Share

Akan Melalui ini Untukmu

Pagi itu, Sagara dan Hanna keluar bersama dengan Sagara membawa dua koper milik istrinya. Matanya sekilas menatap wajah Krisna yang duduk di sofa ruang tengah dengan secangkir teh di tangan kanannya.

“Mau langsung pindah saja?” tanya Sinta sambil menghampiri mereka.

Sagara mengangguk sopan. “Iya, Ma. Kami akan langsung pindah,” jawabnya.

Sinta melihat mereka berdua dengan pandangan penuh kasih. “Baiklah, tapi sarapan dulu, ya. Mama sudah menyiapkan sarapan untuk kalian. Jangan menolak! Nanti Mama ngambek.”

Hanna menggeleng sambil tersenyum pada tingkah lucu ibunya. “Tentu saja, Ma. Aku tidak akan pernah menolak masakan terenak di dunia ini.”

Sinta mengusap lengan Hanna lembut. “Nanti Mama akan mengunjungi rumah baru kalian dan membawa makanan kesukaanmu,” katanya sambil duduk di meja makan.

“Makanan kesukaanmu apa? Biar aku masak, kalau Mama tidak sempat ke rumah,” tawar Sagara sambil menatap Hanna.

“Kamu bisa masak?” tanya Hanna kagum.

Sagara mengangguk mantap. “Ya, kalau tidak percaya, nanti aku buatkan dan semoga kamu suka.”

Sinta tersenyum melihat interaksi mereka. “Meskipun baru enam bulan menjalin hubungan, tapi Sagara pantas mendapat acungan jempol atas tanggung jawabnya. Berani bertindak, berani bertanggung jawab.”

Sagara tersenyum tipis pada Sinta, tak tahu harus berkata apa pada mertuanya itu.

Setelah sarapan selesai, mereka berdua pamit kepada Sinta dan Krisna. Mencium tangan kedua mertua mereka sebelum kembali ke rumah untuk mengambil barang-barang yang akan mereka bawa ke rumah baru.

“Sagara!” panggil Krisna dengan suara datar.

Sagara menoleh dan menatap mertuanya. “Ya, Pa?”

Krisna menghela napas. “Setelah mengantar Hanna ke rumah baru kalian, datanglah ke kantorku dan temui saya di lantai tiga puluh.”

Sagara mengangguk patuh. “Baik, Pa. Saya akan segera datang.”

Setelah itu, mereka berdua meninggalkan rumah mewah itu, menuju rumah baru mereka dengan perasaan campur aduk.

Sagara merasakan keputusannya berada di persimpangan yang sulit. Di satu sisi, uang senilai dua puluh miliar tersebut bisa menjadi modal yang besar untuk masa depannya dan Hanna. Namun, di sisi lain, menjadi seorang office boy di perusahaan mertuanya akan memberinya kepastian finansial, meskipun dengan harga merasa tidak dihargai.

Dengan hati yang berat, Sagara menatap Krisna dengan penuh pertimbangan. “Maafkan saya, Pak. Saya tidak bisa menerima tawaran ini.”

Krisna menatapnya dengan tajam, mungkin tidak menyangka Sagara akan menolak tawarannya. “Apa maksudmu?”

Sagara menelan ludah, tetapi tekadnya tetap kuat. “Saya tidak bisa menerima uang ini dengan syarat harus menceraikan Hanna. Saya berjanji untuk bertanggung jawab atas keputusan saya untuk menikahi Hanna. Meskipun kondisi kami sulit, saya tidak akan meninggalkan Hanna.”

Krisna mengangkat alisnya dengan ekspresi campuran antara keterkejutan dan kekaguman. “Anda bersikap lebih jantan dari perkiraan saya, Sagara. Baiklah, saya hargai keputusan Anda.”

Sagara mengangguk dengan tegas. “Terima kasih, Pak. Saya akan mencari cara lain untuk mendapatkan uang, tapi tidak dengan meninggalkan Hanna.”

Krisna menghela napasnya. “Anda benar-benar mencintai anak saya, ya?”

Sagara menatapnya mantap. “Ya, Pak. Saya mencintai Hanna, dan saya akan bertanggung jawab atas keputusan saya.”

