Share

Suami Pertama dan Terakhirku

Author: Suhadii90
last update Last Updated: 2024-04-21 12:57:05

Satu minggu kemudian, Sagara dan Hanna melangsungkan akad nikah dengan acara yang sangat sederhana. Mereka hanya mengundang keluarga besar Hanna dan keluarga dari sahabat ayah Sagara. Meski harus menanggung malu, Krisna telah memberitahu kebenaran tentang kehamilan Hanna yang terjadi sebelum menikah.

“Sagara, jaga dirimu baik-baik, ya. Kami harus kembali ke Yogyakarta,” kata Hendrik kepada Sagara.

Sagara mengangguk sambil mengulas senyumnya. “Baik, Om. Terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk menjadi saksi pernikahan kami.”

Hendrik menepuk bahu Sagara. “Kita akan segera mencari bukti untuk mengambil kembali perusahaan ayahmu. Setelah kita menemukan semua dokumen asli yang disembunyikan oleh ayahmu, kita dapat melaporkan Damar ke polisi.”

Sagara mengangguk lagi. “Aku juga akan berusaha mencarinya, Om. Sayangnya, orang tua Hanna tidak merestui kami karena aku tidak memiliki apapun.”

“Iya, Om sudah tahu. Terlihat dari ekspresi mertuamu. Dia kecewa karena anaknya melibatkan diri dengan pria yang tidak memiliki apa-apa. Padahal, jika dia tahu betapa kaya kamu, mertuamu pasti akan bersikap berbeda.”

“Tapi, untuk saat ini, kamu harus bersabar. Om akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari dokumen asli itu. Setelah itu, kita akan mencari bukti bahwa Damar adalah orang yang bertanggung jawab atas kematian ayahmu.”

Sagara tersenyum miris ketika mengingat kematian mendadak ayahnya. “Siapa lagi kalau bukan dia, Om. Dia menginginkan Mama, membunuh Papa, dan akhirnya merebut harta Papa.”

“Ya, sebelum ibumu menikah dengan Damar, mereka sudah sangat dekat. Ibumu adalah orang yang bodoh dalam kejadian itu, Sagara,” kata Hendrik dengan tegas.

Sagara menelan ludah dengan pelan. “Iya, Om,” ucapnya sambil menundukkan kepala.

“Om pamit pulang,” kata Hendrik kemudian.

Sagara mengangguk dan melambaikan tangannya kepada Hendrik, satu-satunya harapan yang bisa membantunya mencari bukti tentang pembunuhan ayahnya, serta mengembalikan aset yang seharusnya menjadi miliknya dan kini dikuasai oleh Damar.

Hanna mendekati Sagara dan menepuk bahunya. Sagara menoleh dan mengulas senyum.

“Aku punya sedikit tabungan. Kita bisa menyewa rumah terlebih dahulu. Setelah itu, kita akan mencari rumah yang lebih layak,” ucap Sagara dengan lembut.

Hanna tersenyum. “Papa ingin bicara denganmu, Sagara.”

Sagara mengangguk dan menggenggam tangan Hanna, mengikuti Hanna ke dalam rumah. Dia duduk di depan Krisna, yang belum sepenuhnya menganggapnya sebagai menantu. Sagara menatap tajam pada Krisna, tanpa menunjukkan ketakutan.

“Jangan pernah sakiti anak saya. Satu tetes air mata jatuh, saya yang akan menolakmu. Jika dalam satu tahun kamu masih hidup dalam kemelaratan, saya akan mengambilnya kembali. Dia dilahirkan dari orang tua yang memiliki segalanya.

“Tidak pantas bagi seseorang yang sudah berumah tangga untuk hidup dalam kemelaratan! Jadi, jika kamu berani menyakiti hati anak saya, jangan harap kamu akan bertemu lagi dengan anak dan istri kamu! Ingat itu, Sagara!”

**

Pada malam itu, Sagara membantu Hanna mempacking semua barang yang akan dibawa ke rumah baru mereka.

“Hanna, berapa harga rumah yang kamu beli? Aku masih punya tabungan, biar aku ganti uangnya,” ucap Sagara, tanpa mengetahui bahwa Hanna sudah membeli rumah untuk mereka berdua.

