Share

Keterlaluan

last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-22 11:15:32

DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (3)

_________________________

 

"Menangislah, jika bisa membuat Mbak Hanin tenang." Aku mengusap punggungnya yang sedikit bergetar.

 

"Belum lagi ibu mertua yang sering sakit-sakitan, membuat suami saya harus mendahulukan kepentingan ibunya daripada istri dan anaknya, saudara Mas Handoko lepas tangan untuk biaya berobat ibu mereka, jadilah Mas Handoko yang menanggung semuanya, meskipun ibu mertua tinggal dengan adik perempuannya." Mbak Hanin bercerita panjang lebar tentang kehidupannya. Mendengar kisah pilu Mbak Hanin, membuatku tersadar, jika aku harus lebih banyak bersyukur karena hidup berkecukupan dan dikelilingi keluarga yang baik.

 

"Saya yakin semua masalah ada jalan keluarnya, jangan bersedih. Allah selalu bersama hamba-nya, Mbak! Semoga pabrik tempat suami Mbak Hanin bekerja segera pulih, agar gaji Pak Handoko bisa kembali seperti semula," ujarku ragu, bagaimana jika benar salah satu pabrik kami sedang mengalami kebangkrutan. Tentu akan berdampak pada pabrik yang lain, tapi mengapa Mas Danu nampak baik-baik saja. Dia bukan tipe lelaki yang suka menyembunyikan masalah dari istri. Atau Krisna yang menyalahgunakan kepercayaan kami?

 

Kepalaku mendadak pening setelah mendengar penuturan Mbak Hanin. Pikiran buruk berkeliaran di otak, mengingat pabrik itu salah satu aset terbesar kami, karena letaknya dekat perkampungan, sehingga membuka lapangan kerja baru bagi para warga di sini.

 

"Jadi curhat kan, nanti kue-kue kita keburu dingin," canda Mbak Hanin, sambil mengusap sisa air matanya. Aku terkekeh, untung saja dia ingatkan, kalau tidak, acara curhatan ini tidak akan berujung.

 

"Kalau begitu saya mau ke warung dulu, nanti bisa kita lanjut sesi curhat nya," godaku membuat Mbak Hanin tersenyum malu.

 

"Ikutlah! Aku bantuin. Daripada di rumah nggak ngapa-ngapain."

 

Aku mengangguk dan mempersilahkan Mbak Hanin membawa lima kotak kue sementara aku yang menyetir motor.

 

Sepanjang perjalanan menuju warung Yu Halimah, Mbak Hanin bercerita tentang para tetangga yang memang sok berkuasa di kampung kami. Bahkan Mbak Hanin bilang kalau aku bukan satu-satunya orang yang mereka hina, dirinya pun tidak luput dari hinaan Bu Hajjah Aminah dan para sekutu.

 

Aku menghela napas kasar. Apa sebegitu pentingnya di jaman sekarang untuk memamerkan perhiasan yang kita punya? Bukankah kekayaan tidak selalu bisa diukur dari apa yang kita pakai? Entahlah, aku tidak mengerti dengan jalan pikiran warga di kampung ini.

 

"Waduh, warung Yu Halimah tutup lagi," ucapku kecewa, melihat warung terakhir tujuan kami ternyata tutup.

 

"Sayang banget kalau dibawa pulang, apa kita taruh di warung yang tadi aja? Nggak masalah kan ada dua kotak?" saran Mbak Hanin.

 

"Bakal sisa banyak, aku yakin. Mending kita bawa pulang aja deh, kita bagiin aja ke tetangga, daripada nggak laku di warung nanti," usulku, tapi tak kunjung mendapat jawaban dari Mbak Hanin. Kulihat dari kaca spion, wanita muda itu nampak sedang berpikir.

 

"Kayaknya mending kita jual keliling aja deh, sayang kalau malah dibagi-bagikan," ucapnya cemberut. "Tau sendiri tetangga kita kayak gimana," ucapnya lagi.

 

Jadilah kita berdua menjajakan kue di depan sekolah SD tempat Karin menimba ilmu, bisa sekalian nungguin anak Mbak Hanin pulang. Beruntung hari masih belum siang, jadi terik matahari belum seberapa panas dan menyengat.

 

Kalau sampai Mas Danu tau aku bekerja seperti ini, mungkin dia akan membawaku pulang ke kota, rumah ibu dan bapak yang sudah kami beli beberapa tahun lalu, mengingat rumah masa kecilku habis di babat si jago merah karena letusan gas elpiji. Jadilah Mas Danu membuatkan rumah untuk kedua orang tuaku di kota, agar lebih dekat dengan anaknya, tapi ternyata sekarang aku malah harus tinggal di kampung karena Mas Danu harus memantau pabrik baru kami. Bukan aku gila harta, aku hanya ingin mengisi kekosongan waktu dengan hal yang bermanfaat. Mengasah kemampuanku membuat kue yang sudah lama tak pernah kulakukan semenjak menjadi istri Mas Danu. Baru kali ini aku mencoba lagi dengan bantuan Mbak Hanin. 

