Diceraikan Karena Bukan Wanita Karir ( 30 ) Merusuh di Rumah Orang (1)"Maaf Bu Fatma. Laki-laki ini hanya bertanya kabar mengenai ketiga anaknya pada saya. Kebetulan dia mantan suami saya, " jawabku dengan lantang. Aku tak mau orang lain menyangka yang tidak-tidak. "Anak? Jadi laki-laki ini mantan suami Anda, dan Bu Soraya itu yang … ," ucap Bu Fatma menggantung. Matanya memindai wajah Mas Galih dan Soraya bergantian. Tiba-tiba wajah Soraya pucat, seolah kebusukannya dikuliti oleh atasannya. Aku tersenyum menang. Betul, Bu. Soraya itu yang datang dan merusak rumah tangga saya hingga porak poranda. Soraya menyeret lengan Mas Galih ke arah pintu. Mereka keluar diiringi tatapan mata kami yang rasanya masih gemas dengan tingkah Soraya. Aku menghembuskan napas penuh kelegaan. "Jaman sekarang pelakor teriak pelakor. Nggak nyangka kalau suami Bu Soraya ternyata mantannya Mbak Vinda. Kok dunia sesempit ini," ucap Bu Fatma sambil mendekat dan mengusap lenganku. Aku tersenyum. Sebagai ses
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier (31)Merusuh di Rumah Orang (2)Aku menyuapi Zoya dengan dengan puff untuk selingan makanannya. Pipinya sudah mulai tirus. Konon, Anak-anak yang sudah mulai berjalan maka lambat laun akan kehilangan kemontokannya. Tak masalah, selagi anak itu tumbuh sehat, jarang sakit dan berat badannya normal aku kira masih aman. Gadis kecilku sedang lucu-lucunya. Berjalan ke sana kemari tanpa rasa lelah serta diiringi celotehan yang terkadang membuat kami—orang dewasa, menerka-nerka maksud dari ucapannya. Saat hendak meraih Zoya dan membawanya ke kamar, aku mendengar suara ribut-ribut di depan rumah. Entah siapa yang hampir jam setengah sembilan malam ini berbuat kekacauan di rumah orang. Tak lama, suara pintu diketuk dengan keras dan cepat. Aku meraih jilbab yang tergeletak di atas sofa ruang santai. Ibu meraih Zoya ke dalam pelukannya, serta menggiring si kembar masuk ke dalam kamarnya. Kubuka pintu dengan perasaan menentu. Di luar pintu kulihat Soraya de
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karir ( 32) Ikatan Batin Ayah dan Anak (1)"Cukup, Vinda! Tutup mulut busukmu. Aku tak suka kamu mengatur hidupku." Kali ini Soraya terlihat meneteskan air mata. Kurasa kalimat ku benar-benar sudah memojokannya. "Kalau begitu cepat pulang. Kedatangan kalian kemari hanya sia-sia saja. Tak akan kalian dapatkan apapun, kecuali harga diri kalian yang akan kuinjak-injak akibat permintaan kalian yang tak masuk akal." Aku sudah melupakan soal kesopanan kali ini. Entahlah, semenjak berurusan dengan Mas Galih dan keluarganya, aku jadi sering mengusir orang. Aku tak mampu mengendalikan diri meski sekuat tenaga kutahan. Soraya mau berdiri setelah kedua tangannya ditarik paksa oleh orang tuanya. Aku tak habis pikir, dimana letak otak dan pikirannya hingga berani mengacaukan rumah orang di malam hari seperti ini. Dan lagi, kenapa dia datang justru bersama orang tuanya? Bukan dengan sang suami? Tak lama kudengar notifikasi panggilan dari ponselku. Kulihat nama Ma
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier (33)Ikatan Batin (2)Aku tersengal antara kehabisan napas dan mendamaikan emosi yang berlomba-lomba menguasai diriku. Lelah, sungguh. Menghadapi manusia licik kita bisa mengalahkannya dengan trik. Tapi menghadapi manusia tidak tahu malu? "Vin. Soraya divonis dokter tidak bisa punya anak. Dia mandul," ucap Mas Galih dengan suara lemah. Ada setitik rasa kasihan untuknya. Tetapi mengingat bagaimana jahatnya dia satu tahun yang lalu, rasa itu tiba-tiba menguap. "Dia pilihanmu. Aku sudah berusaha mengingatkanmu waktu itu. Bahkan aku mengemis padamu demi anak-anak. Tapi tak ada secuil pun rasa kasihan untuk kami. Silahkan hiduplah sesuai pilihanmu, Mas. Barangkali takdirmu adalah menghabiskan waktu dengan wanita karir dari keluarga berkelas, meskipun kamu harus kesepian tanpa tawa riang anak-anak." Hening. Tak ada jawaban apapun dari Mas Galih. Hanya kudengar helaan napas beras dari ujung panggilan. "Mohon maaf. Tidak perlu menghubungiku lagi setel