“Tidak mahal, Sagara. Uang itu simpan saja untuk keperluan lainnya. Ini sebagai ucapan terima kasihku karena kamu mau menjadi ayah dan suami bagi aku dan calon bayiku,” jawab Hanna dengan tulus.

Sagara tersenyum lirih mendengar ucapan tulus Hanna. “Seharusnya aku yang berterima kasih padamu karena kamu mau menampungku, yang tidak memiliki apa-apa ini. Mau berjuang bersama sampai akhirnya ayahmu mau merestui, meskipun hanya untuk dinikahkan saja. Bukan benar-benar memberikan restu pada pernikahan kita.”

Hanna mengulas senyumnya. “Keyakinan dan keteguhan hatimu, yang pada akhirnya membuat ayahku mau menikahkan kita. Cepat atau lambat, ayahku pasti akan luluh, Sagara. Apalagi ketika anak ini sudah lahir. Banyak orang tua yang akhirnya merestui ketika melihat mata cucunya sendiri.”

Sagara mengusap lembut pipi Hanna dan menatapnya dengan tulus. “Aku berjanji, aku akan menjadi suami yang baik bagimu. Setelah ini, aku akan mencari pekerjaan dan berhenti kuliah. Tugasku sekarang adalah menjadi suami, bukan mahasiswa lagi.”

Mata mereka saling bertatap. Hanna melihat ketulusan yang begitu nyata dalam mata Sagara. Sampai-sampai membuatnya bingung sendiri, seolah-olah Sagara yang telah membuatnya hamil.

“Mengapa dia begitu tulus menjadi suamiku? Bukankah pernikahan ini hanya bentuk simbiosis mutualisme? Mengapa dia terlihat sungguh-sungguh bertanggung jawab, bahkan ingin mencari pekerjaan demi menghidupiku? Terdengar aneh jika dia mencintaiku. Tidak! Tidak karena itu. Aku yakin!” pikir Hanna dalam hatinya.

Hanna terus bergelut dengan perasaannya dan rasa anehnya terhadap sikap Sagara yang begitu misterius. Baru mengenal satu minggu, tidaklah cukup bagi Hanna untuk benar-benar mengenal pria yang kini menjadi suaminya itu. Walau Sagara sudah menjadi suaminya, bukan berarti dia bisa sepenuhnya percaya pada pria yang belum ia kenal sepenuhnya itu.

“Sudah malam, Hanna. Tidurlah. Besok kita akan pergi ke rumah baru itu,” kata Sagara, mencoba menenangkan Hanna.

Kemudian, pria itu mengambil buku tabungan dan kartu ATM dari Hanna. “Peganglah! Hanya sisa lima puluh juta lagi. Gunakan untuk biaya persalinanmu nanti. Aku khawatir aku belum bisa mendapatkan pekerjaan, sedangkan enam bulan lagi kamu akan melahirkan. Waktu enam bulan bukanlah waktu yang lama.”

Hanna menatap buku tabungan dan Sagara bergantian. “Tapi, Sagara….”

Sagara menarik lembut tangan Hanna dan menyimpan buku tabungan itu di atas telapak tangannya. “Simpanlah. Uangku sudah menjadi milikmu. Aku adalah suamimu, bukan orang asing yang hanya menolongmu di jembatan seminggu yang lalu.”

Sagara menghela napas panjang. “Ini sebagai jaminan jika aku berani meninggalkanmu. Tapi, itu semua tidak akan terjadi. Walau pernikahan ini sangat mendadak dan tidak pernah ada dalam daftar hidupku, harus menikahi ibu hamil yang bukan hasil perbuatanku. Tapi, kamu sudah bersedia menjadikanku suamimu.

“Aku hanya ingin menikah sekali dalam hidupku, Hanna. Semoga Tuhan mendengar doaku. Biarkan kita saling mengisi satu sama lain. Bukan berarti aku memaksa kamu untuk patuh padaku. Terserah apa yang ingin kamu lakukan. Tapi, aku hanya berharap kamu juga punya prinsip yang sama denganku. Aku hanya ingin sekali saja.”

Sagara tertawa sendiri atas ucapannya. Tertawa karena merasa seolah-olah berperan sebagai suami dari Hanna Marwasari Andira. Padahal, perempuan itu hanya menginginkan seseorang yang bisa menerimanya dan anak yang sedang dikandungnya.

