Share

Part 7. Fitnah

Penulis: TrianaR
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-10 20:08:27

Part 7

"Mama kenal?" tanya Mariana lagi. Ia melangkah mendekat, membuat Bu Samira tampak tergagap lantas tersenyum.

"Emhh ya, Mama kenal dia," jawab Bu Samira. "Dia pembantu di rumah Mama dulu," sambungnya lagi sambil tertawa kecil.

Aku menoleh ke arahnya, hatiku seakan tercubit dengan perkataannya itu. Jadi dia hanya menganggapku sebagai pembantu.

“Kamu harus hati-hati, Sayang. Dia pembantu tapi tidak jujur. Maka dari itu dulu mama memecatnya. Makanya mama sangat terkejut, saat dia ada di sini. Awas saja, barang-barang kalian, takutnya ada yang hilang. Terlebih kamu, kamu harus lebih hati-hati.”

“Oh ya? Jadi dia pencuri?” Mata Mariana membulat lalu menatapku tajam. “Kau pencuri?” tanyanya lagi penuh selidik.

“Tidak, Nyonya. Saya berani bersumpah, saya bukan pencuri. Bu Samira berbohong, saya itu is—“

“Sekalinya pencuri tetaplah pencuri, pasti dia tidak akan mau ngaku ‘kan? Kamu pasti lebih percaya Mama kan dari pada si pembantu ini?” sela Bu Samira. Ah, dia tega sekali memfitnahku dengan kebohongannya.

“Tentu dong, aku lebih percaya sama Mama dari pada dia.”

“Makanya lebih baik dia dipecat saja, dari pada bikin masalah. Mama sih hanya memperingatkan ini saja sih, sebelum semuanya terjadi.”

Mereka berdua menatapku tajam.

“Sekarang sih mungkin masih belom ketahuan belangnya, tapi lihat deh ke depannya, pasti akan ada barang yang hilang satu per satu,” ujar Bu Samira lagi memojokkanku.

“Aku akan bilang ini ke Om Putra biar dia dipecat.”

“Kenapa harus bilang ke Om kamu? Tinggal pecat aja sekarang sebelum terlambat—“

“Soalnya dia pengasuh Alvaro, Ma. Aku gak ada hak untuk memecatnya, Mama tau sendiri Om Putra seperti apa. Tapi, aku gak nyangka loh penampilannya polos tapi ternyata maling.”

“Tentu saja biar gak ketahuan.”

“Pantas saja, Ma, dia lihat Mas Jaya kayak orang yang sudah kenal lama, jadi ternyata—“

Aku menunduk, tak kuasa menahan hinaan mereka. Kenapa rasanya sakit sekali.

“Sudah saya bilang, Nyonya, saya bukan pencuri. Saya melamar kerja di sini sebagai pembantu. Hanya itu saja, tidak ada niatan lain.”

“Ehem! Ada apa ini?”

Kami semua menoleh ke sumber suara. Tampak Tuan Besar Mahesa memandangi kami dengan tatapan penuh tanya.

“Kakek, kebetulan kakek datang. Kata Mama, dia ini bekas pembantu di rumahnya,” tutur Mariana dengan nada suara yang manja.

“Ya, terus apa yang salah dengan itu?”

“Dia kedapatan mencuri, Kek. Makanya dia dipecat sama Mama. Jadi Ana rasa, pecat saja dia, Kek. Lagi pula dia kan baru beberapa hari di sini. Dari pada barang-barang kita ada yang hilang ‘kan?”

Tuan besar Mahesa terdiam beberapa saat.

“Maaf Tuan besar, saya berani bersumpah, saya bukan pencuri. Yang dikatakan Bu Samira hanya kebohongan belaka. Saya, saya—“

“Kakek, jangan percaya sama dia! Dia pandai sekali bersilat lidah.”

Tuan Mahesa mengangkat tangannya agar Mariana berhenti bicara. Lalu dia menatapku. “Kamu tadi ingin bicara apa?”

“Maaf Tuan, sebenarnya saya—“

“Papa! Walaah, ternyata kalian berkumpul di sini,” seru Nyonya Reni yang tida-tiba datang. “Ya sudah, ayo kita makan malam bersama, yang lain udah pada nunggu tuh! Ayo Pa,” tukas Nyonya Reni.

Wanita itu langsung menggamit lengan Tuan Mahesa dan beranjak pergi, disusul Mariana.

