Prince Reagan Maverick, mahasiswa berusia 20 tahun yang kerap diremehkan karena penampilannya, ternyata menyimpan rahasia besar—ia adalah miliarder muda dengan tambang litium yang sangat berharga di Singapura. Ketika identitasnya terungkap, kehidupan kampus berubah total; Reagan menjadi pusat perhatian, memikat para wanita yang sebelumnya meremehkannya, sekaligus menghadapi tantangan besar yang datang dengan kekayaan dan kekuasaan luar biasa. Konflik dan godaan bergulir, memaksa Reagan untuk memilih: tetap menjadi mahasiswa biasa atau sepenuhnya menjalani kehidupan sebagai penguasa tambang yang dielu-elukan. Follow IG @story_allina
Lihat lebih banyak“Ahhh! Sungguh melelahkan!” Reagan turun dari kereta cepat yang dia tumpangi, meregangkan pinggangnya untuk memulai hari barunya di kota besar New York.
Setelah mengatur perasaannya, Reagan bersiap untuk pergi meninggalkan stasiun. Namun, betapa kagetnya karena tiba-tiba pinggangnya dipeluk oleh seorang wanita.
Yang pertama dia lihat adalah dada yang besar, pantat yang montok, wajah oval yang imut dan menarik, serta rambut pirang khas gadis Eropa.
Prince Reagan Maverick, pria 20 tahun yang sudah menginjak dewasa, tentu saja merasa pemandangan di depannya cukup menarik.
“Nona, apakah kamu ingin memelukku seperti ini terus?” tanya Reagan penuh seringai jahat.
Claire Cecilia Delaney, memandang Reagan dengan tatapan menjijikkan. Selain tampan, bahkan tidak ada yang menarik dari penampilan pria itu.
Eeemmm ... selain tampan, tubuhnya juga kekar dan berotot, itu bisa Claire rasakan saat memeluk tubuh Reagan tadi.
Sayangnya, pakaian lusuh yang Reagan kenakan, menandakan dia tidak berasal dari keluarga yang kaya.
Namun saat ini, jika Reagan mau bekerja sama, Claire berjanji akan memberikan Reagan sejumlah uang untuk merubah penampilannya.
“Bantu aku berakting, dan aku akan memberikanmu sejumlah uang!” kata Claire penuh harapan. Dia menjijitkan sedikit tumitnya dan mencium Reagan, keduanya bahkan terlihat seperti sepasang kekasih yang saling mencintai.
“Nona, sebaiknya anda jangan mempersulit kami. Tuan akan sangat marah jika Nona tidak mau mendengarkannya.”
Belasan orang berjas hitam menghampiri Claire dan Reagan, lalu salah seorang berkata dengan hormat.
“Katakan pada tuan kalian, aku sedang menjemput pria yang aku cintai.” Claire langsung menyandarkan tubuhnya pada tubuh Reagan, tanpa sengaja menggesekkan bagian dadanya yang menyembul keluar pada lengan pria itu.
Reagan tidak bisa menyembunyikan sesuatu di bawah sana yang sudah terasa sesak.
Tapi, lebih daripada keinginannya untuk menerkam gadis cantik ini. Reagan justru ingin segera pergi dari tempat ini karena tidak suka ikut campur dengan urusan orang lain.
“Nona, pria ini bahkan tidak bisa menandingi pria pilihan tuan besar.” Sambil berkata, salah satu bodyguard itu melirik Reagan dengan pandangan jijik.
Tanpa mereka sadari, ucapan bodyguard itu telah menaikkan amarah Reagan. Dia kemudian menurunkan tangan Claire dari lengannya, lalu memegangnya di telapak tangannya yang besar.
“Kekasihku menyuruh kalian untuk pulang, apa kalian tidak mendengarnya?”
Reagan berbicara dengan suara rendah, tapi mampu membuat belasan orang yang mengelilingi mereka merasa terintimidasi.
Claire memandang pria asing di sampingnya, ucapan pria ini benar-benar membuatnya merasa aman. Tidak sombong tapi juga rendah hati, siapa sebenarnya dia?