Hanna mengulas senyumnya dan memegang kedua sisinya wajah suaminya. Dia menatapnya dengan sangat erat. “Kamu adalah suami pertama dan terakhirku, Sagara. Aku juga punya prinsip yang sama denganmu. Aku ingin menikah hanya sekali.”

Sagara menelan ludah dengan pelan sambil tersenyum haru. “Terima kasih, Hanna. Sekarang, tidurlah. Besok, kita tidak perlu pergi ke boutique dulu. Kita masih menjadi pengantin baru.”

Hanna terkekeh pelan dan mengangguk. “Selamat tidur, Sagara.”

Sagara mengusap pucuk rambut Hanna dan tersenyum. Setelah itu, pasangan suami-istri itu menutup mata karena waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dihamili Calon Tunangan, Dinikahi Pewaris Tunggal   Welcome Baby Twins

    "Kita lakukan tes terlebih dahulu. Susternya sudah saya minta untuk membawakan alat tes kehamilan juga," kata Dokter Azmi menjelaskan.Sagara tampak terkejut. Ia bahkan tak menyangka jika Hanna bisa secepat itu memberinya keturunan, kalau memang alat itu menunjukkan dua garis biru.Tak lama kemudian, Dokter Aris datang dan memberikan tespack kepada Hanna. "Silakan dicek terlebih dahulu, Bu Hanna. Kita periksa setelah hasilnya sudah keluar."Hanna mengangguk kemudian mengambil alat tes kehamilan itu. Lalu, masuk ke dalam toilet untuk segera melakukan tes kehamilan. Semakin cepat, semakin baik. Begitu menurutnya.Lima menit kemudian. Hanna keluar dari toilet. Sagara tengah duduk di samping sang anak yang sedang memakan buah apel yang sudah Sagara potong-potong."Positif, Dok." Hanna memberikan alat itu untuk diperlihatkan kepada Dokter Aris.Dokter Aris manggut-manggut. "Kalau begitu, kita lakukan USG terlebih dahulu. Agar tahu, sudah berapa usianya."Sagara juga ikut ke ruang USG. Pun

  • Dihamili Calon Tunangan, Dinikahi Pewaris Tunggal   Hanna Hamil?

    Sagara menelan salivanya dengan pelan. Kenangan terburuk yang pernah dia alami begitu menyakitkan hatinya. Di mana nasib buruk itu mengguncang dirinya, datang secara bersamaan.Namun, hasil yang kini dia dapatkan jauh lebih baik dari apa yang pernah dia miliki. Bahkan, orang-orang yang sudah merendahkannya kini bertekuk lutut padanya.Waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam. Di mana acara pernikahan itu sudah selesai dilaksanakan. Para tamu yang datang sudah pulang ke rumah masing-masing.Pun dengan Sagara dan juga Hanna. Mereka memilih untuk pulang setelah acaranya selesai.Di dalam kamar hotel. Keduanya terlihat canggung karena tidak tahu harus dimulai dari mana.Andra pun mengirim pesan kepada Sagara untuk menanyakan perihal malam pertama yang harus dia lakukan.Andra: [Udah molor, belum? Apa jangan-jangan mau ngalahin gue!]Pesan terkirim.Sementara Indah masih berada di dalam kamar mandi. Seolah tak tahu, apa yang harus dia lakukan.Ting!Sagara: [Baru pemanasan. Tapi, karena el

  • Dihamili Calon Tunangan, Dinikahi Pewaris Tunggal   Posisi yang Sangat Lemah

    “Milla kenapa jadi begitu? Bener-bener sampul nggak bisa menjamin bisa dipercaya,” kata Hanna setelah kembali dari kamar mandi.Sagara mengendikan bahunya. “Lagi suka sama seseorang, kali. Makanya cari perhatian.”Hanna lantas menolehkan kepalanya kepada Sagara. “Kalau sukanya sama kamu, gimana?”Sagara tersenyum miring. “Yaa nggak gimana gimana, Sayang. Mau diganti lagi? Aku sih, terserah kamu aja. Karena aku nggak akan terkena rayuan apa pun kalau dia berani merayuku.”Perempuan itu hanya melirik Sagara yang berbicara dengan santainya. Sebab memang begitu kenyataannya. Tidak tergoda sedikit pun pada orang-orang yang berani menggodanya."Gak akan kelar, kalau diganti lagi dan lagi. Biar aja. Kecuali kamunya oleng."Sagara menatap Hanna kemudian menghela napas kasar. "Nggak akan. Janji, gak akan oleng. Aku gak mau kehilangan kamu. Daripada ladenin orang macam dia, lebih baik aku pindah jabatan aja, kerja di Lestari aja."Hanna terkekeh pelan. "Yaa bagus. Jangan sampai membuang berlian