“Ma, ayo!” seru Mariana pada sang ibu mertua.

“Iya, duluan saja, Sayang. Mama mau ke toilet sebentar,” jawab Bu Samira.

Dia mendekat ke arahku. “Jangan katakan apapun, tentang siapa dirimu sebenarnya, atau keluargamu tidak akan selamat. Aku tidak main-main dengan ucapanku, Hana,” bisiknya mengancamku.

Secepat kilat wanita kaya dan sombong itu pergi meninggalkanku. Aku membuang napas gusar. Dari dulu ia memang tak pernah menyukaiku. Kenapa aku tak sadar diri dari awal. Harusnya aku tak perlu masuk ke dalam hidup Mas Bambang.

“Hana, kamu malah bengong di sini! Ayo kamu antarkan makanan ke kamar Tuan Putra!”

Aku terkesiap mendengar suaranya. Rupanya Bik Rasni datang dengan wajah masam. “Maaf, Mbak. Tuan Putra sudah pulang?”

“Iya, dan dia minta kamu untuk mengantarkan makanan ke kamarnya.”

Aku mengangguk, mengekori langkah Bik Rasni menuju ke dapur. Baki berisi piring nasi, lauk serta sayurnya sudah ada di atasnya beserta sendok garpu juga tissue, lalu segelas air putih hangat.

“Antarkan ini ke kamar Tuan Putra, dan pastikan dia makan lebih dulu karena dia punya asam lambung, jadi makan harus teratur.”

“Baik, Mbak.”

“Ingat jangan lama-lama di sana. Tuan Putra tidak senang ada orang asing yang masuk kamarnya terlalu lama.”

“Baik, Mbak.”

Aku bergegas menuju ke kamar Tuan Putra di lantai dua, tentu saja melewati meja makan. Keluarga besar itu tengah makan bersama dengan lahapnya.

Kuketuk pintu kamar Tuan Putra berkali-kali. Tapi tak ada sahutan apapun dari dalam. “Permisi, Tuan Putra, saya Hana ingin mengantarkan makanan,” ujarku dengan nada setengah berteriak.

Hening, tak ada sahutan. Apa Tuan Putra gak ada di dalam?

“Permisi, Tuan. Saya Hana, ingin mengantarkan makan malam,” teriakku lagi. Menunggu satu menit dua menit, tapi tak ada sahutan dari dalam. Apakah Tuan Putra sudah tidur?

Aku mencoba memutar handle pintu ternyata tidak dikunci. Melangkah masuk dengan pelan, memperhatikan kamar Tuan Putra yang luas dan tampak begitu rapi. Aku mencari sosoknya tapi tak ada, hanya terdengar suara gemericik di kamar mandi.

Kuletakkan makanan itu di atas meja. Aku terkesiap kaget saat pria itu tiba-tiba ada di sampingku. Ia hanya memakai celana training panjang dan bertelanjang dada. Rambutnya basah, masih terdapat bulir-bulir air, sisanya mandi. Aku tertegun sejenak saat mata kami bersirobok.

Aku langsung menunduk dan mundur perlahan. Degup jantung terasa tak beraturan.

“Maaf Tuan kalau saya lancang, saya hanya ingin mengantarkan makanan ini dan memastikan Tuan makan malam,” ucapku sedikit gugup.

“Ya, terima kasih. Kamu boleh pergi, Hana.”

“Ba-baik, Tuan.” Aku berbalik dan melangkah meninggalkan kamar. Sebelum sampai di pintu, dia justru mencegahku.

“Tunggu, Hana.”

“Ya, Tuan?” Aku berbalik, lelaki itu justru mendekat.

“Bagaimana dengan Alvaro hari ini?”

Aku tersenyum lalu menceritakan kebersamaanku dengan anak itu. Lelaki itu menyimak ucapanku.

“ ... sekarang Alvaro sudah tidur, Tuan. Alvaro itu anak yang lucu dan menggemaskan. Sebenarnya dia tidak nakal, hanya butuh perhatian saja.”

Tuan Putra tersenyum. Eh tunggu, baru kali ini kulihat dia tersenyum. Selama ini dia hanya menampakkan ekspresinya yang datar juga dingin.

“Maaf Om Putra, ada yang ingin saya tanyakan mengenai pekerjaan di kan—“

Lelaki itu nyelonong masuk tanpa permisi. Mulutnya membulat saat melihatku ada di sini. Dia lantas menatapku tajam.

