"Aku tahu bahwa akan sulit bagimu untuk menumbuhkan kepercayaan pada keluargaku. Tapi tolong sekali ini berilah semua orang kesempatan," ujarnya ketika mendatangiku saat sedang mengatur piring di dapur." Iya, Aku akan mencoba untuk menerima keadaan dan berusaha memperbaiki diriku juga.""Minggu-minggu ini adalah minggu yang traumatis bagimu dan rima. Aku harap seiring berjalannya waktu luka itu akan sembuh Dan berharap bahwa kesehatan bayi kita juga akan baik-baik saja."" Ya, semoga saja ...."Aku menghela nafas sambil melanjutkan kembali pekerjaanku."Sore itu ketika aku sedang menyusui rima dan Kak aidil tertidur di ranjang, ibu mertua datang dan mengetuk pintu."Iya, Bu, ada apa?" Aku yang masih merasa canggung dan enggan bertemu dengannya, membuka pintu dan menyambutnya."Ini uang kalian ucapnya sambil melempar sebuah amplop ke atas meja plastik." Dengar ya ... itu ada dua juta setengah dan kau tidak boleh meminta lebih dari itu! Jika ada kekurangan atau kebutuhan mendesak kau
"Kalau keadaannya bertambah parah Apakah ibu bisa menjamin keselamatan suami saya? Kalau dia pergi untuk selamanya Apakah ibu akan memberi kami makan lalu Apakah ibu akan bertanggung jawab pada kasih sayang dan figur seorang ayah yang hilang untuk Rima?""Diam kamu, dokter bisa saja salah memberikan obat dan membuat keadaan Aidil semakin parah!""Dokter adalah petugas ahli yang pandai mendiagnosa, tidak mungkin dokter memberikan obat yang salah padahal itu adalah pekerjaan mereka. Jangan banyak alasan Bu, sikap ibu yang menahan Kak Aidil untuk berobat sama sekali tidak beralasan!" Aku langsung masuk ke dalam dan menutup pintu, malas berdebat dengannya ditambah bayiku mulai menangis dan gelisah. Dibandingkan aku harus membuang waktu lebih baik diri ini masuk ke dalam dan beristirahat."Tidak sopan, berbicara dengan orang tua tapi malah melengos masuk dan menutup pintu, kurang ajar!" ujarnya merutuk sambil melangkahkan kaki menjauh. Kupikir tindakanku benar meski terlihat salah. Darip
Salah satu hal yang menghalangi rezeki dan keberuntungan seseorang adalah menahan hak orang lain dan tidak mau membagikan air yang berlimpah kepada sesama.Mungkin itu adalah penggalan dari intisari hadist yang pernah kubaca, aku lupa dari mana pernah membacanya tapi aku ingat betul bahwa isinya memang demikian.Artinya ... apa yang dilakukan ibu mertua merupakan kezholiman yang harus dihentikan. Aku harus menyadarkan dia sebelum ajal menjemput atau kesialan mendatanginya.***Dua hari setelah Kak Aidil berobat ke rumah sakit keadaannya mulai membaik, dia sudah berangsur pulih dan tidak gemetar lagi. "Besok aku mulai kerja ya?""Apakah kakak bisa?""Iya, aku harus bekerja agar stok Uang belanja kalian tetap berlanjut jadi kamu tidak kelaparan dan kesulitan.""Terima kasih ya Kak, karena sudah menjadi suami yang selalu membela istri," ujarku."Aku juga berterima kasih padamu karena kamu sudah menjadi istri yang bertahan.""Mungkin nanti ada satu titik dimana Aku lelah untuk hanya
Aku tidak butuh pikir panjang untuk balas dendam, toh, orang yang mencelakakan kami juga tidak berpikir panjang ketika ingin melakukan kezaliman. Kak dani dan Kak Yanto seharusnya adalah 2 orang yang bisa mengayomi adiknya tapi mereka malah jadi alasan kesusahan hidup kami. Apakah adil jika terus-menerus membuat kami tersiksa sementara dia terus tertawa dan melenggang hidup bahagia, di antara dukungan orang tua dan uang yang tidak pernah dibatasi, dituruti tanpa dihalangi.Tidak bolehkah sesekali aku membalaskan dendam? Aku tahu itu dosa,tapi aku hanya ingin memberikan mereka pelajaran, semoga Tuhan mengampuniku.Setelah menidurkan Rima dan memantau Kak Dani yang terlihat pergi ke kebun dengan sepatu boot dan tasnya, aku segera beraksi untuk mempreteli kendaraan yang kerap dia gunakan, beruntungnya hari ini dia tak membawa kendaraannya, jadi, rencanaku akan berjalan baik. Selagi ayah mertua tidak pulang, dan ibu mertua tidur siang seperti biasanya, juga keponakan yang biasanya sibuk b