  • Dihamili Calon Tunangan, Dinikahi Pewaris Tunggal   Jangan Dulu Pulang

    Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi.Di ruang makan. Sagara, Hanna, Mayang dan juga Suster Indah tengah sarapan bersama.“Jadi gimana, Sus? Tetap mau resign?” tanya Sagara setelah menyelesaikan acara makannya.Suster Indah menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Bisa kita bicara, Mas Sagara?”Sagara mengangguk. “Temui saya di ruang kerja!” ucapnya kemudian beranjak dari duduknya. Setelahnya, diikuti oleh Suster Indah setelah pamit kepada Hanna dan juga Mayang.“Jadi gimana, Sus?” tanya Sagara setelah tiba di ruang kerjanya.Suster Indah memberikan catatan yang setiap hari ia tulis mengenai kondisi kesehatan Mayang.“Bu Mayang masih butuh pendamping, Mas Sagara. Dan sepertinya, harus selalu ditemani sampai selamanya. Kondisi kejiwaannya tidak sepenuhnya kembali. Dan memang, banyaknya pasien yang sembuh itu tidak sembuh permanen,” tutur Suster Indah menjelaskan.Sagara melihat catatan tersebut. Kemudian menghela napasnya dengan pelan. “Harusnya cari yang udah tua, janda atau perawan tu

  • Dihamili Calon Tunangan, Dinikahi Pewaris Tunggal   Kondisinya Belum Begitu Normal

    Sampai akhirnya mereka tiba di Indonesia. Setelah berjam-jam lamanya, tanpa ada transit terlebih dahulu. Akhirnya tiba di tanah kelahiran.Waktu sudah menunjuk angka tujuh malam. Waktu yang tepat untuk mereka makan terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah. Makan di resto mereka, yang saat itu tidak terlalu ramai. Mereka memilih untuk makan di lantai tiga, ruang privasi sang pemilik resto.“Sayang. Rivano-nya tidurin di tempat tidurnya aja. Bawa ke sini,” teriak Sagara kepada Hanna yang tengah menyusui sang anak.“Iyaaa!” sahut Hanna kemudian.Sagara pun kembali menyesap kopi miliknya yang ia pesan lima menit yang lalu. Sembari menunggu makanan yang mereka pesan tiba.“Gue mau bahas project di Singapura. Kemaren, mereka pengen revisi motif yang ada di ujung deket kaca gitu. Katanya, terlalu rame dan warnanya juga kurang cocok dengan warna tembok kantor mereka.”Sagara manggut-manggut dengan pelan. “Sebenarnya gue lagi males bahas kerjaan. Karena gue masih cuti. Tapi, karena besok udah

  • Dihamili Calon Tunangan, Dinikahi Pewaris Tunggal   Ingin Mengajak Hanna Liburan

    Wisnu sudah tak tahan lagi dengan ucapan tak masuk akal Linda. Meminta agar Hanna dimasukkan ke dalam pemilik Lestari. Daripada meladeni ucapan aneh istrinya itu, ia pun memilih untuk pergi dari rumah itu.Linda mendengus kasar. Ia kemudian menghubungi Hanna untuk memarahi anaknya itu karena sudah berani berhenti bekerja.“Ma. Kan, udah Mas Adi yang menghidupi aku. Setiap bulan juga, aku selalu kirim uang ke Mam,” keluh Hanna dalam panggilan tersebut.Kebetulan sekali, perempuan itu sedang berada di rumah Hanna karena diminta untuk datang ke sana. Membantunya membuka semua kado dari para tamu undangan.“Kenapa dia?” tanya Andra yang juga ikut membantu membuka kado.Hanna mengendikan bahunya. “Kayaknya … mamanya Hanna matre, deh. Kedengerannya sih, Hanna ini diminta untuk kerja lagi.”"Ya elaaah! Si Adi gajinya udah puluhan juta juga. Masih aja kudu kerja. Beneran sih, kalau kayak gitu mah. Matre." Andra menepuk jidatnya.Hanna kembali duduk di samping Hanna, kemudian menghela napas pa

