Begitu kesal hati Asha, padahal tadi ia sedang mimpi indah bertemu dengan idolanya, namun barus buyar karena dibangunkan. Semua ini karena ulah Jenny."Sialan lo Jen! Gue pikir beneran!""Sst Mbak! Please deh jangan gerak-gerak mulu. Ini saya susah mau gambar alis, memangnya Mbak mau kalau alis Mbak pindah ke mulut?" Asha akhirnya menurut, rupanya Mbak MUA nya galak juga, meski ia sudah tak tahan lagi karena ternyata make up itu lama, berniat ingin melihat ponsel untuk menonton drakor sembari menunggu make up ini kelar, namun kembali dimarahi oleh tukang make up nya. "Jangan gerak-gerak ya Mbak, jangan lihat hape! Ini sebentar lagi mau selesai, jadi tolong kerjasamanya!!"Waktu terus berlalu, tak terasa hampir 2 jam Asha dimake up, sungguh ia lebih memilih menonton drakor daripada harus begini."Nah, kan kalau Mbak nurut jadi cantik begini," ucap si MUA puas dengan hasil riasannya. Asha melihat pantulan dirinya di depan cermin, sangat jauh berbeda dengan penampilannya sehari-hari.
Asha menerimanya, ia membaca kertas itu yang ternyata adalah sebuah surat perjanjian, di mana isinya menyebutkan jika mereka akan menikah, namun akan beda kamar dan tidur secara terpisah, tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing, tidak melakukan kontak fisik, mereka akan bersikap romantis disaat ada orang tua saja, selain itu tidak, dan mereka akan sepakat bercerai nanti.Asha mengerti, rupanya ini yang Damian maksud, ia tak sampai hati membantah Mamanya untuk segera menikah dengan Asha. Ia juga tau jika Asha pun sama seperti dirinya, tak bisa menolak perjodohan ini."Bagaimana?" tanya Damian dengan wajah datarnya."Oke, deal ya!" sahut Asha setuju, ia pun mengulurkan tangan pada lawan bicaranya, meski awalnya Damian enggan, namun akhirnya ia mau menyalami tangan Asha.Rupanya aksi mereka itu diperhatikan oleh Jenny, sahabat Asha."Ceileh yang sebentar lagi mau nikah, gandeng terus!""Ibu senang lihat kalian yang saling menyayangi, nah Nak Damian, Ibu titip anak Ibu ya nanti
Di hari pernikahan temannya, Asha datang dengan calon suami ah entah apa Asha harus menyebutnya, yang jelas ia lebih suka memanggil Damian dengan sebutan kulkas. "Asha! Hey! Kamu ini gimana sih? Kok malah belum siap-siap? Ayo cepat sana mandi, sebentar lagi kan calon suami kamu mau datang! Eh Ibu kasih tau ya sama kamu, nanti kalau kamu sudah menikah, suami pulang kerja tuh kamu harus sudah rapi, sudah wangi, bukan kayak gini!"Memang jika tak ada kegiatan, Asha lebih memilih untuk mandi sekali saja dengan dalih hemat air, padahal ia malas. "Calon suami? Maksud Ibu tuh Min Yoongi? Memangnya dia udah pulang dari wajib militernya, Bu?" Asha yang memang baru bangun tidur pun asal menjawab ucapan sang Ibu. Ibu yang sedianya akan beranjak pun geleng-geleng mendengar jawaban dari putri sulungnya itu. Sedangkan Asha, matanya masih setengah tertutup dan ia berkali-kali menguap, menandakan jika ia masih ingin tidur lagi, namun Ibu marah-marah dan menyuruhnya untuk segera mandi sambil seseka
Mobil terus melaju membawa Asha ke suatu tempat, karena bosan, Asha memilih untuk menonton film drama Korea kesayangannya. "Ayo turun!" perintah Damian, rupanya mereka sudah sampai."Sudah sampai kah?" tanya Asha tanpa menoleh sedikitpun, ia masih asyik menonton. "Kalau belum sampai, untuk apa aku menyuruhmu untuk turun, cepatlah! Lelet sekali jadi orang!"Ucapan tadi membuat Asha merasa dongkol, bagaimana tidak, ia dijodohkan dengan orang yang mempunyai sifat dingin dan jauh dari kata romantis. Bahkan belum menikah saja, sudah berapa kali Damian membuatnya merasa kesal. "Nggak bisa apa nyuruhnya tuh yang agak romantis sedikit? Pantas saja nggak ada yang mau walau dia lumayan ganteng!" Asha menggerutu lirih, namun rupanya Damian mendengarnya. "Oh jadi mau yang romantis yah?" Damian lantas menggendong Asha layaknya adegan romantis di film-film, Asha yang memang tak siap pun sedikit merasa terkejut dengan aksi dari calon suaminya itu. "Hey! Apa yang kamu lakukan? Tolong turunkan ak