“Hana, kau kenapa ada di sini? Kau berusaha menggoda majikanmu sendiri ya?” pungkasnya dengan tatapan mengintimidasiku.

Astaghfirullah, kenapa aku selalu dalam posisi tak mengenakan seperti ini. Tadi ibunya membeberkan fitnah kebohongan, dan sekarang anaknya?

“Maaf Tuan, saya permisi dulu.” Tak ingin terjebak lebih lama, aku segera keluar dari kamar majikanku. Namun entah kenapa Mas Bambang justru mengejarku.

“Hana, kuperingatkan kau, jangan cari muka di sini apalagi berusaha menggoda majikanmu sendiri atau—“

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (52)
goodnovel comment avatar
Ratih Rohaeni
dasr pecundanf
goodnovel comment avatar
Thiya Yusrina
GK bisa buka kunci
goodnovel comment avatar
Nunung Nurhayati
deuh.. baru part 8 udah minta koin banyak...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 115

    Part 115 "Bagaimana aku melanjutkan hidup, Tante? Aku kehilangan semuanya! Aku kehilangan semuanya!!" teriak Mariana saat Reni masuk ke kamarnya. Ia berusaha menenangkan sang keponakannya itu."Tenang sayang, kamu gak sendirian. Kamu masih punya Tante di sini."Mariana masih menangis histeris. "Tapi, aku merasa dunia ini gak adil buat aku, Tante. Ini gak adil! Bukankah lebih baik aku mati saja, Tante? Hiks hiks!"Reni memeluk Mariana penuh kasih, mengusap punggungnya dengan lembut."Tante tau, ini pasti berat bagi kamu. Tapi kamu harus kuat, hidup akan terus berjalan. Kamu masih muda, Sayang. Perjalanan hidupmu masih panjang. Semua yang berlalu biarlah berlalu, semua yang pergi takkan mungkin kembali. Ayo kita perbaiki semuanya. Ayo kita mulai lembaran baru lagi! Jangan menyerah, Nak. Tante yakin, akan ada kebahagiaan setelah ujian bertubi-tubi ini."Mariana terdiam, pikirannya terus berkecamuk. Sedih, marah, rasa sesak dan ingin menyerah semua bercampur padu jadi satu. Sementara it

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 114

    Part 114Mariana duduk di kamarnya dengan di bawah cahaya lampu temaram, menatap televisi tanpa benar-benar memperhatikannya. Malam itu terasa sepi, lebih sepi dari biasanya. Ia merasa khawatir saat menerima pesan sang suami bahwa ia tak bisa pulang, situasinya sedang gawat. Memangnya apa yang sedang terjadi?Kekhawatirannya semakin menjadi-jadi ketika ponselnya berdering.Mariana melirik jam dinding, menunjukkan pukul sebelas malam. "Siapa yang menelepon malam-malam begini?" gumamnya. Dengan tangan gemetar, dia mengangkat gagang telepon."Halo?" suaranya terdengar lemah dan penuh kecemasan."Apakah ini dengan Ibu Mariana?" suara di seberang terdengar serius dan resmi."Ya, saya sendiri. Siapa ini?""Ibu Mariana, ini dari Kepolisian. Saya harus memberitahukan sesuatu yang sangat penting. Suami Anda, Bapak Wijaya, mengalami kecelakaan. Mobilnya jatuh dan terbakar."Deg! Jantung Mariana berdebar dengan kencang. Sejenak, dunia terasa seperti berhenti berputar. Suara dari telepon seperti

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 113. Musibah

    Part 113"Aaarrghh! SIAAALL!"'Hari apesku sepertinya mulai datang, ck!' gumam Wijaya. Belum sempat turun dari mobil, Wijaya segera berputar arah sebelum petugas polisi menyadarinya. Tapi sayang, salah seorang polisi memergoki mobilnya. "Ada mobil lain yang datang, tapi dia langsung pergi lagi!" "Kejar dia! Itu pasti komplotannya!"Di bawah langit yang gelap dan sebentar lagi turun huhan, pohon-pohon di samping kiri dan kanan jalan menjadi satu-satunya saksi dari kecepatan mobil hitam yang melaju dengan cepat di jalan raya yang sepi. Di dalam mobil itu, Wijaya duduk dengan tegang di kursi pengemudi. Tatapan cemasnya terpaku pada cermin belakang saat ia menyadari bahwa mobil polisi sedang mengejarnya.Saat ini, ia benar-benar terjerat dalam situasi yang sulit. "Yolanda kabur, lalu Om Heri tertangkap?! Astaga, lalu apa yang akan terjadi padaku?! Ini benar-benar di luar dugaan!" rutuknya sendiri.Wijaya mengambil ponseknya di dashboard lalu mengirimkan pesan suara pada sang istri.

