Share

nyuci subuh

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-08 08:18:05

Keesokan harinya,

Setelah azan berkumandang terdengar bunyi ketukan air yang jatuh di permukaan ember kosong, menyadari itu, aku dan suami langsung bangun. Bahu membahu kami mengisi air, dia mencuci bajuku dan anak, sementara aku mencuci piring. Dibantunya juga diri ini untuk mandi dengan puas lantas diisinya dua ember besar itu hingga penuh.

Hari ini aku merasa sedikit segar, sedikit gembira dan lega, sakit punggung yang kemari nyaris membuatku tak bisa duduk kini terasa lebih lentur dan lega. Sebelum berangkat ke kebun dan Empang ayahnya, Kak Aidil menyiapkan sarapan seadanya, mie sakura dan telur yang terasa nikmat sekali karena disiapkan suami sendiri. Kami makan dari mangkuk yang sama sambil sesekali bercanda dan saling berebut telur.

"Hati hati di rumah ya, akan kusuruh bibi penjual ikan untuk mengantarkan cakalang asap, jadi kau tidak perlu repot-repot menyiangi ikan dan mengolahnya."

"Harus juga kak, dibikin sambal, enak," jawabku.

"Baiklah, jangan lupa ajak Rina berjemur beberapa menit, kata dokter cahaya matahari bagus untuk bayi," sarannya sambil mengecup keningku.

"Iya, Kak."

"Tunggu aku pulang ya, jangan capek capek lagi," ujar Kak Aidil sambil beranjak ke garasi ibunya, mengeluarkan motor Fiz-R yang sudah dimodifikasi lalu berangkat meninggalkan bunyi knalpot yang cukup bising bahkan ketika jarak motor itu sudah menjauh.

Kubalikkan badanku menatap tiang jemuran yang sudah penuh dengan cucian kami sejak subuh, kamu aku hendak masuk ke dalam rumah menyalakan tv tabung kecil pemberian Inaq tempo hari lalu bersantai sejenak.

Tapi, baru sepuluh menit rehat, sudah terdengar suara ibu mertua mencucu dengan Omelan omelan menyebalkannya.

"Waduh, banyak sekali gak kebagian tempat lagi aku," gerutunya. Kuintip dia dari jendela kecil, sementara wanita yang terlihat membawa keranjang cuciannya itu nampak mondar-mandir mencari celah untuk menjemur pakaiannya.

Beberapa saat kemudian dia terlihat memindahkan baju anakku dengan cara menumpuk menumpuknya menjadi satu sehingga dia mengosongkan satu tali untuk menjemur pakaiannya dan suaminya.

"Egois sekali wanita itu, jika baju bayiku ditumpuk seperti itu bagaimana bisa kering," aku menggumam sambil mendecak pelan.

Sambil menghela nafas dan tidak punya pilihan lain aku segera beranjak keluar dan menyambanginya.

Dia yang melihat kedatanganku melirik sesaat lalu membuang muka dengan kasar, rampak Sekar irona dendam dan kebencian yang sejak perdebatan dia dan Kak Aidil semalam.

"Bu, kalau baju ditumpuk seperti ini bagaimana bisa kering Bu, sementara baju Rima tinggal sedikit."

Ku ambil baju anakku yang ditumpuk ibu sambil menghela nafas pelan, aku berencana untuk menjemurnya di pagar teras saja, mengalah karena merasa tidak ada gunanya berebut tali jemuran

Brak!

Ibu terlihat membanting keranjang cuciannya yang terbuat dari rajutan plastik.

"Sampai saat ini, tempat ini, lingkungan ini, rumah yang kau tempati, bahkan tali jemuran ini adalah milikku, mau apa kau!" ucapnya sambil molotot.

"Saya tidak bertanya tentang Siapa pemilik semua ini, karena saya tahu bahwa itu adalah milik ibu. Yang saya katakan adalah jangan menumpuk baju cucumu, karena itu tidak akan kering dengan cepat, sementara anak saya terus menerus buang air kecil, dan dia butuh baju ganti!" Mau tak mau aku juga turut mengoceh panjang lebar pada ibu mertua, tapi, aku masih bersikap santun dan pelan.

"Beraninya kau menceramahi aku, ketika ku ambil gunting dan memutus tali jemuran ini maka kau akan kehilangan kata-katamu!" Aku paham dia mengacu pada, dia akan memutus tali jemuran, lalu pakaian-pakaian yang baru saja digantung dan masih meneteskan sisa air akan jatuh ke atas permukaan debu yang kotor, kamu aku tidak akan bisa membilasnya karena tidak punya stok air dan ... itu menurut asumsinya.

"Maafkan saya Bu ...." Membayangkan hal demikian saja membuat perutku sudah sakit, apa lagi itu benar-benar terjadi, aku tidak punya pilihan selain mengalah dan minta maaf, meski dalam hati ini dongkol bukan kepalang.

"Oh ya .... aneh sekali ya... kenapa hari ini tumben tumbennya kamu mencuci sebanyak ini, apa kau mengambil lebih dari jatah air yang sudah kutetapkan?"