Mendengar bahwa kak Dani mengalami tabrakan aku hanya tertawa dalam hati pura-pura menggulingkan diri dan tidur sambil memeluk bayiku."Dik, Kak Dani tabrakan," ucap kak Aidil. Suamiku yang memang settingan default perangainya adalah pria yang baik langsung panik dan mengambil jaketnya untuk menyusul sang kakak ke rumah sakit."Ini sudah malam Apakah kakak harus pergi ke sana?""Ya, kak Dani pasti butuh teman selain Kak Yanto," jawabnya cepat."Kita kan tidak punya kendaraan Kakak mau pergi pakai apa?""Aku bisa bawa motor kak Tina," jawabnya sambil bergegas."Apakah tabrakannya parah?" tanyaku lirih.Sebenarnya aku berharap dalam hati bahwa tabrakan itu memang parah, mungkin pecah kepala atau patah kaki agar dia bisa merasakan betapa sakitnya menyakiti orang lain."Belum tahu, kejadiannya baru beberapa saat yang lalu dan kak Dani sudah dibawa ke rumah sakit. Aku akan menyusulnya bersama ibu."Dari luar terdengar suara ibu mertua yang terus menangis dan meratapi tentang anaknya itu du
Kututup pintu rumah sementara keadaan di luar masih hiruk-pikuk, beberapa orang berusaha menenangkan ibu dan yang lain kembali ke rumahnya masing-masing.Kakak aidil belum pulang dari rumah sakit jadi kuhampiri Rima sambil memegang tas coklat berukuran sedang dan membukanya. Di sana terdapat beberapa lembar uang ratusan ribu dan beberapa kartu identitas milik ibu mertua.Kuambil uangnya dan untuk sementara waktu akan kusimpan dompet itu di belakang lemari agar dia kelabakan mencari KTP dan bpjs-nya. aku tidak peduli tentang dosa atau kedurhakaan sebagai seorang menantu meski rasa bersalah tetap ada. Tapi yang lebih mendominasi adalah dendam yang sudah bertumpuk-tumpuk selama bertahun-tahun. Kucoba bertahan untuk sabar dan berharap bahwa dia akan berubah tapi tidak ada perubahan sama sekali. Yang ada makin hari dia makin bengis dan terus menyakitiku dengan segala tingkah kejamnya."Mana tasku tadi, ada yang melihat dompet besarku?" tanya wanita bersuara keras itu pada orang orang yang
Karena ibu tidak kunjung membuka gembok sumur maka, mau tak mau aku dan suami terpaksa memesan setandon air yang akan kami gunakan untuk mandi dan cuci. Ketika mobil tandon datang, aku dan suamiku sibuk menadah air dan mengisi ember ember kami."Woah, pesan tandon rupanya," ujar ibu mertua yang tidak pernah absen mengurusi hidup kami. Karena merasa tidak penting menanggapinya, aku hanya diam dan sibuk mewadahkan air. Rima putriku sedang asyik bermain sendiri dengan ornamen balita yang kami gantung tepat di atas kepalanya."Berapa satu tandon?" tanya mertua pada tukang air."Lima puluh ribu, Bu.""Hmm, gaya sekali beli beli air, kayak gak punya sumur," ujarnya dengan sewot, sepertinya ia ingin cari muka pada tetangga yang memperhatikan dan pada tukang air itu."Saya gak akan beli kalau sumurnya tidak digembok dan airnya dibatasi," jawabku tidak kalah ketusnya. Tukang tandon terperanjat, tetangga juga sama, sedang ibu langsung mendelik dan pergi dari depan rumahku. Skak mat!"Dik, kaka
"Aku sudah pergi ke dukun, dukunnya bilang kalau pencuri dompetku ada di lingkungan ini," ucapnya yang ujug-ujug datang sambil berkacak pinggang menyambangiku yang sedang menyapu teras di pagi hari.Entah kenapa wanita gila ini sangat antusias untuk pamer dan mengancam orang lain."Oh ya, lalu siapa orangnya?""Ya, pasti di antara kalian, mantuku yang lain tidak ada yang berkonflik denganku jadi kesimpulanku mengerucut pada dirimu, tentu saja iya, aku yakin!""Oh, hahahah, lucu sekali ibu ini.""Apanya yang lucu, wanita itu tambah melotot.""Apakah dukun memperlihatkan bukti kalau saya yang sudah mencurinya, apakah dia memperlihatkan ke mata batin Ibu bagaimana proses saya mencurinya?""Ya tidak ... tapi dia orang pintar!" Mata Ibu berputar-putar menunjukkan tanda kegelisahannya, jelas wanita itu berbohong."Dan yang mendatangi adalah orang bodoh yang ingin minta pendapat ke orang pintar!"Seketika saja tangan besar ibu ingin melayang dan menamparku, mungkin sangat tersinggung, tapi a