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 112

    Part 112"Tu-tuan Putra?""Ya, ini aku," sahut Putra singkat, padat dan jelas. Ia menatap tajam perempuan muda di hadapannya.Yolanda mendekat dan bersimpuh di hadapan pria tampan itu. "Tuan, tolong saya. Lepaskan saya dari sini, Tuan. Saya ingin pulang," rengeknya sambil menangis."Saya ingin pulang, Tuan.""Tidak semudah itu. Apa kau tahu kenapa aku membawamu kesini?"Yolanda menggeleng pelan."Apa kau tidak tahu apa kesalahan yang sudah kamu perbuat?"Seketika perempuan muda itu terdiam. Ia menyeka butiran air matanya sekilas dan tertunduk, tak berani menatap pria di hadapannya.Cukup lama terdiam, tak ada satu patah kata apapun yang keluar dari mulutnya."Ehemm ...! Sampai kapan kamu diam? Mau sampai kapan kamu tutup mulut." tanya Putra penuh penekanan."Ma-ma-af Tuan, a-apa maksud Anda?" Dia bertanya dengan nada gemetar.Pria itu tersenyum sinis, melihat kelakuan Yolanda. Apakah dia memang b0doh, tak tahu kesalahannya sendiri?"Ohooo ...! Haruskah aku mengingatkan semuanya? Bah

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 111

    Part 111"Tuan, kami sudah menemukan keberadaan Yolanda!" ucap sebuah suara di seberang telepon."Oh ya? Dimana dia sekarang?" "Dia tinggal di rumah kerabatnya Tuan Wijaya, Tuan.""Hmmm ...""Tapi sepertinya dia di sini cuma dijadikan pembantu, Tuan. Kami liat dia tengah melakukan pekerjaan rumah tangga," jelasnya lagi."Bawa dia ke tempat biasa, aku ingin dia menghadapku. Tapi ingat, jangan sampai orang-orang tau, bawa dia saat mereka semua lengah!" tukas Putra di ujung telepon."Baik, Tuan, kami mengerti.""Pastikan juga orang-orang yang terlibat dengan Herry untuk segera ditangkap! Aku tidak mau masalah ini makin berlarut-larut!""Baik, Tuan."Putra mematikan panggilan teleponnya. Pria itu menghela napas dalam-dalam sembari menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya.Masalah-masalah besar yang membelitnya sungguh hal itu membuatnya sangat penat. Banyak sekali kejadian rumit, yang tak bisa dicerna oleh akal pikiran.Kenapa musuhnya harus orang-orang terdekatnya sendiri. Untuk apa? Ap

  • Dicerai Suami, Dinikahi Majikan Tampan   Part 110

    Part 110Putra keluar dari ruangan dan mencoba menghubungi orang rumah."Hallo, dengan kediaman keluarga Mahesa, ada yang bisa saya bantu?" ucap sebuah suara di seberang telepon."Hallo, Bi, ini Putra.""Oh, Tuan Putra. Ada apa, Tuan?""Bi, Mbak Reni apakah ada di rumah? Tolong panggilkan saya ingin bicara sebentar dengannya.""Maaf Tuan, tadi pagi Nyonya Reni pergi sama Tuan Heri. Nyonya Mariana sama Tuan Wijaya juga pergi.""Pergi? Kemana?""Saya kurang tau, Tuan. Nyonya Reni diam saja saat pergi. Kalau Nyonya Mariana pergi ke dokter, katanya mau check-up.""Ya sudah, baiklah. Tolong nanti kabari kalau Mbak Reni sudah pulang.""Baik, Tuan."Panggilan itupun berakhir. Pria itu tak kembali masuk ke dalam ruang perawatan ayahnya. Ia justru pergi dan menghubungi Derry.***Sementara itu, sejak pagi ... Mariana dan Wijaya bersiap-siap, akan check up ke dokter. Semalam, Mariana mengalami flek, maka dari itu, ia merasa sangat khawatir."Sayang, sudah tenang saja, aku akan antar kamu ke dok

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status