 

"Lihat deh, ibu-ibu, kasihan sekali sih tetangga kita ini. Rela berjualan kue panas-panasan begini."

 

Sebuah motor keluaran terbaru berhenti tepat di depanku dan Mbak Hanin menjajakan kue. Disusul beberapa motor yang lain di belakangnya.

 

"Ya ampun, kalian nggak takut gosong kulitnya berjualan di panasnya matahari gini?" ujar Bu Hajjah Aminah.

 

"Monggo ibu-ibu, kuenya. Insyaallah higienis dan enak." Aku mencoba mengalihkan cibiran mereka, panas juga hatiku kalau lama-lama berpura-pura miskin di depan para tetangga sombong ini.

 

"Idih! Ogah saya makan jajanan pinggir jalan. Asal kamu tau ya, Mbak Endang. Kita itu habis dari emoll, bisalah, ibu-ibu kece, makannya di resto," sahut Mbak Anggi dengan angkuh.

 

"Wah senangnya, lain kali ajak-ajak ya, Bu. Barangkali saya dan Mbak Hanin bisa ikut," kataku, sementara Mbak Hanin hanya tersenyum kecut.

 

"Ngaca dong, mbak Endang! Jangan mimpi bisa bergaul sama kami, lihat, perhiasan kami banyak, sedangkan kamu, kosong melompong. Kentara sekali kalau orang miskin," sahut Bu Hajjah Aminah, dengan memamerkan cincin emas di beberapa jarinya. 

 

Aku begidig ngeri, bagaimana jika sampai ada orang jahat dan merampas semua perhiasannya.

 

"Yok ah, jeng. Kita pulang, panas nih, takut wajahku gosong. Kalau orang miskin mah, udah biasa," ajak Bu Andin.

 

Mereka hendak pergi, syukurlah. Daripada harus ribut di pinggir jalan hanya karena perhiasan emas. Malu!

 

"Waduh, ini motor saya kenapa? Mbak Endang, coba tolong bantu saya cek bannya dong, apa mungkin kempes ya?" ucap Bu Andin gelisah.

 

Teman-temannya menunggu Bu Andin yang masih belum bisa menjalankan motornya. Aku berjalan ke arah motor Bu Andin dan berjongkok memencet ban motor merk supri itu.

 

Nggreeng ... Nggreeng ...

 

Dengan tanpa perasaan, Bu Andin memainkan gas motornya hingga membuat asap knalpot menerpa wajahku.

 

Dimasukkannya gigi satu dan tangannya melambai seiring dengan berjalannya motor miliknya.

 

Sekutunya tertawa lebar melihat kelakuan Bu Andin. Tanganku mengepal kuat, lihat saja pembalasanku nanti! Mereka benar-benar keterlaluan!

 

 

 

 

Bersambung

 

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Dewi Astati
kisahnya sangat menarik sekali...
goodnovel comment avatar
Iren Rogate
ceritanya asyik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dihina Karena Tidak Memakai Perhiasan   Akhir Cerita

    PoV Endang *** Tidak terasa, waktu cepat sekali berlalu. Hari ini, hari dimana Krisna akan melepas masa lajangnya bersama Hana. Kentara sekali raut bahagia Krisna, begitupun Ibu dan Ayah. Pihak keluarga Hana pun demikian. Aku menyesal sekali karena tidak mencegah kepergian Bu Andin waktu itu. Siapa yang menyangka jika Kenan, lelaki yang ambisius dengan Hana malah membunuh Bu Andin dengan menjatuhkannya ke dalam jurang. Sehari setelah proses pertunangan Krisna dan Hana, kami sekeluarga kelelahan dan menonton acara berita bersama. Bagai dihantam godam yang besar, saat aku mendengarkan sebuah siaran tentang seorang wanita yang dibuang di kawasan puncak. Penyiar televisi mengatakan nama Bu Andin karena kebetulan dompet korban memang masih berada di saku celana. Mataku membeliak lebar kala itu, benar saja, setelah tayangan pengangkutan jenazah, tidak lama, orang tua korban turut diwawancarai, tidak salah lagi. Itu orang tua Bu Andin. Aku berteriak memanggil Mas Danu yang kebetulan seda

  • Dihina Karena Tidak Memakai Perhiasan   Menjelang Tamat

    PoV Author***Acara pertunangan Krisna dan Hana berjalan dengan lancar. Banyak sekali pose foto yang berhasil dibidik untuk mendokumentasikan hari bahagia mereka. Sengaja, beberapa tetangga dari kampung Endang, mereka undang, termasuk Hanin, Fifi, dan Bu Hajjah Halimah, juga Pak RT beserta istrinya. Dan masih banyak lagi.Memang, acara pertunangan ini dimeriahkan, mengingat Krisna adalah putra bungsu keluarga Bastian. Mereka sudah lama tidak mengadakan acara semewah ini setelah pernikahan Endang beberapa tahun yang lalu.Beruntung rumah Tini memiliki halaman yang luas. Sehingga nuansa alam menjadi pilihan utama mereka dalam menyelenggarakan acara penting ini. Tak lupa pula, Hartini datang anak-anaknya, Endang yang mengundang mereka."Masya Allah, ini baru acara lamaran udah meriah kayak gini ya," celetuk Hanin, menatap takjub pada dekorasi pertunangan Krisna dan Hana."Horang kaya mah bebas, Mbak Han!" sahut Fifi cekikikan. Endang menonjok pelan lengan Fifi, membuat wanita itu mering