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier (34)Acara di Sekolah Anak Aku sengaja datang ke restoran tepat setelah adzan duhur. Zayn dan Ziyan hari ini ada kegiatan market day di sekolah tempat mereka menimba ilmu. Setelah semalaman mencari ide yang tepat untuk mereka, akhirnya aku dan kedua kembarku memutuskan membuat es jagung. Kali ini mereka menginginkan aku yang mengantar mereka ke sekolah. Selama ini memang ayahku yang mengantar cucu-cucunya ke sekolah. Kubantu mereka menata produk di lokasi yang sudah ditentukan oleh pihak sekolah. Zayn dan Ziyan sangat antusias, meski berkali-kali mereka mencuri pandang pada Alesha—teman mereka yang dibantu oleh kedua orang tuanya. Ayah Alesha dengan sangat sigap membantu memasang stand jualan anaknya. Aku paham apa yang dirasakan anak-anakku. Segera kualihkan perhatian mereka agar mulai menata cup tempat es yang akan mereka jual. Kuajarkan sekali lagi bagaimana cara mereka melayani pembeli nantinya. Dan berhasil, tatapan iri pada Alesha berhasi
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier (35)Acara di Sekolah Anak "Dia kenalan saya, Pak Ikhwan. Kebetulan anak-anaknya sekolah di sini." Jawaban Pak Rafli membuatku sedikit lega. Tak lama, laki-laki yang kutahu bernama Pak Ikhwan itu mohon pamit. Pak Rafli kembali menyejajarkan langkahnya denganku. Kalau tidak ingat adab, tentu saja kutinggal kabur manusia ini. Aku tak suka tatapan mata menelisik seperti tadi. Bagaimanapun laki-laki dan perempuan yang berduaan seperti ini membuat pandangan miring terhadap kami. Apalagi jika mengingat statusku. Ah… Lagi-lagi aku mengulik soal statusku yang janda ini."Beberapa minggu terakhir saya ke luar kota, Mbak. Ada urusan yang harus kuselesaikan. Suami Mbak Fatma membeli tanah di daerah Banten. Ternyata tanah tersebut berstatus tanah sengketa. Dia meminta saya menyelesaikannya. Alhamdulillah sekarang sudah selesai," ujar Pak Rafli. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan tanda mengerti. Aku merutuk dalam hati. Peduli apa menyampaikan hal itu pad
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karir ( 36 ) Wanita Bar-Bar (1)Segera kuambil uang receh yang biasa kusimpan di dalam mobil. Setelah mengambil yang kira-kira menurutku cukup, aku kembali menutup mobil dengan sekali hentakan. Aku khawatir anak-anak menungguku terlalu lama. Aku berbalik dan jantungku berdegup tak berirama mendapati seseorang yang kukenal berdiri tepat di hadapanku.Mas Galih menatapku dengan raut wajah yang sulit kuartikan. Tak ada satu kata pun yang terucap dari bibirnya. Begitu pun aku yang tak bisa berpikir jernih. Dari arah beberapa meter kulihat Pak Rafli menatap ke arahku. Aku harap dia tak mendekat dan membuat urusanku makin runyam. "Ada apa, Mas?" tanyaku akhirnya pada mantan suamiku. Postur tubuh Mas Galih yang lebih tinggi dariku membuat wajahku mendongak. "Kudengar hari ini acara market day di sekolah anak-anak, aku ingin liat mereka." Kalimat yang keluar dari mulut Mas Galih terdengar memelas. Seolah dia meminta izin dariku untuk melihat anak-anak dari d
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier (37)Wanita Bar-Bar (2)Lucunya lagi, di saat semua itu terjadi, mereka baru ingat tiga anak yang kubawa berjuang panas perih menata hidup yang porak poranda akibat nafsu dan keserakahan mereka. Anak yang beberapa saat menanyakan di mana ayahnya. Bahkan si kecil Zoya tak sempat menyicip serunya naik pundak ayahnya untuk mengejar gelembung balon sabun. Maka dengan keyakinan sekuat baja tentu saja kutolak permintaan mereka mentah-mentah. "Kalau begitu, menikahkah lagi dengan wanita normal, Mas. Dengan begitu orang tuamu akan puas, mendapatkan cucu darah daging mereka sendiri." Ucapanku membuat Mas Galih berhenti berjalan. Dia menatapku tak percaya, aku bisa mengucapkan kata-kata seperti itu. Tatapan matanya menelisik, membuatku sedikit kehilangan nyali. "Kenapa? Ada yang salah dengan kalimatku?" Aku bertanya dengan raut wajah merasa tak berdosa. "Kamu berubah, Vinda. Sekarang kamu menjadi wanita yang sulit ditebak, bahkan kamu menjadi lebih kasa