“Hei, anak muda. Sejak tadi kami tidak punya urusan denganmu, tapi karena kamu sudah menantang kami, maka kamu akan menjadi bagian dari urusan kami.”
“Cepat katakan, jangan membuang waktuku!” Benar saja, gara-gara gadis asing di sampingnya ini, waktunya untuk bertemu rektor kampus tertunda.
Pria berjas itu lalu mengeluarkan kartu berlogo platinum dari saku jasnya, “Dalam kartu ini ada sejumlah uang, bahkan bisa untuk kamu hidup dan pergi dari kota ini selama beberapa tahun.” Pria itu melempar kartu ini pada Reagan, kemudian berkata lagi, “Segera tinggalkan nona Claire!”
Reagan kembali menatap tubuh indah Claire, gadis di depannya layaknya bidadari yang dikirim Tuhan saat dia turun dari kereta tadi.
Dibandingkan dengan uang di kartu itu, dia tentu lebih ingin menikmati tubuh Claire di atas ranjangnya.
“Maaf, aku tidak butuh uang kalian!” ujar Reagan lalu menarik Claire untuk pergi.
Hingga tahap ini, Reagan benar-benar ingin membuat Claire simpati dan dengan rela memberikan tubuhnya.
Tanpa disangka, pria berjas hitam itu seketika marah, “Halangi dia, aku sudah memberimu kesempatan sebelumnya, jangan salahkan aku jika bersikap tidak sungkan padamu!”
Tinjuan pria berjas hitam itu seketika datang. Reagan memicingkan matanya dan langsung menebak trik tinjuannya. Reagan adalah pelatih bela diri di kampungnya.
Tepat sebelum tinjuannya hendak mengenai pelipisnya, Reagan dengan cepat menggunakan telapak tangannya menepis pergelangan tangan pria berjas hitam itu.
Terdengar suara ‘kraakk’, tulang pergelangan tangan pria berjas hitam itu pun patah.
“Aaaahhh!!!!” Terdengar teriakan yang keras.
“Aku masih menghormatimu sehingga tidak sekalian mematahkan kakimu!” kata Reagan.
Namun, Reagan masih tetap menendangnya sekali lagi sehingga pria berjas itu tidak bisa bangkit berdiri.
“Sayang, maaf sudah membuatmu takut. Ayo pergi!” Reagan tanpa malu merangkul pundak Claire dan merasakan tubuh gadis itu sudah menegang.
Reagan menggunakan kesempatan ini untuk pergi bersama dengan Claire. Mereka memanggil taxi dan akhirnya bernapas lega.
“Nona cantik, kamu sudah membuat pakaianku kotor. Sudut bibirku juga berdarah.”
Claire mengerti, dia mengeluarkan beberapa lembar uang dolar dari tasnya. “Ini biaya pengobatan dan uang untuk membeli pakaian ganti.”
Reagan berpikir sejenak, identitasnya sebagai hacker kaya akan terungkap jika tidak menerima uang receh ini.
Dia kemudian mengambil uang itu dan meminta sopir untuk menghentikan mobil. Meski tubuh wanita ini sangat sulit dilupakan, namun Reagan tidak ingin berurusan dengan orang kaya seperti mereka. Dia hanya ingin menjalani studynya dengan baik dan terus mengembangkan jaringannya.
“Hei, namamu siapa?” tanya Claire.
Namun Claire hanya melihat Reagan menjauh dan melambaikan tangannya.
Reagan tiba di New York University, dia merapikan pakaiannya yang kotor karena sempat terguling di lantai.
Saat memasuki lobi kampus, Reagan disuguhkan dengan lingkungan yang mewah berarsitektur kelas atas. Tidak hanya itu, ada puluhan gadis cantik dengan bentuk tubuh yang beragam sedang memanjakan matanya.
Reagan melebarkan matanya, “Ini benar-benar seperti surga dunia.”
Pada saat ini, pandangan Reagan baru saja melihat dua orang yang berdiri di sisi kiri eskalator. Kalau dilihat, usia mereka tidak beda jauh dengannya. Dua orang itu hanya memakai riasan ringan dan memberikan orang perasaan yang segar.
