Zayden menerima telepon itu dan bertanya, “Christian, kenapa kamu meneleponku?”Christian adalah putra bungsu Zachary Moore, kakak pertama Zayden. Berbeda dari orang tuanya yang sangat tidak akur dengan Zayden, Christian memiliki hubungan yang cukup baik dengan Zayden.Sejak kecil, Christian memiliki impian untuk menjadi dokter. Jadi, dia sudah mengumumkan dari awal bahwa dia tidak akan meneruskan bisnis keluarga dan ingin belajar kedokteran. Agar tidak diancam orang tuanya, dia bahkan bekerja untuk membayar uang kuliahnya sendiri. Sekarang, dia juga mengandalkan prestasinya sendiri untuk belajar di luar negeri. Oleh karena itu, dendam di antara generasi sebelumnya tidak memengaruhi hubungan paman dan keponakan ini.“Om, Kakek bilang kamu sudah sadar dan menikah. Aku tentu saja harus bertanya padamu mengenai hal sebesar ini,” ujar Christian.Setelah mendengar kata-kata Christian, Zayden mengerutkan keningnya dan bertanya, “Kamu yang ada di luar negeri juga sudah tahu mengenai hal ini?”
Mobil mereka melaju dengan cepat, lalu berhenti di depan pintu mal termewah dan paling terkenal di Kota Slastin.“Nona Audrey, kamu belanja saja dulu. Kalau sudah mau pulang, hubungilah aku. Aku akan datang menjemputmu,” ujar Caleb. Dia masih memiliki pekerjaan di perusahaan. Jadi, dia pun bermaksud untuk pergi setelah menurunkan Audrey.Audrey juga tidak menyulitkannya dan mengangguk. Kemudian, dia masuk ke mal sendirian. Begitu masuk ke mal, dia mau tak mau mendecakkan lidahnya setelah melihat deretan produk yang indah dan sangat mahal.Sejak diusir Michael, Audrey sangat jarang datang ke tempat seperti ini. Dia hanya pernah datang ke tempat semewah ini sekali, dan itu juga karena diseret oleh Christian.Saat teringat tentang Christian, Audrey pun melamun sejenak. Kemudian, dia berjalan ke sebuah toko di dalam ingatannya. Begitu mendongak, dia pun melihat gaun yang pernah dicobanya itu sedang digantung di tempat yang paling menarik perhatian semua orang.Audrey masih ingat apa yang d
Maria merasa apa yang dikatakannya kemungkinan besar memang adalah kenyataan. Bagaimanapun juga, Audrey memang sangat cantik, tetapi dandanannya sangat lusuh. Sekarang, dia malah bisa tiba-tiba mengeluarkan selembar kartu hitam yang limitnya tak terbatas untuk berbelanja. Jika bukan karena sudah menjadi simpanan orang, mana mungkin ada kemungkinan lainnya lagi?Setelah memikirkan hal ini, Maria lebih enggan pergi lagi. Dia pura-pura melihat-lihat baju lainnya, tetapi pandangannya tidak berhenti melirik ke arah Audrey.Beberapa saat kemudian, Audrey yang sudah berganti pakaian berjalan keluar dari kamar pas. Perhatian beberapa orang yang ada di dalam toko langsung tertuju padanya. Audrey tidak berdandan dengan berlebihan. Dia hanya mengenakan gaun polos yang sederhana, wajahnya juga tidak dirias. Namun, kulitnya terlihat sangat mulus dan putih. Rambut hitamnya yang panjang jatuh melewati bahunya. Saat ini, dia terlihat sangat cantik dan segar sehingga orang-orang tidak bisa mengalihkan
Kedua wanita itu sama-sama tidak mengalah. Tidak lama kemudian, mereka pun menimbulkan keributan yang besar. Keributan ini sudah menarik perhatian orang-orang yang lalu-lalang. Dalam sekejap, toko ini pun dikelilingi oleh sekelompok orang. Pemilik toko juga buru-buru menyuruh satpam untuk datang. Setelah satpam itu tiba, dia buru-buru melerai kedua wanita itu.Maria sudah terbiasa dimanjakan sejak kecil. Jadi, dia sama sekali bukanlah tandingan Audrey. Setelah berkelahi sejenak, dia bukan hanya tidak mendapatkan keuntungan apa-apa, tetapi malah harus menerima beberapa pukulan lagi. Saat ini, keadaannya terlihat sangat menyedihkan.Setelah melihat ada banyak orang yang berkerumun, Maria tiba-tiba terpikirkan sebuah ide. Dia menunjuk ke luka di wajahnya, lalu mengadu pada semua orang, “Semuanya, ayo lihat seberapa kejam wanita ini. Sejak SMA, dia sudah sering bergaul dengan pria nggak benar. Sekarang, mentang-mentang sudah jadi simpanan pria kaya, dia pun bersikap begitu arogan hingga b