Betul, hari ini dia menghidupkan mesin air lebih tinggi cepat dan mematikannya lebih lama sehingga aku dan kak faidil leluasa menggunakan air sebanyak yang kami inginkan. Aku bersyukur karena setidaknya sudah tidak ada lagi sisa cucian di kamar mandi.

"Tidak begitu, Bu, suami saya yang membantu saya untuk menyelesaikan semua ini, dia menimba air dan membantu mengangkutnya ke dalam," jawabku lirih.

"Oh, ya?"

"Sungguh, Bu."

"Tapi aku tidak mendengar suara Aidil menimba air!"

"Mungkin, ibu masih tidur,_ " jawabku lirih. Aku tahu wanita itu tidak akan dengan mudahnya percaya, buktinya, dari raut wajah dan tarikan alisnya, dia masih menyelidikiku.

"Kasihan sekali ya anakku ... harus disusahkan oleh wanita sepertimu," cibirnya sambil merangkum baskom yang tadi dia hempaskan.

"Sebagai suami dan ayah yang siaga, dia memang harus membantu saya, karena saya pun juga tidak punya kerabat di tempat ini, mohon pengertiannya Bu."

"Aku akan pergi melihat cucuku," ucapnya tanpa bisa kutebak, aku terkejut, dia tiba tiba ingin melihat bayiku, dengan langkah cepat ia menuju rumah mungil kami lalu mendorong daun pintu.

"Ibu, tu-tunggu, pelan pelan, anak saya sedang tidur," cegahku pelan, aku tak mau kekasaran ibu membuka pintu membuat putri kecilku terkejut, dia akan rewel dan menyita tenaga serta pikiranku.

"Biarkan saja tidur!"

Ibu membuka pintu, sesaat berdiri melihat cucunya yang telentang dengan pulasnya di atas tempat tidur, diapit oleh dua bantal kecil di sebelah kanan dan kirinya.

"Tumben rumah ini bersih," desisnya.

"Selama ini juga bersih," gumamku dalam hati, "hanya saja ... yang menjadi kendala hanya tumbukan piring dan baju kotor saja, itupun karena air yang kau batasi," aku membatin sambil memeras kesabaranku.

"Aku mau lihat kamar mandi!"

Sesaat ibu mendekat ke pintu kamar mandi, diraihnya pegangan untuk mendorong pintu kecil yang terbuat dari PVC itu, seketika saja darah seakan naik cepat ke atas kepalaku!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dijatah Seember Air Seusai Melahirkan   debat ibu

    "Baru sebentar Nek," Jawa Erlin."Dua jam Aku mau memanggil untuk meminta air minum, kenapa kau malah duduk santai di sini?" Dua jam apanya, Erlin bahkan belum duduk selama sepuluh menit. Aneh sekali wanita tua yang semakin hari semakin temperamen ini."Ibu Dia baru saja datang dan sekedar mengobrol denganku sebentar...""Aku juga sudah bilang padanya untuk tidak meninggalkan rumah jauh-jauh dan sulit kujangkau. Aku membutuhkan dia sepanjang waktu."Aduh penting untukku untuk menegaskan batasan tentang ibu yang semakin hari semakin seperti penjajah saja."Ibu dia juga manusia, dia butuh berinteraksi mendapatkan dukungan dari keluarganya dan sedikit pencerahan Apa salahnya jika dia mengobrol dengan salah satu anggota keluarga dan meninggalkan Ibu sebentar saja. Alih alih marah gara gara telat ambilkan air, Kenapa Ibu tidak ambil air sendiri saja lalu semuanya tuntas?'"Tuntas katamu?""Ya.""Ya ampun ...." Ibu mertua hanya menggeleng sambil membuang nafasnya kasar, dia tertawa sih ini

  • Dijatah Seember Air Seusai Melahirkan   keluhan

    "udahlah jangan terlalu dipikirkan perkara ibu yang minta anak laki-laki darimu beliau tidak tahu seberapa keras kita berusaha hanya saja Tuhan belum mengizinkan, jadi jangan terlalu, dibawa santai saja," jawab Kak Aidil sambil tersenyum."Aku sedikit prihatin dan khawatir tentang keponakan baru kita.""Dia pasti bisa mengatasinya wanita itu punya daya dan keluarga yang mendukungnya jadi kamu tidak perlu khawatir. Ibu pasti juga akan berpikir dua kali untuk menyakiti anak itu.""Yang terjadi hari ini tidak akan kau percayai, Kak, Ibu melempar piring dan menghujat masakan Erlin.""Sungguhkah itu terjadi Apakah ibu melakukannya kepada menantu baru yang keluarganya sangat terpandang dan dihormati?""Aku sudah bilang bahwa Ibu tidak pandang bulu.""Astaghfirullah, biar aku yang bicara nanti.""Sejak kapan ibu akan mendengar kata-katamu, Kak?" Aku tergelap sambil menggelengkan kepala sementara Ia hanya menghela nafas sambil mendecak kecil. Aku tahu bahwa dia sangat dimanjakan ibu tapi jika