Mengenai trik merayu wanita, tentu saja Reagan adalah ahlinya. Dia berjalan mendekati dua gadis cantik itu, dengan kepala tertunduk sambil tersenyum menyapa, “Hallo, Nona cantik, bolehkah aku tahu dimana ruang rektor?”
“Ruang rektor? Siapa kamu? Mahasiswa baru ya?”
Satu gadis lainnya memandang Reagan dengan pandangan menjijikkan dan menutup hidungnya.
Reagan tidak serta merta menjawab pertanyaan gadis di depannya, matanya sibuk melihat dua kancing kemeja dari gadis itu yang terbuka dan garis tubuhnya sudah terekspose di mata Reagan.
Mulut Reagan terbuka lebar hingga sebutir telur seperti bisa ditelan mentah-mentah olehnya.
Tampaknya wanita memang dilahirkan dengan Indera keenam, apalagi ketika mata lawan jenis terfokus pada tempat-tempat penting di tubuh mereka.
Mahasiswi yang tadinya sibuk dengan ponselnya, langsung mengangkat kepala, kemudian menyadari kalau pria dihadapannya ini sedang menatap bagian penting di tubuhnya.
Dia langsung melayangkan tangannya dan menampar Reagan.
“Apa yang kamu lihat? Dasar pria sinting!”
“Kamu dari mana saja, Reagan?” Erik menyambut kedatangan Reagan dengan suara yang terdengar begitu khawatir. Hampir semalaman Reagan pergi meninggalkan rumah sakit tanpa jejak. “Menyingkirkan sampah masyarakat yang terlalu serakah,” sahut Reagan singkat. “Bagaimana dengan Claire? Apa dia baik-baik saja?” Senyum Erik, sedikit memunculkan harapan dalam hati Reagan sebelum mendengar jawaban pria itu. “Claire sudah sadar, dan dia mencarimu.” Tanpa banyak kata Reagan lantas masuk ke ruang inap sang istri. Di sana, dia mendapati Claire yang masih terbaring lemah dengan wajah pucat pasi. Rambut pirang nan panjang milik Claire terurai, mata indahnya menatap Reagan yang sudah berdiri di ambang pintu dengan raut wajah lega. “Kamu dari mana saja?” tanya Claire dengan suara lemah. Sudut bibirnya bergetar, energi dalam tubuhnya terkuras habis dan belum sepenuhnya pulih. Reagan lantas mendekat, meraih tangan Claire kemudian menciumi punggung tangan yang mulus itu. “Maafkan aku, aku harus membe
Mobil mewah dari jenama Bugatti itu terparkir dengan kasar di pelataran sebuah mansion yang dijaga oleh sekelompok ajudan berotot tebal. Ketika sosok sang pengendara turun dari mobil itu, semua mata penjaga menatap awas setiap gelagat yang dia tunjukkan. Seolah dengan begitu, mereka mampu membuat nyali sosok teguh itu menciut perlahan. Tetapi, perlakuan itu tidak mengubah apapun dalam diri Reagan. Bersama segenap api dendam yang membara di dadanya, dia terus melangkah, cepat dan tegas menuju pintu utama mansion. “Siapa kamu? Dan ada urusan apa kamu datang kemari?” tanya salah satu ajudan yang berjaga. Sekali lagi, Reagan hanya menatap pria itu dengan tatapan datar namun sengit. “Minggir lah, atau kamu akan mendengar gemeretak tulang-tulangmu yang patah dalam hitungan detik,” ucap Reagan dengan suara rendah dan dalam. Pria itu tak gentar dengan ancaman, dia justru semakin mendekatkan wajahnya di depan wajah Reagan, menantang. “Area ini adalah area privat. Tidak semua orang diizinka
Langkah besar Reagan cepat menyusuri lobi gedung apartemen yang dia tinggali dengan Claire. Di belakangnya, Erik mengikutinya dengan raut wajah yang tidak kalah khawatir. Menaiki lift terasa lebih lama disaat hal tak terduga mengisi kepala Reagan bersama rasa khawatir yang tidak berujung.“Kenapa lift ini bergerak lambat sekali, brengsek!” maki Reagan. Dia hampir saja meninju dinding lift yang tebal jika tidak ditahan oleh Erik.“Tenangkan dirimu, Reagan. Claire tidak butuh kamu yang penuh emosi,” kata Erik. Reagan tidak menjawab, hanya menatap layar lift yang bergerak menunjukkan perubahan angka setiap beberapa detik.Saat sampai di lantai hunian pribadinya, Reagan lantas masuk ke dalam penthouse, berkeliling setiap sudut mencari ke