Setelah keluar dari mal, Audrey melihat mobil Zayden yang diparkir di luar. Dia menunduk dan melihat penampilan dirinya yang menyedihkan, lalu merasa agak bersalah. Meskipun dia tidak kalah dalam perkelahian tadi, Keluarga Moore adalah keluarga kalangan atas. Jika mengetahui dia berkelahi dengan orang lain di luar, Zayden pasti akan menyalahkannya.Namun, menghindar bukanlah cara penyelesaian yang baik. Audrey hanya bisa menarik napas dalam-dalam, lalu memberanikan diri untuk naik ke mobil. Untungnya, Zayden sedang memusatkan perhatiannya pada laptop di hadapannya. Jadi, dia tidak terlalu memperhatikan Audrey.Audrey diam-diam mengembuskan napas lega dan buru-buru meringkuk sambil melihat ke luar jendela. Dia sedang berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menarik perhatian Zayden.Mobil melaju dengan kecepatan yang stabil. Saat Audrey merasa masalah kali ini akan berlalu dengan begitu saja, Zayden melirik ke arahnya dengan acuh tak acuh. Saat melihat rambut Audrey yang berantakan dan a
Audrey menghela napas, lalu mendongak untuk melihat lokasi keberadaannya. Dia tidak tahu di mana dia berada, tetapi tempat ini terlihat sangat terpencil. Dia bahkan tidak melihat ada sebuah mobil pun yang lewat. Tak berdaya, Audrey hanya bisa berjalan sambil menunggu sampai ada mobil yang bersedia memberinya tumpangan....Setelah Zayden menurunkan Audrey di pinggir jalan, Caleb tidak berhenti melihat jalan di belakang mobil mereka. Tempat ini sangat terpencil. Jika tidak ada yang menjemput Audrey, Audrey mungkin tidak akan bisa pulang. Dia pun berkata, “Tuan Zayden, apa Nona Audrey sendiri ....”“Apa kamu mau menemaninya?” tanya Zayden dengan dingin.Setelah mendengar jawaban Zayden, Caleb hanya bisa menutup mulutnya.Zayden membuka dokumen di tangannya, tetapi sama sekali tidak tertarik untuk membacanya. Setelah terpikirkan kembali ucapan Audrey tadi, ekspresinya pun menjadi semakin suram. Setelah beberapa saat, dia baru berkata, “Selidiki latar belakang wanita itu.”Zayden tidak sep
Setelah melamun sejenak, Zayden tersadar dan berdeham, “Kalau nggak mau aku tarik kembali kata-kataku, tutup mulutmu.”Audrey pun segera diam. Dia tidak ingin menyanjung Zayden hingga berlebihan. Sisa perjalanan mereka dilewati dalam keheningan.Setelah menemani Timothy makan malam, mereka pun kembali ke kamar masing-masing....Keesokan paginya, Zayden sudah bangun di pagi-pagi buta.Saat membuka matanya, Zayden melihat Audrey masih belum bangun dan tidur sangat nyenyak. Mungkin dia sudah terlalu lelah semalam sehingga masih tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Tubuhnya yang ramping meringkuk di satu area kecil di lantai.Zayden tiba-tiba teringat tentang data yang dibacanya kemarin. Saat memikirkan Audrey sudah harus bekerja untuk menghidupi dirinya dan ibunya yang sakit di usia belia belasan tahun, dia merasa agak bersimpati pada Audrey. Mungkin dia seharusnya tidak bersikap begitu buruk terhadap Audrey.Setelah memikirkan hal ini, Zayden pun berjalan ke arah Audrey. Dia beren
Audrey sedang bekerja. Namun, entah kenapa dia tidak bisa berkonsentrasi dan merasa sangat gelisah. Tepat pada saat dia bertanya-tanya apa yang terjadi pada dirinya, ponselnya pun berdering. Dia melirik layar ponselnya dan melihat ternyata mantan rekan kerjanya yang menelepon. Mereka berdua sudah lama tidak saling berhubungan. Audrey pun merasa agak heran kenapa mantan rekan kerjanya itu tiba-tiba menelepon, tetapi tetap mengangkatnya.“Audrey, apa kamu masih ingat kamar yang kamu suruh aku bantu bersihkan habis sif malammu waktu itu? Akhir-akhir ini, ada orang yang lagi selidiki siapa yang pernah bekerja sif malam di sekitar periode waktu itu. Apa pernah terjadi sesuatu?”Orang yang menelepon adalah Shania Leonard, orang yang menggantikan Audrey membersihkan kamar presidensial itu setelah insiden yang dialami Audrey. Hari itu, Shania menemukan sebuah jam tangan di dalam kamar itu dan menyimpannya karena tiba-tiba merasa serakah.Setelah itu, Shania mengeceknya di internet dan mengeta