Semua nampak tak percaya, jika cewek cantik itu adalah Asha, karena kali ini Asha tampak berbeda sekali dari biasanya. Ia nampak anggun dengan gaun dan riasan yang terlihat natural namun menonjolkan aura cantiknya, tentunya sangat berbeda dengan keseharian Asha. "Itu beneran Asha?" Banyak dari teman-teman Asha yang merasa tak percaya, mereka bahkan sampai dibuat melongo. "Bisa mingkem nggak sih! Tuh takutnya ada lalat yang masuk," seloroh Jenny. Sebagai sahabat, Jenny juga nampak senang melihat penampilan Asha kali ini, apa lagi ia tak datang sendiri, lumayan lah untuk membungkam mulut-mulut yang suka berkomentar julid kepadanya. Asha berjalan dengan berhati-hati sekali, karena saat ini ia memakai sepatu hak tinggi yang lagi-lagi walau tak terlalu tinggi, namun cukup membuatnya kesulitan untuk berjalan cepat. Sampai akhirnya, Asha hampir saja terjatuh jika saja Damian tak langsung menahannya. Seketika tubuhnya membeku karena saat ini kedua mata mereka saling menatap. Damian, tak
'Aish menyesal sekali aku datang sama dia! ' Asha menggerutu dalam hati. Masih bisa ia dengar beberapa orang berbisik-bisik mengenai dirinya, sebagian lagi membicarakan wajah tampan Damian, sampai ada yang bilang kok bisa Damian yang ganteng mau dengan Asha, cewek yang nggak jelas dan suka Kpop. "Aku merasa risih di sini, bagaimana kalau kita pergi saja? Toh aku sudah datang dan sudah memberikan amplop," Asha berucap setengah berbisik, sedari tadi ia mendengar kasak-kusuk cewek di belakang membicarakan Damian, bukan karena cemburu namun Asha merasa tak nyaman saja. Akan tetapi, sebelum itu, beberapa cewek tadi menghampiri mereka untuk melihat ketampanan Damian dari dekat. "Sha, ini beneran cowok lo? Kok gue baru tau ya?""Iya nih, nggak kabar-kabar punya cowok ganteng, sayang aja gue udah punya pasangan, eh Sha by the way, lo ke dukun mana nih biar bisa menggaet cowok ganteng kayak Mas ini?"Menyebalkan sekali rasanya, bahkan saat ia sudah membawa pasangan pun tak luput dari komen
Asha mendengus kesal, Damian, cowok itu terkadang memang sedingin Kutub Utara, namun terkadang juga bikin meleleh dan membuatnya terbawa perasaan. Ia juga bingung dengan perasaannya sendiri saat ini, entahlah ia hanya menuruti saja apa kemauan Ibunya. "Kita mau kemana?" Damian bertanya dengan wajah datarnya saat mereka sudah berada di dalam mobil. "Terserah!" jawab Asha ketus, beberapa menit yang lalu ia dipanggil dengan sebutan Sayang, namun mungkin khodam Damian sudah kembali lagi. Tanpa bertanya apa pun lagi, Damian memacu mobilnya, membelah jalanan. Jujur ia merasa kasihan dengan Asha, gadis itu seolah jadi bahan olokan hanya karena belum menikah, atau mungkin memang gadis seumuran dia bila masih betah sendiri nanti akan disebut sebagai perawan tua. "Kok kita ke sini?" tanya Asha. Rupanya Damian mengajak Asha menuju ke kantor miliknya. "Tadi katanya terserah, turun!" sahut Damian memerintah. Dalam hatinya, Asha hanya bisa menggerutu, tau begini tadi ia minta ke tempat makan
Bagaimana mungkin, bulan depan saja menurut Asha begitu cepat, apa lagi minggu depan. Damian mengajak menikah seperti mau beli seblak saja. "Kenapa terkejut begitu? Bukankah lebih cepat itu lebih baik? Kau sering diejek jadi perawan tua, sedangkan Mama juga menyuruhku untuk cepat menikah, kita senasib bukan?""Eh jaga ya bicaramu! Enak aja perawan tua, aku itu pemilih orangnya, ya kali aku asal nikah sama orang, lagian tipe aku itu minimal kayak Min Yoongi atau Park Jimin." Asha kesal, baru juga lega setelah ia berteriak, namun Damian malah mengingatkan hal ini. Perawan tua adalah sebutan yang sering ia dapatkan, apa lagi jika ada teman atau tetangga yang hajatan, sudah pasti Asha akan di rujak oleh emak-emak yang suka sekali mengomentari hidup orang. "Hahahahaha." Damian tertawa keras mendengar penuturan Asha barusan. "Kenapa tertawa? Nggak ada yang lucu!"Damian memandang Asha dengan wajah tengilnya, Asha saja bingung dibuatnya, terkadang dia sedingin kutub utara, namun tak jara