“D-dia bukannya … Black Code?” Sekali lagi Erik bertanya di tengah kebingungannya. Pria bertopeng yang baru muncul terkekeh. “Sepertinya kamu tidak memberinya informasi yang cukup tentang kita,” katanya. Reagan tersenyum miring, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana sambil memandangi Erik. “Aku sengaja tidak memberitahu dia. Hitung-hitung sebagai kejutan mental.” “Kalian mengejekku, ya?” Erik menyahut, dia merasa menjadi orang paling bodoh saat ini. “Bagaimana mungkin hanya aku yang tidak mengetahui ini?” “Kamu tahu kode etik pekerjaan?” balas Reagan. “Terkadang, ada beberapa hal krusial di dalam pekerjaan yang tidak bisa disiarkan secara terbuka bahkan pada internal. Hal yang aku dan Black Code lakukan adalah salah satunya.” Meski dia marah, Erik tidak bisa menyimpan kemarahannya terlalu lama. Dia cukup sadar diri, dalam dunia peretas, dia pun masih pemula. “Baiklah, aku mencoba untuk mengerti. Sekarang, apa yang bisa aku lakukan?” Reagan menganggukkan kepalanya pe
Di dalam sebuah ruangan serba gelap, sepasang mata mengedar pandang. Terasa asing dan menyesakkan meski baru sepuluh menit duduk di sana. Suara derit pintu terbuka mengalihkan perhatian sosok pria yang mengenakan hoodie dan topeng hitam itu. Matanya menyorot kehadiran seorang paruh baya dengan segenap wibawa yang mengelilingi dirinya. “Apa kau Black Code?” tanya pria itu. Pria bertopeng itu mengangguk tanpa bersuara, setelahnya, si paruh baya terkekeh pelan. “Ternyata aku mengandalkan dua orang peretas kelas kakap dengan spesialisasi yang sama. Apa aku salah jika menganggap kalian bersaing?” “Aku tidak punya banyak waktu untuk bicara, katakan saja apa maumu?” tandas Black Code. “Apakah semua peretas memang bersikap seolah-olah mereka sepenting itu?” Theodore, si paruh baya itu, terkekeh mengejek. “Baiklah, kenalkan, aku Theodore. Kamu bisa memanggilku Tuan Theo seperti yang dilakukan mantan peretasku sebelumnya.” Ucapan Theodore sedikit mengusik ego Black Code. Pria di balik top
Mata Erik merah menyala, bahkan Reagan bisa melihat kobaran api di sana saat mendekatinya dan sang satpam yang terlalu naif ini. “T-Tuan Erik?” Napas menderu cepat, dan kedua tangan terkepal erat siap meninju wajah sang satpam. “Apa yang kamu lakukan?! Lepaskan tanganmu darinya!” perintah Erik tegas. Tangan sang satpam bergetar ketika dia lepas pegangannya di lingkar kaus Reagan. “M-Maaf, Tuan. Apa yang membuat Anda marah begini? Aku hanya melakukan prosedur keamanan yang sudah ditetapkan perusahaan,” kata satpam berusaha membela diri dan memberikan penjelasan.Tetapi Erik tidak menggubris. Dia memandangnya sinis sekilas kemudian beralih pada Reagan sambil membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat. “Maafkan kelalaian staf kami, Tuan Maverick!” ucap Erik. Sedetik kemudian, wajah tercengang terlukis di sebelah pria itu. Bola mata satpam hampir mencuat keluar, jika tidak segera menutup mulutnya yang terbuka lebar. “T-Tuan Maverick?!” Erik menegakkan kembali tubuhnya, “Dasar bo
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen