ... "Tante, apa bisa temani aku ke tempat kecelakaannya Mas Jaya? Aku ingin lihat langsung," ucap Mariana dengan nada lemah. Mata indahnya tampak begitu sembab setelah menangis seharian."Iya, Sayang, ayo Tante temani, kamu siap-siap ya!"Mariana mengangguk.Reni menghubungi sang sopir untuk menemani mereka ke tempat kejadian peristiwa naas itu. Pagi yang kelam seolah menemani perjalanan mereka. Kabut tebal menyelimuti jalan raya yang sunyi.Sampai di sana ... Mariana dan Reni turun dari mobil. Mariana berdiri di pinggir jalan, menggenggam erat seikat bunga krisan putih. Matanya tertuju ke bawah, ke bangkai mobil yang gosong dan belum sempat dievakuasi. Di sebelahnya, Reni berdiri memberikan dukungan, matanya juga penuh dengan duka."Jadi ini tempat kecelakaannya ya?" tanya Tante Reni dengan suara bergetar. Wanita paruh baya itu merapatkan jaketnya lebih erat, berusaha melindungi diri dari angin dingin yang menerpa.Mariana menarik napas dalam-dalam, beru

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 115

    Part 115 "Bagaimana aku melanjutkan hidup, Tante? Aku kehilangan semuanya! Aku kehilangan semuanya!!" teriak Mariana saat Reni masuk ke kamarnya. Ia berusaha menenangkan sang keponakannya itu."Tenang sayang, kamu gak sendirian. Kamu masih punya Tante di sini."Mariana masih menangis histeris. "Tapi, aku merasa dunia ini gak adil buat aku, Tante. Ini gak adil! Bukankah lebih baik aku mati saja, Tante? Hiks hiks!"Reni memeluk Mariana penuh kasih, mengusap punggungnya dengan lembut."Tante tau, ini pasti berat bagi kamu. Tapi kamu harus kuat, hidup akan terus berjalan. Kamu masih muda, Sayang. Perjalanan hidupmu masih panjang. Semua yang berlalu biarlah berlalu, semua yang pergi takkan mungkin kembali. Ayo kita perbaiki semuanya. Ayo kita mulai lembaran baru lagi! Jangan menyerah, Nak. Tante yakin, akan ada kebahagiaan setelah ujian bertubi-tubi ini."Mariana terdiam, pikirannya terus berkecamuk. Sedih, marah, rasa sesak dan ingin menyerah semua bercampur padu jadi satu. Sementara it

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 114

    Part 114Mariana duduk di kamarnya dengan di bawah cahaya lampu temaram, menatap televisi tanpa benar-benar memperhatikannya. Malam itu terasa sepi, lebih sepi dari biasanya. Ia merasa khawatir saat menerima pesan sang suami bahwa ia tak bisa pulang, situasinya sedang gawat. Memangnya apa yang sedang terjadi?Kekhawatirannya semakin menjadi-jadi ketika ponselnya berdering.Mariana melirik jam dinding, menunjukkan pukul sebelas malam. "Siapa yang menelepon malam-malam begini?" gumamnya. Dengan tangan gemetar, dia mengangkat gagang telepon."Halo?" suaranya terdengar lemah dan penuh kecemasan."Apakah ini dengan Ibu Mariana?" suara di seberang terdengar serius dan resmi."Ya, saya sendiri. Siapa ini?""Ibu Mariana, ini dari Kepolisian. Saya harus memberitahukan sesuatu yang sangat penting. Suami Anda, Bapak Wijaya, mengalami kecelakaan. Mobilnya jatuh dan terbakar."Deg! Jantung Mariana berdebar dengan kencang. Sejenak, dunia terasa seperti berhenti berputar. Suara dari telepon seperti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status