  • Dihamili Calon Tunangan, Dinikahi Pewaris Tunggal   In Budapest

    Dalam hal ini, mereka memang seperti dunia terbalik. Bukannya Hanna yang meminta Sagara agar mengabulkan permintaannya untuk pergi ke luar negeri. Dan yang terjadi di sana malah Sagara yang terlihat begitu antusias untuk mengajak Hanna pergi ke luar negeri."Sayang. Andra pengen lamar Suster Indah di sana.""Sebenarnya aku masih capek. Tapi, kalau kamu maksa, ya udah. Karena tempat itu memang tempat yang sangat ingin aku kunjungi. Aku pernah punya mimpi, ingin pergi ke sana bersama orang yang aku cinta.""Dan aku akan mewujudkannya. Kamu nggak perlu gendong Rivano, biar aku aja. Karena aku nggak tahu kapan akan bisa punya waktu untuk mewujudkan semua keinginan kamu, untuk pergi ke luar negeri. Termasuk Budapest. Enam bulan yang akan datang, aku akan disibukkan dengan kuliah juga dengan pekerjaan kantor. Sepertinya tidak akan punya waktu banyak untuk kamu dan juga Rivano."Kita manfaatkan waktu ini untuk pergi ke tempat-tempat yang ingin kamu kunjungi. Kita hanya punya waktu weekend sa

  • Dihamili Calon Tunangan, Dinikahi Pewaris Tunggal   Jangan Gila!

    Sagara mengulas senyumnya. “I love you more. Kamu sangat mencintaiku, aku lebih lebih mencintai kamu. Don’t leave me. Aku butuh kamu.”“Hanya akan pergi, jika kamu yang menginginkanku pergi. Tidak dibutuhkan lagi untuk mengisi hidupmu.”“Dan itu tidak akan pernah terjadi,” ucapnya kemudian meraup bibir istrinya kembali.Permainan kedua akan dimulai lagi. Kemudian, Hanna menghentikan Sagara yang tengah meraup bibirnya.“Mau, yang lebih dari ini?” tanyanya sembari mengusapi milik Sagara yang semakin mengeras.“Apa itu?” tanyanya kemudian.Tanpa memberi tahu, Hanna menjatuhkan tubuh Sagara kemudian merangkak ke bawah sana. Melahap benda itu dengan gerakan yang membuat Sagara semakin menggila.“Arrgghh! Fuck you, Hanna!” Sagara meremas lengan Hanna seraya menikmati setiap permainan yang tengah dilakukan oleh istrinya itu.“Don’t stop, Honey!” lirih Sagara yang tengah kegirangan akan permainan yang dilakukan oleh Hanna.“Never!” ucapnya kemudian tersenyum menyeringai.**Waktu sudah menunj

  • Dihamili Calon Tunangan, Dinikahi Pewaris Tunggal   Memang Seharusnya Berkata Jujur

    “Di tempat ini?” tanya Suster Indah dengan pelan. Deru napas Andra bahkan masih sangat terasa karena jarak yang memisahkan mereka hanya satu helai rambut saja.Andra mengulas senyumnya. “No! Hanya spontan saja. Di tempat ini, terlalu biasa dan aku nggak bawa apa-apa. Di tempat yang lain aja. Kita tunggu waktunya tiba.” Kemudian Andra mengecup kening kekasihnya itu. “Terima kasih, sudah menjadi pembuka hatiku yang dulu tidak pernah bisa dibuka karena hal dan lainnya.”Suster Indah mengangguk. “Terima kasih, sudah menjadi yang pertama dan semoga menjadi yang terakhir.”Andra mengangguk. “Aamiin. Kita berusaha sama-sama. Menjalaninya juga bersama-sama. Apa pun yang terjadi nanti, kita harus bisa menghadapinya.”Perempuan itu kembali menerbitkan senyumnya. “Iya, Mas.”“Aku mau ke dalam lagi. Kamu, masih tetap ingin di sini? Memangnya, Tante Mayang masih belum waras betul, yaa?”“Belum, Mas. Kejiwaan seseorang tidak akan kembali normal seperti dulu. Pasti akan selalu ada yang namanya kambu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status