  • Dijatah Seember Air Seusai Melahirkan   suamiku lesu

    "Ah, aku mendengar Ibu, aku paham setiap makna kalimat yang ibu lontarkan.""Bicarakan hal itu kepada Erlin dan lain kali jangan membuat dia membantahku karena kau Aku tidak tahan Aku tidak akan segan-segan untuk menamparnya. Juga aku tidak mau mendengar dia memprotes apapun.""Iya Bu."Ah, hidup di antara lingkungan rumah Nyai hatima seperti hidup dalam penjara, banyak aturan dan tidak bisa bebas sekehendak hati. Sebenarnya aku juga penasaran, kami ini dianggapnya pembantu atau menantu. Kenapa terkadang perlakuan ibu begitu kasar dan sulit diterima oleh akal sehat, sulit diterima oleh hati nurani yang sudah terbiasa mendapatkan perlakuan lembut, tiba-tiba mendapatkan kekasaran Itu menyakitkan sekali."Pergilah!" Ucapnya sambil mengibaskan tangan di udara."Baiklah, Bu, Erlin sedang memasak makanan lain, sudah kutitipkan pesan padanya jika sudah selesai dia harus segera mengantarnya pada ibu.""Cepat sedikit, aku lapar!""Baik Ibu sabarlah sedikit!""Dari dulu hanya kau saja yang se

  • Dijatah Seember Air Seusai Melahirkan   malah aku korbannya

    Usai menyapu bekas pecahan piring, kutemui keponakanku Erlin di dapur, ia tengah memotong daging dengan air mata yang masih membasahi kelopak matanya. Gadis itu terisak dengan kesedihan yang tak mampu ia sembunyikan.Aku paham, dia belumlah kuat mental sepertiku, dia masih baru di lingkungan ini dan mungkin latar belakang keluarganya yang lemah lembut membuat dia merasa sangat kaget ketika diperlakukan dengan keras. Ah, ibu mertua memang sangat tidak bijaksana."Sabar ya, semua akan membaik.""Tapi, kok Nenek bisa segitunya ....""Ah, sayang, nanti Nenek dengar, sebaiknya kau lanjutkan memasak, lihat tutorialnya di YouTube dan kau pasti bisa. Sementara bibi akan kembali ke rumah untuk menyiapkan makan siang.""Bi ... Aku butuh kehadiranmu untuk tetap di sini karena belakangan ini aku merasakan ketegangannya belum pernah ku alami sebelumnya." Wanita muda itu menahan lenganku dengan tatapan membalas dan aku bisa melihat jelas bahwa dia ketakutan dengan ibu mertua."Dengar Nak, sebenarny

  • Dijatah Seember Air Seusai Melahirkan   mulai tahu

    Akhir bulan Syawal pun tiba, ferdi yang sudah tak sabar lagi untuk segera meminang kekasihnya akhirnya diluluskan keinginannya oleh ibu mertua untuk menikah lebih cepat, menikah sebelum musim penghujan dan sebelum orang orang akan repot dengan urusan pekerjaan dan kebun mereka.Seminggu setelah pernikahan, Ferdi memboyong sang istri Erlin untuk pindah ke lingkungan kami. Ke rumah induk tentunya, bersama dengan ibu mertua. Sebenarnya aku sudah ngeri membayangkan apa yang akan terjadi namun, aku mencoba berpikir positif dengan segala logika dan harapan terbaik, semoga ibu mertua bersikap baik pada cucu menantu.Hari-hari bergulir, kebiasaan dan adat rumah ini mulai terlihat, mantu mulai kaget dan heran akan pembagian kaku air yang harus dijatah setiap harinya. Setiap pagi, setiap kali aku mengantarkan jatah makanan dari gudang gadis itu akan mengernyit dan tidak paham tentang apa yang terjadi. dia selalu memasang wajah tak nyaman dengan sekeranjang makanan yang kini jadi tugasku untuk

  • Dijatah Seember Air Seusai Melahirkan   rumah induk

    Aku kembali dari rumah induk dengan perasaan hati yang sudah tidak menentu. Aku khawatir kejadian yang pernah kualami akan terulang pada gadis lain yang baru bergabung ke rumah ini.Namun Gadis itu adalah wanita kaya dan juga anak orang baik-baik, ibu mertua akan berpikir dua kali untuk menyakiti dan mengerjainya, jadi kurasa kekhawatiranku sama sekali tidak beralasan. "Tapi, bagaimana jika itu terjadi. Dia akan dijatah dengan makanan yang harus belajar ia cukupkan dan seember air setiap harinya? Apakah dia bisa?" Konon menjatah anak menantu dengan seember air adalah kebiasaan dari para tetua keluarga ibu mertua yang ingin membimbing menantu mereka untuk hidup disiplin dan pandai menjaga harta serta mengelola hidup.Aku tak mau mencampuri atau berkomentar miring tentang kebiasaan itu, semuanya adalah hak orang tua untuk melakukannya, tapi, pada posisi tertentu, misalnya, di saat melahirkan atau sakit rasanya seember air itu sangat tidak cukup. Sanggupkah nanti, calon istri Ferdi yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status