  • Dihina Karena Tidak Memakai Perhiasan   Akhir Cerita Halimah

    PoV Author *** Para tetangga yang masih termasuk sanak saudara Fatma, membopong tubuh Halimah untuk dibaringkan di kamar. Kasak-kusuk tetangga mulai terdengar, mereka mengasihani nasib Halimah yang tragis. Menurut para tetangga, Halimah adalah sosok wanita pekerja keras. Siapa sangka, justru Halimah adalah perusak rumah tangga orang lain. Jika mereka tahu, mungkin mereka akan mengimani bahwa apa yang sudah Halimah terima kini adalah karma dari perbuatannya sendiri. Halimah merusak rumah tangga Hartini demi mendapatkan uang. Bukan kehidupan yang terjamin untuk Ibu dan anaknya, justru kematian putranya yang dia dapatkan. Suaminya bermain api dengan wanita lain. Sama persis dengan apa yang sudah Halimah perbuat. Rumah Fatma bahkan belum sempat di renovasi karena semua uang kiriman dari Halimah harus dikelola lagi oleh Rusdi-- suami sah Halimah. Rusdi sengaja membangun rumah di kampung sebelah, di atas tanah peninggalan orang tua Cantika, selingkuhannya. Mereka sengaja mengeruk uang ki

  • Dihina Karena Tidak Memakai Perhiasan   Kesedihan Halimah

    PoV Author***Halimah berjalan gontai menuju ke jalan raya. Dia merutuki kebodohannya yang belum sempat mengamankan semua aset Suryono selama ini. Memang, kebutuhan Halimah dan keluarganya di kampung terpenuhi dengan baik, tapi tetap saja, dia merasa rugi karena pergi meninggalkan rumah Suryono tanpa membawa satu pun harta. Hanya perhiasan yang masih melekat di tubuhnya."Sialan! An-jing! Bisa-bisanya Hartini dan Endang mempermalukan diriku seperti ini!" dengkus Halimah kesal. Meskipun secara sadar dia tahu jika Endang tidak ada hubungannya dengan pengusiran warga terhadap dirinya, tetap saja, nama Endang selalu terlihat buruk di mata Halimah."Lihat saja, aku akan kembali untuk menuntut harta gono-gini!" gumam Halimah dengan menggerakkan giginya.Beruntung dompetnya berada

  • Dihina Karena Tidak Memakai Perhiasan   Kena Mental

    ***PoV HalimahDua hari lagi acara lamaran Krisna dan Hana akan dilangsungkan. Aku bersyukur, Hana mau menerima Krisna sebagai pendamping hidupnya, mengingat keluarga kami yang sudah menyebabkan Mang Kosim meninggal.Hana gadis yang baik, aku percaya dia bisa menjadi istri yang baik pula untuk Krisna. Apalagi adik manjaku itu selalu melalaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Semoga Hana bisa membawa Krisna ke jalan yang Allah ridhoi.Kasus Pak Ferdinan berjalan dengan lancar. Dia dan para anak buahnya kini mendekam di penjara. Begitu juga dengan Reina, entah bagaimana nasibnya nanti ketika akan melahirkan. Membayangkan saja sudah bikin perutku mulas.Bu Hajjah Aminah sudah berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Setidaknya itulah yang aku tangkap dari perilakunya kepada keluargaku se

  • Dihina Karena Tidak Memakai Perhiasan   Halimah Terusir

    PoV Author***"Katakan, Ma. Apa kamu selama ini tidak mengirimkan uang pendidikan untuk anak-anakku?!" bentak Suryono sengit. Halimah meneguk ludahnya kasar, belum pernah Suryono berkata dengan nada tinggi sebelumnya.Halimah melirik ke arah para tetangganya yang sudah berkerumun di depan rumahnya. Sudah kepalang malu, sekalian saja dia tunjukkan dirinya yang sebenarnya."Memang kenapa? Anak kamu udah ada ibunya, jangan manjain mereka dengan mengirimkan uang. Bukannya dibuat biaya pendidikan, malah dibuat foya-foya sama Emaknya!" sindir Halimah, membuat Hartini semakin meradang. Pasalnya, sejak Suryono meninggalkan dirinya dan juga anak-anaknya, Hartini banting tulang untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari, karena memang biaya pendidikan ketiga anaknya sudah ditopang oleh Suryono selaku Ayah mereka."Gi-la nggak sih, udah merebut seorang Ayah dari anaknya, eh, uang untuk biaya pendidikan pun ikut diembat juga!" seloroh tetangga Halimah."Nggak nyangka banget deh, ternyata Bu Halimah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status