Meskipun perbincangan itu sulit, Sagara merasa lega dengan keputusannya. Ia merasa telah membuat pilihan yang tepat demi masa depannya bersama Hanna.

Sementara Sagara meninggalkan ruangan dengan keputusan yang teguh, Krisna duduk di tempatnya dengan pikiran yang kacau. Ia merasa tertantang untuk mengungkap misteri di balik Sagara, yang sepertinya jauh lebih kompleks daripada yang terlihat.

"Dia tidak mau menerima uang," gumam Krisna dalam hati, merenungkan keputusan Sagara. "Mungkin ada yang lebih besar dari sekadar uang baginya. Tapi apa?"

Krisna merenung sejenak, mencoba mengurai kebingungannya. "Siapa sebenarnya anak itu? Apakah memang benar, dia terlahir dari keluarga berada?" pikirnya, semakin yakin bahwa Sagara menyembunyikan sesuatu.

Dia kemudian mengingat perkataan Hanna tentang Sagara, tentang bagaimana mereka bertemu di jembatan dan tentang kondisi hidupnya yang sulit. "Kenapa misterius sekali suami anakku itu. Dari mana, Hanna mendapatkan pria seperti itu?"

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benak Krisna, mengganggunya dengan kekhawatiran yang semakin membesar. "Dari segi ucapannya pun sangat lugas," pikirnya, mencoba mengingat kembali percakapan dengan Sagara. "Sedikit pun tidak ada rasa takut saat melihatku. Begitu berani."

Krisna merasa semakin penasaran, tetapi juga semakin khawatir. "Aku harus mencari tahu tentang anak itu," pikirnya, memutuskan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut tentang latar belakang Sagara. "Jangan sampai anakku kenapa-kenapa jika anak itu ternyata seorang criminal."

Dengan hati yang gelisah, Krisna merencanakan langkah-langkahnya selanjutnya untuk mengungkap misteri di balik Sagara, sambil berharap bahwa keputusannya tidak akan membahayakan anaknya.

Sagara melangkah maju, menghadapi tantangan yang baru dalam hidupnya dengan kepala tegak. Meskipun hatinya sedang teriris oleh kesedihan dan kekecewaan, ia bertekad untuk menghadapinya dengan tabah. Meski pakaian office boy itu terasa merendahkan, Sagara tahu bahwa ia harus menerima keadaan tersebut.

"Dad," gumamnya dalam hati, memanggil Krisna dengan panggilan yang sudah terpatri dalam hatinya. "Bukan ini yang aku inginkan. Tapi, aku harus menerimanya. Aku tidak salah, 'kan, Dad? Aku hanya sedang diuji, 'kan, Dad? Aku pasti akan kembali pada hidupku seperti dulu. Apa yang aku inginkan akan aku capai. Aku hanya butuh sabar saja, 'kan, Dad?"

Sagara terus menguatkan hatinya, mencari kekuatan dalam keyakinannya bahwa keputusannya untuk tetap bersama Hanna adalah yang terbaik. Meskipun air matanya mengalir, ia mengusapnya dengan tangguh, menunjukkan bahwa ia siap menghadapi segala rintangan.

"Hanna, aku akan melalui ini untukmu," ucapnya dalam hati, berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan menyerah.

Ketika dia dipanggil oleh rekan kerja barunya, Sagara menatapnya dengan sikap yang ramah dan menghampirinya.

Meskipun ia baru saja mengalami pukulan berat, Sagara tetap berusaha untuk menjalani hari dengan semangat dan kepercayaan diri.

Ia menerima nametagnya dengan penuh hormat, menyimak setiap kata yang diucapkan oleh rekan kerjanya.

Meskipun statusnya masih sebagai karyawan baru dan masih harus melewati masa training, Sagara berkomitmen untuk bekerja dengan baik dan memberikan yang terbaik untuk pekerjaannya.

Dengan senyum tulus, Sagara membalas sapaan dan melangkah maju, siap menghadapi hari baru yang menantang di tempat barunya itu.

Meskipun ia masih berjuang dengan keputusannya dan dengan kondisi hidupnya yang baru, Sagara tahu bahwa dia tidak sendiri. Dengan Hanna di sisinya, ia yakin bahwa mereka akan bisa menghadapi segala rintangan bersama-sama.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status